Monday, July 31, 2017

Asal Muasal Nama Jalur

Ada sebuah tradisi yang menjadi kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Tradisi tersebut bernamakan Pacu Jalur. Pacu jalur merupakan suatu event yang menampilkan jalur-jalur untuk bertanding.  Biasanya ada 160 lebih jalur yang akan bertanding di event nasional termasuk jalur dari kabupaten tetangga, Indragiri Hulu. Sebelum event nasional dilaksanakan, biasanya ada pelaksanaan pacu jalur tingkar rayon atau kecamatan.

Nah, kira-kira jalur seperti apa sih? Jalur tersebut layaknya sampan panjang yang mampu menampung 40-50  orang. Jalur-jalur juga akan dihiasi dengan berbagai ukiran dan lukisan dikeseluruhan badan jalur.  Nama-nama yang diberikan kepada jalur juga beragam dan terkesan unik karena sesuai bahasa daerah setempat seperti karamat sakti gogar alam, ngiang kuantan, puntiang beliyuang sirajo beleng, pulau laghe mandulang untuang dan masih banyak nama unik lainnya.

Nah, kira-kira apa sih filosofinya mereka menamai jalur seperti ini?

Saya ceritakan untuk nama puntiang beliyuang sirajo beleng, sebab kebetulan jalur tersebut berasal dari daerah tempat saya tinggal.

Berdasarkan cerita singkat yang diceritakan salah seorang datuk yang lumayan berpengaruh dalam proses pembuatan jalur, menyatakan bahwa saat mereka ke hutan untuk mencari pohon besar yang nantinya diolah menjadi jalur, suasana saat itu sedang mendung disertai angin yang sangat kuat. Suasana mencekam tersebut sempat membuat mereka khawatir jika nantinya akan menghadapi bahaya di dalam hutan. Apalagi saat itu mereka dihadapi angin putting beliung disertai hujan yang lumayan deras.

Namun, Alhamdulillah semua dapat dilalui atas seizin Allah SWT. Mereka akhirnya bisa membawa pohon tersebut ke lokasi pembuatan jalur. Saat memikirkan nama jalur, maka muncullah ide menamainya puntiang beliyuang sirajo beleng dengan harapan dapat melaju kencang dan melahap lawan-lawannya layaknya angin punting beliung itu sendiri.

Itulah salah satu dari banyaknya cerita mengenai inspirasi menamai tiap jalur. Mungkin, ada kisah menarik lainnya hingga masyarakat tersebut menamai jalurnya dengan pilihan tersebut. Sesungguhnya tidak ada sistem atau peraturan yang pasti mengenai tata cara menamai jalur. Bahkan, suatu peristiwa saja bisa dijadikan nama jalur seperti desa kami yang pernah menamai jalur gelombang tsunami saat peristiwa tersebut terjadi.



Katanya karena Angin

Malam ini udara begitu menyejukkan. Apalagi ditambah angin yang sepoi-sepoi. Sungguh waktu yang pas untuk duduk manis sembari memandangi bulan di beranda kamar. Dikala stress melanda saat berhadapan dengan berbagai tugas, saya rasa inilah waktu yang tepat untuk menyegarkan otak sejenak. Sungguh damai sekali malam ini.

Tiba-tiba emak datang dan menyarankan untuk masuk kembali ke kamar. Beliau sepertinya takut penyakit saya kambuh kembali. Apalagi jika ini berhubungan dengan angin dan udara dingin. Emak benar-benar takut saya mengalami masa kelam itu lagi. Padahal, bisa saja bukan hal itu yang menjadi penyebab utamanya. Mungkin, kebetulan Allah begitu sayang kepada saya hingga menitipkan ujian tersebut.
….
“Aba, muka ai nggak mau gerak”.

Itu adalah kalimat yang saya sampaikan ke aba ketika tiba-tiba sebagian muka tidak berfungsi alias kaku. Peristiwa ini sangat tiba-tiba. Sama sekali tidak terlihat gejala aneh hingga penyakit ini muncul. Panik. Tentu. Tapi Alhamdulillah orang tua menguatkan untuk tetap sabar menjalani ujian ini.

Seminggu sudah menjalani pengobatan di kampung namun tidak tampak perkembangan yang berarti. Akhirnya, orang tua membawa saya ke rumah sakit bagian spesialis saraf. Tahukah kalimat pertama yang diajukan sang dokter?

