Thursday, January 31, 2019

Bimbang

Dalam hidup pastikan dirasakan setiap rasa yang menjalar dihati. Risau, galau, kecewa semuanya berkecamuk. Tak menutup kemungkinan kebimbangan pun menghampiri. Saat itulah, momen yang tepat untuk melakukan pemilihan.

Keputusan harus diambil.

Saat jiwamu bimbang, cek ricek semua hal sebelum memgambil keputusan. 

Apakah telah dilihat segala sisi yang ada?

Jangan sampai, saat keputusan telah ditetapkan, namun rupanya menyisakan penyesalan. Jangan sampai.

Maka, selalu sertakan DIA yang Maha Agung untuk memberikan petunjuk kepadamu. Apapun kerisauan yang dilanda, ungkapkan. Tiada yang akan tau betapa risau hatimu untuk untuk memilih kecuali DIA.

Jangan malu jika kau pada akhirnya harus menangis terisak-isak layaknya bocah. 

Jangan minder jika pada suatu waktu Allah masih belum jua memberikan jawaban.

Apapun urusanmu, akan kau tempuh jalan keluarnya. 

Jawaban yang kau nanti akan kau genggam pada waktu yang tepat. 

Sekarang, digaris finish ini tanyakan kembali kehatimu, apa pilihanmu? 

Akan kau dapatkan kemana hatimu akam condong.

Saturday, January 5, 2019

Perkara "Kapan...?"

Pertanyaan kapan terlalu sering dipakai akhir-akhir ini. 

Kapan selesai kuliah?

Kapan kerja?

Kapan nikah?

Kapan punya anak?

Kapan punya cucu?

Dan kapan lainnya.

Kadang, agak heran dengan manusia yang terlalu mudah mengucapkan pertanyaan tersebut. Apakah hal itu berarti aku tak pernah bertanya demikian.

Oh bukan. Aku hanya manusia biasa. Tentu, sebelum negara api menyerang, pertanyaan ini kerap jua kuutarakan kepada orang-orang. Terutama pertanyaaan terkait "Kapan wisuda?"

Tapi Allah Maha Baik. Dia ingin aku pun merasakan apa yang orang lain rasakan saat pertanyaan itu diajukan. Maka, dunia pun berputar saat pertanyaan "Kapan wisuda" mengarah kepadaku yang belum tamat jua untuk menyelesaikan pendidikan S2 ku. 

Dulu, ada seorang senior yang selalu menjawab "Mohon doanya dipermudah Allah" saat pertanyaan kapan menghantam dirinya. Aneh dan lebay menurutku saat beliau menjawab demikian. Namun,m sekarang kusadari bahwa itu salah satu trik untuk menguatkan sekaligus sebagai doa.

Benarkan?

Coba deh.

Sederhananya, daripada bertanya kapan, mending doakan saja. Gampangkan. ^^

Drama Dunia Tesis Last Part

Setelah kisah yang lumayan bikin sedih banget, saya mencoba untuk pulihkan hati dan pikiran. Butuh waktu untuk kembali bangkit. Mewek mah tidak. Cuman serinf melamun dan menerawang jauh aja.

Minggu berikutnya saya urus semua berkas pengalihan dosen pembimbing. Dan mencoba mengajukan pada pembimbing lain. Allah Maha besar. Alhamdulillah pembimbing berikut langsung acc penelitian saya.

Kisah setelah itu sungguh drama yang romantis. Tatkala pesimis pernah hinggap, sekejap langsung dibuyarkan dengan kisah yang indah setelahnya. Sungguh tiada terduga, Allah berikan kemudahan setelah perjalanan panjang yang saya alami.

Skenario kesalahan pada SK pembimbing rupanya juga menjadi kisah yang sudah Allah siapkan sehingga proses pengalihan pembimbing tidak memakan waktu yang lama untuk penerbitan SK yang baru.

_____

Skenario yang Allah berikan memang selalu indah walau awalnya harus melewati kekecewaan, kesedihan, dan semua perasaan negatif lainnya. Namun selalu percaya bahwa Allah sayang kita maka tiada yang tak bahagia jika kita selalu berprasangka baik, bersabar dan ikhlas menjalaninya.

Semua akan indah pada waktunya. Dan ini benar adanya pada drama per-tesis-an ini. Hihi

Sampai jumpa ^^

Friday, January 4, 2019

Drama Dunia Tesis Part III

Kala itu, sangat sangat down. Bahkan, saat pulang pun saya putuskan untuk tidur dan trauma untuk membuka lembaran penelitian. Cukup lama untuk bangkit kembali. Hingga harus dipaksa agar waktu tak berlalu begitu saja.

"Sepertinya harus kembangkan penelitiannya namun masih tetap menggunakan alat ukur yang lama"

Akhirnya semua waktu digunakan untuk searching penelitian terkait apakah bisa dikembangkan atau tidak. Cari dan cari. Alhamdulillah wa syukurillah. Semua sudah ditemukan dan siap dicetak sebagai bukti kepada buk Ani.
______

Pertemuan kembali berlangsung.

"Menurut ibuk ini tidak bisa."

Penolakan kembali. Namun, tetap dicoba untuk menjelaskannya kepada beliau.

"Buk, kebetulan saya menemukan penelitian yang hampir sama. Alat ujinya menggunakan yang saya gunakan. Model penelitiannya juga hampir sama."

