Saturday, January 24, 2015

Ketika Cinta harus Memilih


pastinya pilihan berat ketika sahabat kita menyukai orang yang menyukai kita bukan? apakah kita harus menerima sang cowok dengan konsekuensi kita kehilangan sahabat. kehilangan sahabat sangatlah menyedihkan, bukan?atau malah meninggalkannya? hubungan yang telah dibina selama bertahun-tahun kenapa harus kandas karena seorang cowok? adilkah ini? sebenarnya siapa yang patut disalahkan? apakah harus menggunakan istilah siapa cepat dia dapat? tolong kita jangan mau dipusingkan oleh hal sepele seperti ini. mari kita pikirkan baik-baik.

seandainya kita menyukai seseorang, tidak ada salahnya bukan mengungkapkannya? tidak ada yang salah, bukan? malu? itu tidak akan menyelesaikan masalah. kalau kasusnya seperti di atas. hanya kesedihan dan kekesalan yang tersisa. kemarahan terhadap teman yang tidak setia juga akan memuncak. menjadi runyam bukan? namun, jika sang cowok memiliki perasaan yang dalam terhadap sahabatmu, ada baiknya kamu merelakan sahabatmu kepadanya. untuk apa kita memaksakan perasaannya jika pada akhirnya tidak ada yang bahagia. pikirkanlah jalan terbaiknya.
sebagai sahabatnya, seharusnya kita memperhatikan perasaan sahabat kita. memangnya kalian tega mengedepankan keegoisan semata demi seorang cowok? think twice, guys. 

nah, pastinya ada jalan terbaik jika dihadapkan situasi seperti ini. jadi, bersabar saja.

pada post sebelumnya telah saya upload kisah segitiga seperti ini. please read and give repon, guys
"Persahabatku lebih penting darimu" di http://nurrahmadewi.blogspot.com/2014/03/persahabatku-lebih-penting-darimu.html

Cinta datang terlambat (second version)



Malam itu, Telfon Neni benar-benar mebuatku terhenyak. Aku masih terpaku dimeja belajarku. Aku masih tak bisa membayaangkan bagaimana besoknya jika bertemu dengannya. Aku kecewa, marah, malu dan bahagia. Bagaimana bisa temanku sendiri yang telah ku anggap sebagai saudara harus bersama dengan dia. Dia yang selalu menjahiliku, dia yang selalu menggangguku, dia yang selalu membantuku dikala kesusahan, dia yang selalu memarahiku jika aku berbuat salah, dia yang selalu menemaniku dikala aku sedih. Dia, dia, dia yang selalu, selalu. Air mataku mulai membasahi pipiku. Aku tak dapat menahannya lagi. Buku-buku yang ada di atas meja kubiarkan tergeletak begitu saja. Mama yang sedari tadi menyuruhku untuk tidur, tanpa sadar tidak kuhiraukan. Aku benar-benar tidak tahu kenapa air mataku tak berhenti. Sebenarnya apa yang membuat air mataku mengalir. Bagaimana perasaan sedih ini menghampiriku. Hatiku sakit, jika menginngat besok harus berjumpa. Bagaimana bisa aku bisa seperti ini. Apa yang membuatku menjadi lemah seperti ini. Jadi ini maksud semua yang terjadi pagi tadi. Suaraku tidak bisa keluar walau aku ingin berteriak sekeras-kerasnya.
“Rini, kamu melihat Rangga?”neni tiba-tiba mengagetkanku dengan pertanyaan yang tak terduga.  Bagaimana bisa Neni tiba-tiba mencari Rangga, karena mereka tidak pernah dekat sebelumnya. Sewaktu aku mengajaknya jumpa Rangga dia selalu ogah-ogahan.
“hmm...sepertinya dia dibelakang sekolah, biasa ngumpul sama teman-temannya yang bandel”.
“yaudah, aku kesana dulu ya.”
Neni meninggalkanku dengan kebengongan. Tapi aku tidak mempunyai prasangka yang aneh-aneh terhaap temanku sendiri. Paling-paling Rangga dipanggil guru karena kebandelannya dan Neni bertugas memanggilnya, secara Neni gadis yang pintar dikelasku. S
Tanpa pikir panjang aku kembali ke kelas tanpa harus menunggu Neni.
“ah, nanti aja tanya apa urusan dia dengan Rangga”. Pikirku.
Sesampainya di kelas aku mengeluarkan buku Fisika, karena jam kelima pelajaran yang kusukai. Tiba-tiba Rangga menghampiriku. Aku kaget karena kehadirannya sama sekali tidak kusadari.
“kamu tadi membiarkan Neni menemuiku ya?”
“ha? Kenapa? Tidak ada yang salahkan?” jawabku sembari kaget dengan pertanyaan.
“kenapa kaum tidak menghalanginya?”
“kenapa harus?”
“kenapa kamu tidak mengerti perasaanku?” tiba-tiba nada suaranya meninggi. Tentu saja aku juga mulai jengkel.