“Kenapa baru sekarang? Memangnya adek mau cacat? Kalau lebih lambat, kemungkinan tidak akan bisa kembali seperti sedia kala”.

Shock. Itulah perasaan saya kala itu. Tapi tetap mencoba untuk tenang dan bertanya lebih lanjut.

“Kira-kira kenapa ya saya mengalaminya, dok?”

Dokter menjelaskan bahwa angin menjadi penyebab utamanya, terutama angin dimalam hari. Terdengar aneh? Awalnya saya juga merasa demikian. Kemudian, dokter menjelaskan lebih lanjut jika ada kemungkinan disebabkan virus yang terbawa angin. Akan tetapi, sebenarnya belum ada penelitian lebih lanjut mengenai penyebab pastinya. Tapi, insyaAllah bisa sembuh jika melakukan terapi.

Selama pengobatan, dianjurkan agar mukanya tidak berhadapan langsung dengan angin. Maka, saya selalu menggunakan masker untuk menghindari interaksi langsung dengan angin. Terapi dilakukan selama kurang lebih 5 bulan. Walau muka saya tidak kembali seperti sedia kala 100%, namun Alhamdulillah sudah jauh lebih baik. Semua hal patut disyukuri.
Ketika mengingat kisah tersebut, rasa sedih terkadang masih melingkupi hati. Tapi, semua sudah menjadi ketentuan dari-Nya. Adakalanya saya berpikir jika penyakit ini bukanlah disebabkan oleh angin. Begitu banyak orang yang masih berkeliaran dijalanan pada malam hari, tapi mereka baik-baik saja. Mereka tidak mengidap penyakit bell’s palsy seperti yang saya derita.

Tapi apakah angin patut dipersalahkan? Apakah harus memarahinya? Tidak. Angin tidak salah. Terkadang angin memang membawa duka, akan tetapi memberikan lebih banyak manfaat dalam kehidupan. Hayo, apa saja manfaat angin? Terutama seperti yang dirasakan malam ini. Hehe

Bagi saya, ini merupakan ujian dari Allah tanpa mempedulikan penyebabnya. Mungkin, kebetulan saya lah orang yang Allah titipkan kasih sayang yang seperti ini. Buktinya sampai sekarang saya masih bandel melakukan kegiatan hingga malam hari menjelang. Jika Allah berkehendak atas sesuatu, maka semua bisa terjadi.

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day26




Sunday, July 30, 2017

Ketika diabaikan

Pernah diabaikan? Ah, dulu saya merasa bahwa diabaikan itu hal biasa biasa. Perasaan tersebut muncul karena ada sedikit harapan didalam hati. Akhirnya malah sebaliknya. Kenapa demikian? Sebab, kita mengharapkan sesuatu yang sekiranya tidak kita peroleh. Nah, apakah kita merasa diabaikan karena berharap? Saya kira demikian. Oleh sebab itu, jangan berharap jika tidak ingin kecewa. Susah, bukan? Iya susah. Kata-kata tak semudah pembuktiannya. Aku pun merasa demikian.

Jadi, haruskah acuh jika tak ingin mendapatkannya? Jangan. Bukankah Tuhan menyuruh kita untuk selalu berbuat kebaikan kepada sesama, walau feedbacknya sama sekali tak sama. Walau mungkin, perlakuannya "agak" berbeda. Terkesan klisekah? Entahlah.

Ada kalanya, kita mendapat perlakuan yang sekiranya agak berbeda bagi kita, mungkin saja karena kita pernah berbuat demikian ke yang lain. Mungkinkah,? Bisa jadi demikian. Mungkin inilah salah satu bentuk keadilan yang Tuhan berikan kepada kita. Layaknya Tuhan menyiratkan bahwa kita harus mencoba mengalami apa yang telah kita perbuat kepada orang lain. Iya, saya mengalaminya. Anggap saja ini balasan atas kesalahan betapa jahatnya saya.