Ibuk masih tetap gigih tidak menyanggupinya.

"Kemarin ada mahasiswa bimbingan ibuk menggunakan cara ini. Salah besar saat ujian tesis. Makanya ibuk tidak mau lagi."

"Iya buk. Saya sudah baca penelitian mahasiswa yang bersangkutan. Namun,  memang terjadi kesalahan dengan penelitiannya. Sementara saya tidak demikian buk, saya..."

Belum selesai disampaikan argumen pembelaan, sang ibuk malah memotong pembicaraan saya dan berujar "Kamu itu ngeyel"

Saya hanya bisa pasrah.

"Kalau kamu bisa membuktikan dengan menanyakan langsung ke peneliti yang pernah meneliti ini, maka akan saya terima."

Kebetulan bukti yang tadi saya sertakan, beliau pernah meneliti yang sama dan malah menerbitkan buku juga. Maka, tak pikir panjang saya langsung mengirimi beliau email dan jawabannya tak terduga.

"Bisa kok."

Sekiranya itu jawabannya yang singkat.

Pertemuan berikutnya tentu penuh semangat karena peneliti menyatakan bisa. Namun sayang semua sirna.

"Kenapa bisa. Maaf ya, ibuk nggak bisa lagi membimbing kamu. Maaf, kamu agak ngeyel."

Penolakan terberat dan terbesar.

Kenapa saya dikatakan ngeyel? 
Karena saya tidak mau menuruti kemauan beliau. Jujur, sebenarnya tidak berat untuk mengubah konsep penelitian. Hanya saja waktu yang ada sangat singkat mengingat sebentar lagi akan dilakukan pembayaran SPP. Maka saya putuskan untuk tetap mempertahankan penelitian yang ada dengan metode sederhana. Tapi, mungkin sang ibuk kurang puas jika hanya penelitian sederhana. 

Jika kembali meninjau perjuangan menemui beliau, ceritanya hanyalah seperkian kecil skenario yang saya hadapi. 

Skenario sang ibuk yang tak bisa ditelfon.

Skenario sang ibuk yang tak pernah membalas pesan saya.

Skenario sang ibuk yang berujar "Maaf, kita tidak pernah bikin janji". Walah, menghubungi ibuk saja saya sulit.

Skenario penolakan.

Finally, inilah saatnya untuk menyerah meluluhkan hati beliau. Maka, saya putuskan untuk mengganti pembimbing.

Thursday, January 3, 2019

Drama Dunia Tesis Part II

Baiklah, kali ini akan saya ceritakan proses bimbingan yang saya jalani bersama buk Ani.
______

Proses bimbingan berlangsung kurang lebih 1.5 bulan lamanya bersama beliau. Awalnya, saya menjumpai sang dosen saat beliau selesai menguji mahasiswa yang ujian proposal.

"Maaf buk, gimana ya saya bisa menjumpai ibuk untuk pertemuan selanjutnya?"

"Cek jadwal saya. Saya kurang suka dihubungi. Cukup liat jadwal ujian dan ngajar saja."

Saya pun menyanggupi keputusan sang ibuk. Pertemuan selanjutnya gagal maning dikarenakan beliau tidak datang sama sekali sesuai jadwal. Alhasil pulang tanpa apa-apa.

Pertemuan berikutnya, hampir sama. Lagi-lagi beliau tidak datang. Rasa khawatir mulai menghampiri mengingat waktu semakin sempit menuju pendaftaran ujian proposal.

Bersyukur, pertemuan ketiga sang ibuk bisa ditemui walay harus menunggu hampir 2 jam. Tak masalah karena penantian ini berarti.

"Kamu penelitiannya seperti apa? Silakan ceritakan. Nanti, kalau sudah oke, kita percepat saja agar kamu bisa segera seminar proposal."

Semangat mulai muncul saat itu. Sifat optimis juga demikian. Maka, saya pun semangat untuk menceritakan penelitian yang akan dilakukan. Nah, saat penutupan, tiba-tiba sang ibuk merasa ada yang jangan pada alat uji penelitian saya. Beliau ragu bahwa alat uji ini bisa digunakan.

Saat saya membaca kembali, benar rupanya. Alat uji ini kurang cocok dengan penelitian saya. Kesalahan ini terjadi lantaran saya kurang memahami proses metodologi penelitian secara utuh.

"Kamu gak bisa nih uji pake ini."

"Kalau seandainya saya gunakan alat uji yang sederhana, bagaimana buk?"

"Ooh gak bisa menggunakan yang kamu maksud."

Entah gimana, saya keukeh berargumen bahwa alat uji sederhana yang dimaksud mampu memecahkan persoalan penelitian saya.

"Tetap tidak bisa saya terima. Kamu harus tahu bahwa penelitian kamu ini sangat sederhana. Kalau bisa, pakai alat uji yang agak beda. Kamu itu s2. Bukan s1 lagi."

Agak terpukul dan terhenyuh mendengar pernyataan sang ibuk. Bahkan, beliau memastikan juga kepada dosen yang lain terkait penelitian saya.

"Oalah, ini yang kemarin mau bimbingan sama saya ya? Maaf ya, saya gak bisa karena penelitian kamu gak menarik."

Sedih banget mendengar pernyataan dosen tersebut. Iya. Beliaulah yang awalnya saya minati untuk dijadikan pembimbing.

Baiklah, segitu dulu... Nantikan gimana kelanjutan ceritanya ~~~