“aku nggak ngeti kenapa kamu tiba-tiba marah. Kamu aneh, tiba-tiba marah, tiba-tiba baik. Kamu aneh, dan aku nggak ngerti sama kamu”.
“kamu benar-benar nggak peka ya, Rin”.
Tiba-tiba Rangga meninggalkan kelas tanpa meghiraukan panggilanku. Tak lama kemudian pelajaranpun di mulai. Tentu saja saat itu Rangga bolos untuk pelajaran Fisika.
Setibanya di rumah aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku capek dengan semua hal yang terjadi hari ini. Aku bingung dan penasaran dengan Rini yang mencari Rangga, dan Rangga yang tiba-tiba marah kepadaku. Aku benar-bena tidak tahu apa yang telah terjadi. Tiba-tiba hp ku berdering. Panggilan masuk dari Rangga. Aku langsung mengangkatnya dengan segera.
“Rin, aku minta maaf tadi sudah marah-marah padamu.” Ini Rangga yang biasa, yang selalu lembut jika berhadapan denganku.
“tidak apa-apa, aku maklum kok kamu marah, pastinya karena aku ada salah sama kamu. Kamu kan tidak pernahmarah tanpa alasan. Nah, kali ini ada hal apa? Ayo, cerita sama sahabatmu yang baik, imut, ceria, dan cengeng ini.”
“Rini, mungkin mulai sekarang aku tidak bisa lagi selalu ada unutukmu.”
“kenapa? Kok kamu ngomongnya gitu?” aku kaget karena tiba-tiba saja dia membuat pernyataan seperti itu. Hal yang tak pernah terjadi sebelumnya.
“Rini, mungkin aku tak sebaik yang kamu kira. Aku memang bandel, sering bolos, sering marah-marah, emosi dan egois. Semua orang takut padaku. Tapi aku mulai berubah sejak bersamamu. Kamu selalu berusah untuk mengubahku menjadi lebih baik, menjadi lebih dihargai oleh orang lain. Kamu tak pernah menyerah untuk melakukan semua itu. Kamu penyemangatku, Rini”.
“waduh, kenap tiba-tiba memuji aku sih? Aku jadi malu”.
“perasaanku pun begitu. Seiring waktu semuanya telah berubah, Rini. Aku berusah agar kamu menyadarinya. Tapi kamu tidak pernah tahu, Rin. Kamu sama sekali tidak sadar. Kamu benar-benar nggak peka, Rin. Aku tahu, kamu tidak pantas disalahkan, akulah yang kurang berusah untuk mendapatkan kamu, Rin”.
“Tung, Tunggu, Rangga. Kamu ngomong apa? Aku tidak mengerti. Mendapatkanku? Bukahkan aku selalu bersamamu. Kamu juga akhir-akhir ini selalu  membantuku. Kamu selalu ada untukku”.
“kamu pastinya tidak pernah memaknai semua tindakankukan?”
“aku, aku, aku tidak mengeti”. Aku mulai gagap. Aku bingung semua hal yang dibicarakan Rangga.
“tidak-tidak apa Rini. Semua ini bukan salahmu. Akulah yang gampang putus asa dan terlalu menyerah untuk mendapatkanmu”.
“halo...halo...!. tiba-tiba Rangga memutus telfonnya. Sewaktu aku menelpon kembali, sama sekali tidak masuk. Aku bingung. Benar-benar bingung dengan sikap rangga.
“ahh...mereka semua aneh. Aku pusing. Lebih baik aku cepat-cepat tidur. Capek.” Aku langsung tidur untuk menghilangkan hal yang membuatku pusing.
...
Sudah beberapa minggu sejak kejadian itu. Aku memang tidak serapuh dulu, tapi hatiku masih enggan untuk bangkit. Ingin ku tanyakan apa yang terjadi pada diriku ini kepada para sahabatku, tapi aku tak sanggup menghadapi mereka. Aku diterpa keraguan, kekecewaan, dan kesedihan jika menghadapi mereka. Hari-hari yang kulalui di sekolah terasa hampa. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada diriku.
“aaahhh...aku bodoooh. Ayo dong Rini, kamu jangan seperti orang bodoh. Kamu hanya kehilangan beberapa sahabat kok. Masih banyak yang lain”. Aku berusaha menghibur diriku, tapi masih ada yang terasa kurang.
“tunggu...kok aku harus sedih? Bukan berarti mereka tidak lagi menjadi temanku bukan? Aku masih akan terus bersama mereka. Haa... iya. Betul. Hahaha aku aneh”. Aku benar-benar aneh berbicara sendiri dihalaman belakang sekolah. Untung saja sekolah sudah usai, jadi tidak siswa-siswi yang lalu lalang.
“aaah...pergilah jiwa yang tak tenang ini, Tuhan. Aaahhh...Rangga bodoh”. lagi-lagi aku berteriak. Tanpa kusadari rupanya teriakanku membangun seseorang yang sedari tadi berbaring disekitar rumputan halaman belakang sekolah. Dia seorang cowok yang, yang sekejap membuatku terpana. Ah, aku bodoh, disaat seperti ini masih bisa memikirkan hal-hal aneh.