Tapi, Tuhan lebih mengetahui daripada yang kita tahu dan sadari. Percayalah bahwa Dia maha pemurah dan penyayang untuk hambaNya. Maka, inilah salah bentuk kasih sayang-Nya kepada kita semua

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day25

Saturday, July 29, 2017

(Cerpen) Aichan, Jangan Menangis

Hari ini hujan membasahi bumi. Tetesan air yang jatuh membawa kesejukan selepas panasnya mentari yang menaungi bumi di siang hari. Kulihat banyak orang yang memilih berdiam diri ataupun sekedar duduk santai di teras rumah mereka. Pemandangan berbeda terlihat pada sekumpulan anak-anak yang lebih memilih bermain dengan ceria di bawah guyuran air hujan. Aku hanya tersenyum melihat kebahagiaan mereka.

Aku sendiri lebih memilih memanjakan diri di atas tempat tidur. Selain tidak tahu apa yang harus dilakukan, aku juga malas untuk pergi kemana-mana saat suasana hujan seperti ini. Tiba-tiba ponselku berbunyi pertanda ada pesan yang masuk.

“Yades, waaah udah lama sekali ya. Bagaimana kabarnya?”

Pesan singkat dari sahabat yang sudah merantau jauh mengikuti sang suami. Seorang sahabat yang entah sejak kapan dia mulai mengisi hati dan keseharianku. Seorang sahabat yang selalu menghadirkan keceriaan karena sifatnya yang polos, penuh canda tawa dan ceria serta mudah akrab dengan siapapun.

Syukurlah sekarang dia sudah menemukan kebahagiaannya. Entah kenapa, tiba-tiba pikiranku melayang ketika dia harus mengalami kisah yang menyedihkan. Mungkin akulah yang menyebabkan dia harus menetaskan air mata demi seseorang yang tak pantas untuk ditangisi. Aku hanya menghela nafas sembari memutar memori kisah yang dulu terjadi.
….
“Yades, lagi dimana?” Itulah pesan singkat yang kuterima dari aichan. Sejujurnya aku tahu maksud dari pesan tersebut. Sejenak kecemburuan hinggap dihatiku, tapi cepat-cepat kutepis karena bagaimanapun dia sahabatku. Maka aku harus mendukungnya. Apalagi, akulah yang menjadi dalang dibalik semua ini.

“Pasti mau jumpa dokun.”

Dia hanya tertawa ketika hal itu kuutarakan. Aku sendiri tidak rela jika harus menghapus senyumannya. Apalagi sangat jarang kusaksikan air mata jatuh dipelupuk matanya. Entah dia benar-benar kuat atau malah begitu pandai menyembunyikan kesedihannya. Everyday is happy sekiranya slogan yang selalu dia gunakan. Padahal, aku sangat ingin jika dia berbagi semua yang dia rasakan.  

Hingga suatu hari, tiba-tiba dia meneleponku di tengah malam. Aku menduga pasti telah terjadi sesuatu. Seketika telpon diangkat, tiada suara yang terdengar. Tiada sahutan sama sekali ketika salam kuucapkan. Tak lama kemudian, dia bersuara memanggil namaku. Tapi hanya satu kata itu saja. Kemudian suasana kembali sunyi.

“Ada apa? Aichan, ayo cerita.”

Kemudian tangisannya pecah. Itu adalah kali pertama kumendengar isak tangisnya. Tapi, tak ada yang bisa kulakukan selain tetap menenangkannya lewat kata-kata karena terpisah jarak. Aku merasa gagal menjadi sahabat yang seharusnya merangkulnya, menghapus air matanya atau memeluknya. Semua itu tak bisa kulakukan.

Aichan, tenanglah. Saat ini tidak akan ada yang menyakitimu. Percayalah, seseorang yang ditakdirkan Allah bersamamu merupakan orang pilihan yang akan selalu menemanimu dikala susah dan senang. Percayalah, dia tidak akan membiarkan air mata membasahi pipimu. Walau dirundung kesedihan sekalipun, maka dialah orang pertama yang akan memeluk dan menenangkanmu. 

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day24

Friday, July 28, 2017

Hati-Hati dengan Meterai

Siapa yang tidak tahu meterai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, meterai merupakan cap tanda berupa gambar yang tercantum pada kertas atau terukir (terpateri dan sebagainya) pada kayu, besi, dan sebagainya; cap; tera; segel.