“maaf, aku tidak tahu ada orang disekitar sini. Sekali mohon maaf”. Aku mulai panik sekaligus malu. Aku langsung lari meninggalkannya.
“dasar gadis aneh, padahal aku belum ngomong apa-apa. Ah, sudah siang rupanya. Lebih baik aku pulang. Hm? Apa ini?” rupanya dia- yang belum tau namanya- menemukan sesuatu yang tergelatak di atas tanah.
“hmm...sepertinya gadis itu lumayan menarik”. Gumamnya sambil memegang kartu pelajar ku yang diambilnya dari tanah.
...
Keesokan harinya cowok kemarin menungguku di depan kelas. Aku pura-pura tidak melihatnya. Sesegera mungkin aku ingin melewatinya.
“hei, kamu, iya kamu, kamu kehilangan sesuatu bukan?” tiba-tiba dia berbicara kepadaku.
Aku melongo kebingungan, dan baru tersadar ketika dia mengembalikan kartu pelajarku.
“wah, terima kasih ya, maaf aku tidak sadar kalau kartu pelajarku hilang”.
“nama kamu siapa?”
“aku Rini, kalau boleh kamu nama kamu siapa ya?” tanyaku dengan sedikit gugup.
“tidak usah sesopan itu. Biasa saja. Aku Niki”. Senyumnya benar-benar manis. Tiba-tiba Rangga melewati kami berdua.
“maaf, kalian menghalagi jalan”. Aku sempat kaget ketika berjumpa dengan Rangga. Hatiku belum sepenuhnya siap. Tapi Rangga telah berubah, dia benar-benar mengabaikanku sekarang. Aku kehilangan sahabat yang sangat berarti bagiku. Haaa...lagi-lagi aku melamun.
“jadi dia yang kau tangisi kemarin?” goda Niki secara tiba-tiba.
“aku tidak menangis. Untuk apa coba? Toh, kami tidak ada masalah”.
“hmm... ooo”. Jawabnya sekenanya sembari meninggalkanku.
Aku pun kembali ke kursiku, dengan wajah seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aku tidak mau Rangga menyadari keanehanku.
“Cowok baru kamu, Rin? Sepertinya dia keren deh”. Sindir Rangga. Aku merasa panas ketika mendengarnya. Apa salahku sih Rangga, kok kamu begitu dingin.
“Kamu kenapa sih Rangga? Kalau aku ada salah langsung aja bilang sama aku. Nggak usah menyindir seperti ini. Aku capek sama kamu”. Suaraku mulai parau, aku tak kuat lagi untung saja bel pelajaran pertama telah berbunyi. Kalau tidak mungin aku akan menangis. Sungguh memalukan kenapa aku selemah ini tanpa Rangga. Aku benar-benar kesepian tanpa kedua sahabatku.

...
Suasana kantin siang ini seterik sinar matahari. Begitu panas, sampai-sampai aku tidak betah disana. Terutama melihat sahabat-sahabatku telah melupakanku. Aku juga tidak mau mendekati mereka, karena disampaing malas berjumpa Rangga, aku juga segan sama Rini. Lagian aku tidak ada masalah sama mereka, kenapa tiba-tiba mereka menjauhiku. Ini sungguh tidak adil. Kalian semua kejam. Tiba-tiba suara yang kukenal menghampiriku.
“kamu tidak suka melihat mereka?” tanya Niki sembari duduk disamppingku.
“kamu ngomong apa sih? Apa untungnya coba?” aku mencoba mengelak.
“kamu sahabat mereka kan? Kok kamu ditinggal ya? Jangan-jangan kamu hanya menjadi penganggu?”
sungguh pernyataan yang tidak terduga. Aku sempat terdiam mendengarnya.
“kamu tidak punya hak menjelek-jelekkan sahabatku”.
“masih pantaskah kamu menyebut mereka sahabat? Waktu kamu sedih mereka dimana? Mereka mengabaikanmu. Kamu sudah diabaikan”.
aku sudah muak mendengar kata-katanya. Tampaknya Rangga menydari keadaanku, tapi sekarang berbeda, dia tidak menghiraukanku. Dia mencoba tidak melihatnya. Aku makin terpuruk. Aku mau meninggalkan kantin yang sesak ini. Namun sebelum aku beranjak Niki mengucapkan sesuatu tak terduga.
“kamu tahu kenapa kamu sedih? Bukan karena kamu ditinggalkan sahabatmu, aku yakin ada alasan lain. Aku memang bukan siap-siapa. Aku memang baru mengenalmu, tapi aku pernah mengalami kejadian yang kamu alami sekarang. Aku paham betul keadaanmu. Cukup kau pikirkan apa alasan lain itu”.
aku tidak mendengarnya sampai selesai, airmataku mulai membasahi pipiku. Aku cepat-cepat pergi ke toilet. Aku menangis sejadi-jadinya sembari menghidupkan kran air. Aku lelah, benar-benar lelah. Kalian sahabat yang jahat. Kalian kejam meninggalkan aku.
setelah puas menangis, aku pun keluar. Aku harus masuk, karenaa bel sudah berbunyi. Tak jauh dari tempatku, aku melihat Rangga membopong Neni, sepertinya Neni kesulitan berjalan. Aku rasa tadi dia terjatuh, makanya Rangga menolong. Aahh..kamu memang baik Rangga. Kamu memang benar-benar lelaki baik. Andai, andai apa? Memangnya aku akan mengatakan apa? Andai? Ah aku tidak dapat berpikir dengan jernih. Aku menghampiri mereka.
“Neni kenapa?” tanyakku sambil tersenyum.
“ah, Rini, aku tadi terjatuh. Untungnya Rangga melihatku. Jadi dia membopongku ke kelas”
“mari aku bantu ya, Rini lebih baik nggak usah ke kelas dulu, mendingan ke uks aja ya” aku mencoba membopongnya.
“aku saja Rin yang membawa neni kesana. Kamu ada kelaskan. Tolong izinkan aku ya. Aku mau menjaganya. Sepertinya perawat di uks sering nggak ada  kan”.
aku membiarkan mereka pergi ke uks. Hatiku semakin tak karuan. Kenapa aku begini? Mereka kan pasangan, jadi tak masalah jika mereka bersama. Benar kata Niki, aku hanya pengganggu. Tunggu, alasan lain? Iya, Niki mengatakan alasan lain, tapi aku masih belum menemukan jawabannya. Aah... lagi-lagi aku membayangkan Rangga yang baik tak hanya kepadaku saja. Aku agak iri kepada neni. Tapi pikiran itu kubuang-buang jauh.
...
Siang ini aku pulang agak terlambat, karena aku harus piket. Sesampainya di gerbang aku melihat Neni. Sebenarnya aku agak segan jumpa sama dia, karena bukan berarti aku menghindar, hanya saja dia duluan yang menjauhiku tanpa sebab.
“Rin, aku mau bicara sebentar”. Cegahnya tepat didepanku. Kulihat matanya agak sembab, aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku pun enggan menanyakannya.
“aku minta maaf selama ini menghindarimu. Aku menjauh darimu. Padahal kau adalah teman pertamaku sejak masuk sekolah ini. Aku benar-benar jahat”. Neni masih terus bercerita. Aku hanya setengah terkejut atas pernyataannya. Karena aku tahu dia yang salah duluan.
“hari ini, aku menyerah. Kamu tahu kenapa dulu aku mencari Rangga? Padahal sebelumnya akku tidak pernah dekat sama dia. Aku tahu dia hanya mau dekat sama kamu”. Arah pembicaraannya mulai mengarah kepada Rangga pikir. Ada apa ini.
“awalnya aku pikir dia cowok yang bandel, tapi seiring waktu bersamamu dia mulai berubah. Aku tidak tahu apa yang membuatnya seperti itu. Begitu juga perasaanku. Aku mulai menyadarinya. Aku mulai menyukainya, Rin. Aku tahu perasaanku ini salah. Tapi ini semua tak bisa ditahan. Pada hari itu aku menembaknya, tapi kamu tahu? Aku di tolak, iya aku ditolaknya dengan alasan dia menyukai cewek lain.” Aku kaget, Rangga menyukai cewek lain? Siapakah gerangan? Kenapa aku tidak tahu?
“aku sedih, hari itu aku tidak masuk, aku hanya menangis di uks. Aku malu dan sedih. Tapi kesedihanku tidak berlangsung lama. Karena malamnya Rangga menelponku dan dia bersedia menerimaku. Aku senang. Tap aku tidak menceritakannya kepadamu. Aku takut kamu terluka. Selain itu, ketika diam-diam aku memperhatikan Rangga, rupanya dia masih menyimpan perasaan itu terhadap cewek itu. Aku kira bisa memenangkan perasaan Rangga seutuhnya. Rupanya tidak, Rin”.
aku terpaku mendengar semuanya. Aku tidak percaya. Atau aku pura-pura tidak percaya. Apa yang disukai Neni dari Rangga? Kemudia aku tersadar.
“tapi kenapa kamu menjauhiku hanya karena ini? Bukankah kita sahabat? Rangga juga menjauhiku. Dia dingin dan acuh terhadapku. Jujur saja, aku sedih dan agak iri atas perlakuan Rangga terhadapmu. Karena biasanya Rangga hanya baik kepadaku walau kita sering berdua.  Aku tahu itu tidak adil, tapi aku tidak tahu kenapa Rangga bersikap begitu kepadaku”. Suaraku mulai bergetar. Sepertinya tangisku mulai tak tertahan.
“itulah kekuaranganmu Rin. Kamu benar-benar tidak peka, dan sama sekali tidak menyadari perasaannya. Aku sadar, selalu sadar kalau Rangga selalu memperhatikanmu. Dia selalu baik, selalu membantu, menyemangatimu. Aku heran, kenapa bisa Rangga yang bandel bersikap seperti itu terhadapmu? Masihkah kamu tidak sadar, Rin?” Neni mulai menangis, suaranya hampir kurang jelas terdengar.