Apabila suatu dokumen sudah dibubuhi meterei maka akan memiliki kekuatan yang setara dengan hukum. Jadi, apabila sudah ada penyelewangan terhadap sesuatu atau perkara yang berkaitan dengan isi dokumen yang telah dibubuhi meterai dan tanda tangan, maka bisa dituntut di pengadilan. Oleh sebab itu, jangan macam-macam dengan sesuatu yang dibubuhi meterei dan menandatanganinya tanpa membaca terlebih dahulu. Sebab, hal ini menandakan bahwa secara tak langsung kita telah menyetujuinya.

Ada sebuah kisah yang saya peroleh dari salah satu dosen di kampus. Saya tidak tahu apakah kisah ini benar atau hanya fiktif. Berikut kisahnya.
Ada sepasang suami istri yang hidup berkecukupan. Sang istri menjabat sebagai salah satu orang penting di suatu perusahaan. Mereka hidup dengan penuh kebahagiaan dan ketenangan. Walau ada perselisihan, namun bisa diselesaikan secara baik-baik.

Singkat cerita. Suatu hari sang suami meminta sang istri untuk menandatangani beberapa dokumen, salah satunya dokumen yang menyetujui untuk mengikuti salah satu program jalan-jalan ke luar negeri. Maka, berangkatlah sang istri ke luar negeri tanpa suami dan anak-anaknya sebab mereka mempunyai kepentingan yang harus diselesaikan di Indonesia.

Selepas kembali dari acara jalan-jalan, sang istri kaget ketika mendapati sang suami tidak di rumah. Ketika ditanyakan ke sang anak, mereka hanya menjawab bahwa ayah sudah berada di rumah lain. Tentunya sang istri kaget bukan kepalang. Maka, dia pun segera menghubungi sang suami dan menanyakan perihal yang sedang terjadi. Sang suami menjawab bahwa dia sedang bersama dengan istrinya yang lain. Kekagetan disertai kemarahan sang istri semakin menjadi.

Sang istri menanyakan kenapa hal ini terjadi. Sang suami menjawab jika sang istri sudah memberikan izin untuk menikah istri keduanya. Ketika ditanya balik kapan hal itu terjadi. Jawaban sang suami membuat sang istri hampir pingsan.

“Loh, kemarin mama sudah menandatangi dan menyetujui surat persetujuan mengenai pernikahan kedua papa.”

Rupanya, di antara banyaknya dokumen yang ditandatangani terselip surat persetujuan tersebut. Istrinya marah dan segera menjemput sang suami.
Nah, kira-kira pembelajaran apa bisa diambil?
Ketika kita akan melakukan sesuatu terutama hal yang sangat penting, maka perhatikan secara seksama terlebih dahulu. Apalagi jika berhubungan dengan penandatangan berbagai dokumen, perlu membaca secara seksama perihal isi dalam dokumen tersebut agar tidak adanya penyesalan. Maka, mari mulai membiasakan diri untuk tetap tenang, tidak terburu-buru serta membaca terlebih dahulu.

“Kritis dan teliti itu penting agar tidak salah langkah.”

#30DaysWritingChallenge
#30DWC

#Day23

Thursday, July 27, 2017

Jangan Risau

Terkadang manusia merasa harus mencapai targetnya sesegera mungkin. Adakalanya walau sudah berusaha sekuat tenaga, tapi mereka belum merasa puas akan hal yang telah dicapainya. Padahal, sebenarnya masih banyak waktu untuk mengejarnya. Mungkin, ada dari mereka yang terkesan terburu-buru karena melihat orang sudah menjalaninya. Nah, kira-kira apa sih? Saya yakin teman-teman sudah bisa menebaknya. Yup. Menikah.

Sudah menjadi fitrah manusia jika memiliki keinganan untuk menikah. Apalagi jika teman-teman mereka sudah tidak single lagi. Maka, makin sesaklah dadanya ingin dijemput juga. Istilahnya ikutan baper melihat teman-teman sudah kemana-mana bersama pasangan halalnya. Hihi Eits, tapi tidak semua orang demikian loh.

Saudariku, jangan risaukan sesuatu yang telah pasti. Lakukanlah apa-apa yang menjadi kewajibanmu saat ini terlebih dahulu. Bukankah semua akan indah pada waktunya? Jadi, untuk apa terlalu memusingkannya. Menikah bukanlah perkara siapa cepat dia nikah. Bukan. Masih banyak hal yang harus dipertimbangkan karena kehidupan rumah tangga bukanlah perkara mudah untuk dijalani.