“dewasalah Rini, hadapi kenyataan ini. Kamu bukan lagi anak-anak yang harus diingatkan atas semua hal. Sikapmu ini pada akhirnya menyakiti Rangga dan aku. Kamu jahat Rin. Aku muak atas kepolosanmu yang serasa dibuat-buat”. Aku kaget dan mulai jengkel dengan pernyataan Neni.
“apa yang membuatmu berpikir aku pura-pura polos? Aku tidak mengerti”.
“kamu selalu seperti itu, kamu tidak peka terhadap sekelilingmu. Aku katakan, kenapa kamu merasa iri dan sedih melihat aku dengan Rangga. Aku jelaskan, kamu itu cemburu, kamu mengerti kamu itu cemburu, Rin”. Suara Neni semakin meninggi. Ini Nenni yang tidak biasa. Tapi, aku cemburu? Apakah benar? Kenapa aku harus cemburu? Inikah yang namanya cemburu?
“kamu benar-benar bodoh jika tidak mendapat jawaban kenapa kamu cemburu. Kamu itu jelas-jelas tidak menganggap Rangga hanya sebatas teman. Kamu menganggap dia lebih dari teman. Kamu menyukainya, Rin”. Tangisan neni pun pecah. Aku yang semula menangis, kini terdiam. Kata-katanya masih tergiang, aku menyukai Rangga? Aku cemburu karena sekarang Rangga dekat dengan Neni? Berarti, inilah alasan lain yang dimaksud Niki. Aku, aku apa yang telah kulakukan. Kenapa semua seperti ini. Apa yang harus aku lakukan. Kenapa harus sekarang. Perasaan yang baru kusadari ini pun hanya akan menyakiti Neni. Bagaimana ini?
“aku tidak mau dekat-dekat denganmu setelah jadian dengan Rangga karena aku tidak Rangga memperhatikan kamu lagi. Aku hanya ingin dia melihatku. Aku pun menyuruh Rangga agar tidak usah lagi berdekatan denganmu”
“kamu jahat neni. Kenapa kamu bersikap tidak adil seperti?
“tidak adil? Kamu yang tidak adil. Kamu yang tidak adil terhadap aku dan Rangga. Terutama Rangga, kamu tidak adil terhadap perasaannya”.
“tapi Rangga tidak pernah mengatakannya kepadaku, nen”
“haruskah? Seharusnya kamu sadar atas semua perlakukannya. Tapi selalu merasa biasa-biasa saja. Coba kamu bayangkan, kenapa bisa cowok bandel datang pagi-pagi hanya untuk membantu piketmu? Mengambil catatanmu yang tertinggal karena kelupaanmu”
“itu, itu semua”. Aku menangis atas kebodohanku. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Aku benar-bear terhenyak atas pernyataan Nnei. Aku tidak menyadarinya.
“kenapa kamu mengatakannyasekarang, nen?”
“aku sebenarnya tidak mau semua ini terjadi. Tapi aku benar-benar kalah. Jangan kamu ambil Rangga dariku Rin. Aku tidak rela, aku tidak mau. Cukup semuanya. Aku benar-benar muak denganmu Rin”. Rini berlari meninggalkanku. Aku masih terpaku dengan airmata yang membasahi pipiku. Akankah aku akan berteman dengan Neni lagi.. bagaimana aku harus menghadapi Rangga setelah mengetahui hal ini.
“hikshiks...Rangga jangan tinggalkan aku, aku aku menyayangimu. Maafkan aku baru sadar sekarang. Aku bodoh, Rangga...”
...

Ingatanku semasa sekolah masih terasa segar diingatanku. Tidak satupun kulupakn. Aku benar-benar tertawa atas kebodohanku jika mengingatnya kembali. Hari ini, aku kedatangan tamu yang aku tunggu-tunggu. Karena maaklum saja, dia jauh-jauh datang dari Inggris hanya untuk bertemu teman lamanya. Aku sungguh beruntung mempunyai teman yang begitu pintarnya hingga sekolah ke Inggris.
“iya, tunggu sebentar ya, aku buka”. Sepertinya dia telah datang. Aku pun segera ke depan untuk membukakan pintu.
“waahh...sudah lama tidak jumpa y, Rin. Bagaimana kabarnya? Kabar si kecil bagaimana?”
“alhamdulillah semuanya baik-baik saja, kamu bagaiman studynya?
“wah..lancar dong!”. Jawabnya sembari tersenyum lebar.
senyum Neni masih sama. Tidak ada yang berubah. Ya, Neni sahabat yang pernah bertengkar hebat denganku. Jika mengingatnya lagi rasanya malu. Mengingat cerita ini berarti harus mengingat Rangga. Rangga yang baik, perhatian dan masih banyak sifat baik lainnya yang tidak bisa disebutkan. Benar, Rangga yang tidak menjadi temanku lagi. Rangga yang telah menjadi orang lain bagiku.
kami pun duduk di ruang tamu yang begitu sederhana. Nuansa biru laagit kesukaanku tentunya selalu kutampilkan. Buku-buku yang selalu kubaca tertata rapi dirak bukuku. Sebingkai foto pernikahan tidak lupa ku pajang. Pernikahan dengan seorang yang sejak lama kucintai dan kusayangi. Poto pernikahan bertuliskan “R Love R”.


Friday, January 23, 2015

Cinta datang terlambat (first version)


Malam itu, Telfon Neni benar-benar mebuatku terhenyak. Aku masih terpaku dimeja belajarku. Aku masih tak bisa membayaangkan bagaimana besoknya jika bertemu dengannya. Aku kecewa, marah, malu dan bahagia. Bagaimana bisa temanku sendiri yang telah ku anggap sebagai saudara harus bersama dengan dia. Dia yang selalu menjahiliku, dia yang selalu menggangguku, dia yang selalu membantuku dikala kesusahan, dia yang selalu memarahiku jika aku berbuat salah, dia yang selalu menemaniku dikala aku sedih. Dia, dia, dia yang selalu, selalu. Air mataku mulai membasahi pipiku. Aku tak dapat menahannya lagi. Buku-buku yang ada di atas meja kubiarkan tergeletak begitu saja. Mama yang sedari tadi menyuruhku untuk tidur, tanpa sadar tidak kuhiraukan. Aku benar-benar tidak tahu kenapa air mataku tak berhenti. Sebenarnya apa yang membuat air mataku mengalir. Bagaimana perasaan sedih ini menghampiriku. Hatiku sakit, jika menginngat besok harus berjumpa. Bagaimana bisa aku bisa seperti ini. Apa yang membuatku menjadi lemah seperti ini. Jadi ini maksud semua yang terjadi pagi tadi. Suaraku tidak bisa keluar walau aku ingin berteriak sekeras-kerasnya.
...

“Rini, kamu melihat Rangga?”neni tiba-tiba mengagetkanku dengan pertanyaan yang tak terduga. Bagaimana bisa Neni tiba-tiba mencari Rangga, karena mereka tidak pernah dekat sebelumnya. Sewaktu aku mengajaknya jumpa Rangga dia selalu ogah-ogahan.
“hmm...sepertinya dia dibelakang sekolah, biasa ngumpul sama teman-temannya yang bandel”.
“yaudah, aku kesana dulu ya.”
Neni meninggalkanku dengan kebengongan. Tapi aku tidak mempunyai prasangka yang aneh-aneh terhaap temanku sendiri. Paling-paling Rangga dipanggil guru karena kebandelannya dan Neni betugas memanggilnya, secara Neni gadis yang pintar dikelasku. S
Tanpa pikir panjang aku kembali ke kelas tanpa harus menunggu Neni, karena sepertinya dia sibuk.
“ah, nanti aja tanya apa urusan dia dengan Rangga”. Pikirku.
Sesampainya di kelas aku mengeluarkan buku Fisika, karena jam kelima pelajaran yang kusukai. Tiba-tiba Rangga menghampiriku. Aku kaget karena kehadirannya sama sekali tidak kusadari.
“kamu tadi membiarkan Neni menemuiku ya?”
“ha? Kenapa? Tidak ada yang salahkan?” jawabku sembari kaget dengan pertanyaannya. lagian, pertanyaannya sungguh aneh. Reflek aku jengkel.
“kenapa kamu tidak menghalanginya?”
“kenapa harus?”
“kenapa kamu tidak mengerti perasaanku?” tiba-tiba nada suaranya meninggi. Tentu saja aku juga tambah jengkel.
“aku nggak ngerti kenapa kamu tiba-tiba marah. Kamu aneh, tiba-tiba marah, tiba-tiba baik. Kamu aneh, dan aku nggak ngerti sama kamu”.
“kamu benar-benar nggak peka ya, Rin”.
Tiba-tiba Rangga meninggalkan kelas tanpa menghiraukan panggilanku. Tak lama kemudian pelajaranpun di mulai. Tentu saja saat itu Rangga bolos untuk pelajaran Fisika.
Setibanya di rumah aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku capek dengan semua hal yang terjadi hari ini. Aku bingung dan penasaran dengan Rini yang mencari Rangga, dan Rangga yang tiba-tiba marah kepadaku. Aku benar-bena tidak tahu apa yang telah terjadi. Tiba-tiba hp ku berdering. Panggilan masuk dari Rangga. Aku langsung mengangkatnya dengan segera.
“Rin, aku minta maaf tadi sudah marah-marah padamu.” Ini Rangga yang biasa, yang selalu lembut jika berhadapan denganku.
“tidak apa-apa, aku maklum kok kamu marah, pastinya karena aku ada salah sama kamu. Kamu kan tidak pernah marah tanpa alasan. Nah, kali ini ada hal apa? Ayo, cerita sama sahabatmu yang baik, imut, ceria, dan cengeng ini.”