Memang, kita tidak pernah tahu dengan takdir Allah kelak. Semua masih menjadi rahasia-Nya yang entah kapan kita mengetahuinya. Tapi, tetap tenang, semua akan terungkapa pada masanya.

Terkadang kita merasa bahwa perjalanan masih panjang. Maybe yes maybe no. Anggap saja demikian. Oleh sebab itu, apa lagi yang kita tunggu? Nikmati, hayati, dan resapi semua hal yang dilalui. Perjalanan tersebut takkan terasa lambat jika kita melakukan berbagai kegiatan positif, menyibukkan diri, serta meraih semua impian yang telah direncanakan.

Memang terkesan santai, tapi tentu saja ada kepastian kelak. InsyaAllah. Jadi, bukan berarti sekedar duduk tenang saja, melainkan selalu membenahi diri, memantaskan serta tetap bergerak.

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day22


Tuesday, July 25, 2017

Keceriaan Anak-Anak di Rumah Singgah YKAKI

Sesungguhnya keceriaan mereka adalah sebenar-benarnya obat.

Malam ini saya berkesempatan hadir di tengah-tengah keceriaan anak-anak tersebut di Rumah Singgah YKAKI. Rumah singgah YKAKI (Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia) ini merupakan satu tempat singgah atau sekiranya penginapan sementara bagi pasien yang menderita kanker. Dalam hal ini mereka sedang menjalani perawatan atau terapi kanker yang berasal dari luar kota sehingga membutuhkan tempat menginap. Tentu saja ini sangat membantu bagi mereka yang tergolong keluarga yang kurang mampu. Oleh karena itu, salah satu syarat lainnya berupa  menggunakan fasilitas BPJS kelas 3 dan sejenisnya.

Kita tahu bahwa begitu banyak orang baik yang Allah hadirkan dalam kehidupan kita. Salah satunya adalah Claudia, seorang pelajar yang berinisiatif untuk merayakan ulang tahunnya bersama anak-anak di rumah singgah YKAKI. Dia membawa serta keluarganya untuk berbagi kebahagiaan dengan adik-adik tersebut. Keseruan semakin semarak dengan dihadirkannya mickey mouse dan pak badut. 

Berjumpa dengan mereka membuat saya merasa malu akan sikap saya yang terkadang pesimis dalam menjalani kehidupan ini. Ketika melihat keceriaan dan kebahagiaan yang terpancar diwajah mereka, entah kenapa sama sekali tidak terlihat jika Allah sedang menitipkan ujian kepada mereka. Semua kesedihan sama sekali tidak tampak diwajah mereka. Mereka tertawa dengan ceria. Senang rasanya melihat senyuman dan suara tawa mereka. Aduh, jadi baper. 

Mereka begitu menikmati acara pada hari ini. Ketika ditanya pak badut mengenai cita-cita di masa depan, semua menjawab dengan antusias jika kelak ingin menjadi pengusaha, guru, dokter, TNI, polisi dan profesi lain. MasyaAllah. Betapa besarnya impian kalian, dek. Semoga Allah mendengar semua impiannya ya dek.




Dek, semangat kalian begitu menginspirasi. Keceriaan kalian begitu menghangatkan jiwa. Kebahagiaan yang kalian berikan begitu berbekas dihati. Semoga Allah tidak melunturkan senyum diwajah kalian. Percayalah, sesungguhnya Allah sayang kepada kalian.”

#DaysWritingChallenge
#DWC
#Day20

Sunday, July 23, 2017

Ketika Jenuh Menghampiri

Pernah merasa jenuh ketika mengerjakan sesuatu? Pastinya pernah. Sesuka apapun kita akan suatu aktivitas, ada kalanya jenuh menghampiri. Kenapa bisa? Itulah salah satu fase dalam menjalani sebuah rutinitas. Haruskah berhenti dikala itu atau malah mengubah haluan? Jangan. Jika kau lakukan, pada akhirnya malah tidak akan mencapai hasil akhir dari aktivitas tersebut. Bukankah dari awal pengerjaan, kita telah menetapkan tujuannya? Nah, bagaimana mungkin kita menyerah hanya karena jenuh. Apalagi jika sampai merasa bahwa hanya kegagalan yang terus menghampiri. Sementara ujung dari aktivitas tersebut belum tampak jelas, bahkan masih blur.