“Rini, mungkin mulai sekarang aku tidak bisa lagi selalu ada unutukmu.”
“kenapa? Kok kamu ngomongnya gitu?” aku kaget karena tiba-tiba saja dia membuat pernyataan seperti itu. Hal yang tak pernah terjadi sebelumnya.
“Rini, mungkin aku tak sebaik yang kamu kira. Aku memang bandel, sering bolos, sering marah-marah, emosi dan egois. Semua orang takut padaku. Tapi aku mulai berubah sejak bersamamu. Kamu selalu berusaha untuk mengubahku menjadi lebih baik, menjadi lebih dihargai oleh orang lain. Kamu tak pernah menyerah untuk melakukan semua itu. Kamu penyemangatku, Rini. yaahh...walau sekarang aku tidak banyak berubah”.
“waduh, kenapa tiba-tiba memuji aku sih? Aku jadi malu”.
“perasaanku pun begitu. Seiring waktu semuanya telah berubah, Rini. Aku berusaha agar kamu menyadarinya. Tapi kamu tidak pernah tahu, Rin. Kamu sama sekali tidak sadar. Kamu benar-benar nggak peka, Rin. Aku tahu, kamu tidak pantas disalahkan, akulah yang kurang berusaha untuk mendapatkan kamu, Rin”.
“Tung, Tunggu, Rangga. Kamu ngomong apa? Aku tidak mengerti. Mendapatkanku? Bukankhn aku selalu bersamamu. Kamu juga akhir-akhir ini selalu membantuku. Kamu selalu ada untukku”.
“kamu pastinya tidak pernah memaknai semua tindakankukan?”
“aku, aku, aku tidak mengeti”. Aku mulai gagap. Aku bingung semua hal yang dibicarakan Rangga.
“tidak-tidak apa Rini. Semua ini bukan salahmu. Akulah yang gampang putus asa dan terlalu menyerah untuk mendapatkanmu”.
“halo...halo...!. tiba-tiba Rangga memutus telfonnya. Sewaktu aku menelpon kembali, sama sekali tidak masuk. Aku bingung. Benar-benar bingung dengan sikap rangga.
“ahh...mereka semua aneh. Aku pusing. Lebih baik aku cepat-cepat tidur. Capek.” Aku langsung tidur untuk menghilangkan hal yang membuatku pusing.
...
Sudah beberapa minggu sejak kejadian itu. Aku memang tidak serapuh dulu, tapi hatiku masih enggan untuk bangkit. Ingin ku tanyakan apa yang terjadi pada diriku ini kepada para sahabatku, tapi aku tak sanggup menghadapi mereka. Aku diterpa keraguan, kekecewaan, dan kesedihan jika menghadapi mereka. Hari-hari yang kulalui di sekolah terasa hampa. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada diriku. Mereka juga sudah jauh. Aku benar-benar kesepian.
Siang ini aku pulang agak terlambat, karena aku harus piket. Sesampainya di gerbang aku melihat Neni. Sebenarnya aku agak segan jumpa sama dia, karena bukan berarti aku menghindar, hanya saja dia duluan yang menjauhiku tanpa sebab.
“Rin, aku mau bicara sebentar”. Cegahnya tepat didepanku. Kulihat matanya agak sembab, aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Aku pun enggan menanyakannya.
“aku minta maaf selama ini menghindarimu. Aku menjauh darimu. Padahal kau adalah teman pertamaku sejak masuk sekolah ini. Aku benar-benar jahat”. Neni masih terus bercerita. Aku hanya setengah terkejut atas pernyataannya. Karena aku tahu dia yang salah duluan.
“hari ini, aku menyerah. Kamu tahu kenapa dulu aku mencari Rangga? Padahal sebelumnya akku tidak pernah dekat sama dia. Aku tahu dia hanya mau dekat sama kamu”. Arah pembicaraannya mulai mengarah kepada Rangga pikir. Ada apa ini.
“awalnya aku pikir dia cowok yang bandel, tapi seiring waktu bersamamu dia mulai berubah. Aku tidak tahu apa yang membuatnya seperti itu. Begitu juga perasaanku. Aku mulai menyadarinya. Aku mulai menyukainya, Rin. Aku tahu perasaanku ini salah. Tapi ini semua tak bisa ditahan. Pada hari itu aku menembaknya, tapi kamu tahu? Aku di tolak, iya aku ditolaknya dengan alasan dia menyukai cewek lain.” Aku kaget, Rangga menyukai cewek lain? Siapakah gerangan? Kenapa aku tidak tahu?