Ketahuilah, fase adalah suatu perjalanan yang harus kita lalui. Panjang pendeknya tergantung kita yang menjalaninya. Pasang surut itu hal biasa. Disaat jenuh? Lakukan refresing, tapi tetap tidak mengabaikan tujuan utama kita untuk menyelesaikannya. Disaat gagal terus? Bangkitlah. Jika kau tak mempunyai tangan untuk menarikmu, atau dorongan dari belakang, maka bangkitlah sendiri. Sebab, power yang sesungguhnya terdapat pada dirimu sendiri. Tak sulit. Cukup biasakan. Tahukah kau? Motivasi terbesar bahkan berasal dari diri sendiri. Jadi tunggu apalagi. Pemikiran kegagalan terjadi karena ketidakberdayaan kita untuk mengalahkan pikiran negatif akan kegagalan itu sendiri. Cobalah untuk mengubah suatu kegagalan sebagai hal positif. Susah? Mungkin. Tapi, percayalah, akan ada banyak hal yang bisa kau raih dan kerjakankan setelah mempositifkan suatu kegagalan.

Jangan pernah berpikir bahwa kita tak bisa melakukannya. Jika belum dijalani sampai akhir, bagaimana kita bisa tahu? Proseslah yang banyak mengajari nilai-nilai kehidupan. Tinggal kau petik hikmah dibalik suatu proses. Percayalah, tak ada yang instan di dunia ini. Jadi, nikmati proses dan ikhlaskan diri ketika menjalaninya.
untuk diriku dalam menjalani proses.

#30DyasWritingChallenge
#30DWC
#Day21

Ketika Terlalu Berharap


Ketika pikiran ini melayang pada masa yang pernah kulalui hingga membawa saya pada sebuah kisah.

Perhatian dan kebersamaan adalah awal kisah cinta.

Saya setuju dengan kalimat ini. Sekiranya, sejauh ini hal tersebut berbanding lurus dengan kenyataan. Bagaimana  bisa saya yakin? Saya pernah mengalaminya. Ironis bukan? Begitu perhatian berlalu, perasaan tersebut malah makin menggebu-gebu. Bukannya hilang, malah makin mengambang dipermukaan. Sungguh berat menjalani dengan perasaan seperti ini. Kesedihan kerapkali melanda ketika semua sudah tak sama. Sungguh sangat menyedihkan. Aduh, maaf pernah galau.

Seyogyanya, tiada pihak yang harus disalahkan. intropeksi diri. Nah itulah yang harus dilakukan. Istilah sekarang, terlalu baper. Yup. Sungguh sentitif perasaan wanita. Hanya karena hal kecil yang tidak berarti olehnya, malah menjadi hal besar yang sungguh bermakna dihati.

Pertanyaan selanjutnya. Kenapa hal tersebut bisa terjadi? Sederhana. Jangan pernah bohongi hatimu. Saya percaya, pada saat kondisi tersebut, kita terlalu berharap pada makhluk Allah. Bahkan mungkin melebihi harapan kepada Rabb nya. Astaqfirullahal'azim. Sayapun pernah mengalami yang demikian. Sedih pasti dirasakan. Istilah sekarang galau. Namun Allah masih sayang, sehingga menegur dengan caraNya. Tahukah kau? Sesungguhnya Allah selalu memperhatikan dan menasehati kita dengan caraNya. Namun, terkadang kita yang belum peka akan kodeNya. Bukankah disaat semua meninggalkan kita, Allah selalu bersedia untuk menemani? Jadi kenapa tak berharap saja HANYA kepadaNya? Percayalah, Allahlah yang akan selalu mendamaikan hati ini. Pesan dari diriku dimasa lalu untuk diriku dimasa sekarang agar lebih baik dimasa depan.

Berharap kepada makhluk Allah hanya akan menimbulkan luka, namun jika hanya menumpahkan harap kepadaNya maka engkau akan meraih hal terduga yang telah disiapkanNya. Percayalah.

#30DyasWritingChallenge
#30DWC
#Day19

Sepenggal Kisah di Asrama





Mereka bilang itulah sangkar emas. Bangunan yang penuh kemegahan namun dibatasi dengan berbagai peraturan. Iya, kehidupan asrama nan penuh kenangan kembali terkenang. Sebuah buku yang tak sengaja saya temukan dibalik tumpukan buku lain, membuat saya kembali mengingat kisah-kisah yang dilalui ketika mengenyam pendidikan di sekolah tersebut. Kisah yang tiada duanya walau hidup dalam keterbatasan. Kenapa keterbatasan padahal bangunannya sangat megah? Itu sekarang. Kisah yang saya ceritakan bermula dari bangunan lama yang sangat sederhana namun penuh kehangatan.
...
Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan menengah atas disalah satu sekolah favorit di kabupaten, yakni SMAN Pintar Kabupaten Kuantan Singingi. Untuk bisa bersekolah disini, harus mengikuti beberapa tahapan tes. Tiap kecamatan hanya akan terpilih lima orang dengan nilai tertinggi. Maka, akan ada 60 siswa tiap angkatan karena terdapat 12 kecamatan pada masa saya bersekolah. 

Kebetulan, saat itu kami masih belum pindah ke bangunan baru. Maka, sistem pembagian asrama, terdiri dari tiga hingga empat orang tiap kamar yang nantinya diisi oleh siswa kelas X, XI, dan XII sehingga adanya pengawasan secara tidak langsung dari senior. Ukuran kamarnya dapat dikatakan sangat sederhana walau terkadang sempat berpikir terlalu sempit. Tapi, semua hal tersebut harus tetap disyukuri karena Allah masih memberikan kami tempat bernaung. Asrama cowok dan cewek terpisah lumayan jauh dan kurang beraturan karena masih keterbatasan ruangan. Kamar mandi pun sangat terbatas. Namun, itu semua tidak menghalangi semangat kami untuk menuntut ilmu dan menjalani kehidupan asrama.

Banyak kisah yang diukir ketika masih berada di sekolah lama. Salah satunya adanya antrian mandi. Nah, kebetulan semua kamar mandi tidak bisa digunakan sehingga kami semua mandi di belakang asrama dengan sistem antri plus antri basahan juga. Bagi yang malas antri, biasanya bangun sebelum subuh agar bisa mandi sepuas-puasnya karena belum ada umat yang mandi. Bagi yang mandi belakangan, tunggu aja salah satu kendala yang akan dihadapi yakni air yang mengalirnya mulai tidak lancar karena kehabisan stok. Hihi Saya sering kejadian hal ini karena paling malas mandi  saat subuh.

Oh ya, dulu kami juga pernah mengangkut air dari bak besar yang berisi air PAM. Pengambilan sore hari untuk mandi pada sorenya dan pengambilan malam hari untuk mandi dipagi hari. Nah, pernah kemalangan karena air yang diambil pada malam hari lenyap beserta embernya diambil seseorang. Sedihnya. Padahal sudah capek-capek mengakut air jam 10 malam untuk stok air keesokan harinya.

Kisah lainnya. Biasanya kami makan dengan sistem prasmanan. Sebelum ada jadwal piket yang mengurusi makanan, maka siap-siap tidak mendapat jatah dikala datang paling akhir. Pernah? Pernah dan ini terjadi pada bulan puasa. Tapi, semenjak disusun jadwal peserta piket yang mengurusi makanan, alhamdulillah semua sudah teratasi dengan baik.

Apakah hal ini membuat saya menyerah untuk sekolah disana?

Tidak. Saya tetap bahagia karena hidup di asrama merupakan perjuangan. Pengalaman sekolah di asrama mengajarkan saya betapa pentingnya kemandirian, kesabaran dan kedewasaan. Walau mungkin terkesan begitu banyak kejadian yang kurang mengenakkan, akan tetapi semua tertutupi karena kisah bahagia lainnya, termasuk kisah perjumpaan dan kebersamaan saya dengannya. Hihihi 

Kenangan-kenangan ketika di asrama benar-benar membuat saya merindukan kembali masa-masa itu. Ada satu waktu yang membuat saya begitu ingin kembali dan memperbaikinya. Akan tetapi, semua hal itu takkan bisa terjadi. Iya. Sesuatu yang telah putus takkan pernah bisa disambung kembali. Walau menggunakan lem  atau diikat kembali sekali pun, hal itu takkan sesempurna kisah sebelumnya. 

Sebetulnya, banyak kisah lain yang ingin saya ceritakan. Namun, bukan sekarang waktu yang tepat Jadi, tunggu dikisah lainnya. 

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day18