“aku sedih, hari itu aku tidak masuk, aku hanya menangis di uks. Aku malu dan sedih. Tapi kesedihanku tidak berlangsung lama. Karena malamnya Rangga menelponku dan dia bersedia menerimaku. Aku senang. Tap aku tidak menceritakannya kepadamu. Aku takut kamu terluka. Selain itu, ketika diam-diam aku memperhatikan Rangga, rupanya dia masih menyimpan perasaan itu terhadap cewek itu. Aku kira bisa memenangkan perasaan Rangga seutuhnya. Rupanya tidak, Rin”.
aku terpaku mendengar semuanya. Aku tidak percaya. Atau aku pura-pura tidak percaya. Apa yang disukai Neni dari Rangga? Kemudia aku tersadar.
“tapi kenapa kamu menjauhiku hanya karena ini? Bukankah kita sahabat? Rangga juga menjauhiku. Dia dingin dan acuh terhadapku. Jujur saja, aku sedih dan agak iri atas perlakuan Rangga terhadapmu. Karena biasanya Rangga hanya baik kepadaku walau kita sering berdua.  Aku tahu itu tidak adil, tapi aku tidak tahu kenapa Rangga bersikap begitu kepadaku”. Suaraku mulai bergetar. Sepertinya tangisku mulai tak tertahan.
“itulah kekuaranganmu Rin. Kamu benar-benar tidak peka, dan sama sekali tidak menyadari perasaannya. Aku sadar, selalu sadar kalau Rangga selalu memperhatikanmu. Dia selalu baik, selalu membantu, menyemangatimu. Aku heran, kenapa bisa Rangga yang bandel bersikap seperti itu terhadapmu? Masihkah kamu tidak sadar, Rin?” Neni mulai menangis, suaranya hampir kurang jelas terdengar.
“dewasalah Rini, hadapi kenyataan ini. Kamu bukan lagi anak-anak yang harus diingatkan atas semua hal. Sikapmu ini pada akhirnya menyakiti Rangga dan aku. Kamu jahat Rin. Aku muak atas kepolosanmu yang serasa dibuat-buat”. Aku kaget dan mulai jengkel dengan pernyataan Neni.
“apa yang membuatmu berpikir aku pura-pura polos? Aku tidak mengerti”.
“kamu selalu seperti itu, kamu tidak peka terhadap sekelilingmu. Aku katakan, kenapa kamu merasa iri dan sedih melihat aku dengan Rangga. Aku jelaskan, kamu itu cemburu, kamu mengerti kamu itu cemburu, Rin”. Suara Neni semakin meninggi. Ini Nenni yang tidak biasa. Tapi, aku cemburu? Apakah benar? Kenapa aku harus cemburu? Inikah yang namanya cemburu?
“kamu benar-benar bodoh jika tidak mendapat jawaban kenapa kamu cemburu. Kamu itu jelas-jelas tidak menganggap Rangga hanya sebatas teman. Kamu menganggap dia lebih dari teman. Kamu menyukainya, Rin”. Tangisan neni pun pecah. Aku yang semula menangis, kini terdiam. Kata-katanya masih tergiang, aku menyukai Rangga? Aku cemburu karena sekarang Rangga dekat dengan Neni? Jadi, inilah maksud kesedihan, kekecewan, dan iri yang kurasakan. Aku menyukai Rangga. Aku sama sekali tidak menyadari perasaan ini. Kenapa semua seperti ini. Apa yang harus aku lakukan. Kenapa harus sekarang. Perasaan yang baru kusadari ini pun hanya akan menyakiti Neni. Bagaimana ini?
“aku tidak mau dekat-dekat denganmu setelah jadian dengan Rangga karena aku tidak Rangga memperhatikan kamu lagi. Aku hanya ingin dia melihatku. Aku pun menyuruh Rangga agar tidak usah lagi berdekatan denganmu”
“kamu jahat neni. Kenapa kamu bersikap tidak adil seperti?
“tidak adil? Kamu yang tidak adil. Kamu yang tidak adil terhadap aku dan Rangga. Terutama Rangga, kamu tidak adil terhadap perasaannya”.
“tapi Rangga tidak pernah mengatakannya kepadaku, nen”
“haruskah? Seharusnya kamu sadar atas semua perlakukannya. Tapi selalu merasa biasa-biasa saja. Coba kamu bayangkan, kenapa bisa cowok bandel datang pagi-pagi hanya untuk membantu piketmu? Mengambil catatanmu yang tertinggal karena kelupaanmu”
“itu, itu semua”. Aku menangis atas kebodohanku. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Aku benar-bear terhenyak atas pernyataan Nnei. Aku tidak menyadarinya.
“kenapa kamu mengatakannyasekarang, nen?”
“aku sebenarnya tidak mau semua ini terjadi. Tapi aku benar-benar kalah. Jangan kamu ambil Rangga dariku Rin. Aku tidak rela, aku tidak mau. Cukup semuanya. Aku benar-benar muak denganmu Rin”. Rini berlari meninggalkanku. Aku masih terpaku dengan airmata yang membasahi pipiku. Akankah aku akan berteman dengan Neni lagi.. bagaimana aku harus menghadapi Rangga setelah mengetahui hal ini.

“hikshiks...Rangga jangan tinggalkan aku, aku aku menyayangimu. Maafkan aku baru sadar sekarang. Aku bodoh, Rangga...”