Malam itu, Telfon Neni benar-benar mebuatku terhenyak. Aku masih terpaku dimeja belajarku. Aku masih tak bisa membayaangkan bagaimana besoknya jika bertemu dengannya. Aku kecewa, marah, malu dan bahagia. Bagaimana bisa temanku sendiri yang telah ku anggap sebagai saudara harus bersama dengan dia. Dia yang selalu menjahiliku, dia yang selalu menggangguku, dia yang selalu membantuku dikala kesusahan, dia yang selalu memarahiku jika aku berbuat salah, dia yang selalu menemaniku dikala aku sedih. Dia, dia, dia yang selalu, selalu. Air mataku mulai membasahi pipiku. Aku tak dapat menahannya lagi. Buku-buku yang ada di atas meja kubiarkan tergeletak begitu saja. Mama yang sedari tadi menyuruhku untuk tidur, tanpa sadar tidak kuhiraukan. Aku benar-benar tidak tahu kenapa air mataku tak berhenti. Sebenarnya apa yang membuat air mataku mengalir. Bagaimana perasaan sedih ini menghampiriku. Hatiku sakit, jika menginngat besok harus berjumpa. Bagaimana bisa aku bisa seperti ini. Apa yang membuatku menjadi lemah seperti ini. Jadi ini maksud semua yang terjadi pagi tadi. Suaraku tidak bisa keluar walau aku ingin berteriak sekeras-kerasnya.
...
“Rini, kamu melihat Rangga?”neni tiba-tiba mengagetkanku dengan pertanyaan yang tak terduga. Bagaimana bisa Neni tiba-tiba mencari Rangga, karena mereka tidak pernah dekat sebelumnya. Sewaktu aku mengajaknya jumpa Rangga dia selalu ogah-ogahan.
“hmm...sepertinya dia dibelakang sekolah, biasa ngumpul sama teman-temannya yang bandel”.
“yaudah, aku kesana dulu ya.”
Neni meninggalkanku dengan kebengongan. Tapi aku tidak mempunyai prasangka yang aneh-aneh terhaap temanku sendiri. Paling-paling Rangga dipanggil guru karena kebandelannya dan Neni betugas memanggilnya, secara Neni gadis yang pintar dikelasku. S
Tanpa pikir panjang aku kembali ke kelas tanpa harus menunggu Neni, karena sepertinya dia sibuk.
“ah, nanti aja tanya apa urusan dia dengan Rangga”. Pikirku.
Sesampainya di kelas aku mengeluarkan buku Fisika, karena jam kelima pelajaran yang kusukai. Tiba-tiba Rangga menghampiriku. Aku kaget karena kehadirannya sama sekali tidak kusadari.
“kamu tadi membiarkan Neni menemuiku ya?”
“ha? Kenapa? Tidak ada yang salahkan?” jawabku sembari kaget dengan pertanyaannya. lagian, pertanyaannya sungguh aneh. Reflek aku jengkel.
“kenapa kamu tidak menghalanginya?”
“kenapa harus?”
“kenapa kamu tidak mengerti perasaanku?” tiba-tiba nada suaranya meninggi. Tentu saja aku juga tambah jengkel.
“aku nggak ngerti kenapa kamu tiba-tiba marah. Kamu aneh, tiba-tiba marah, tiba-tiba baik. Kamu aneh, dan aku nggak ngerti sama kamu”.
“kamu benar-benar nggak peka ya, Rin”.
Tiba-tiba Rangga meninggalkan kelas tanpa menghiraukan panggilanku. Tak lama kemudian pelajaranpun di mulai. Tentu saja saat itu Rangga bolos untuk pelajaran Fisika.
Setibanya di rumah aku langsung merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku capek dengan semua hal yang terjadi hari ini. Aku bingung dan penasaran dengan Rini yang mencari Rangga, dan Rangga yang tiba-tiba marah kepadaku. Aku benar-bena tidak tahu apa yang telah terjadi. Tiba-tiba hp ku berdering. Panggilan masuk dari Rangga. Aku langsung mengangkatnya dengan segera.
“Rin, aku minta maaf tadi sudah marah-marah padamu.” Ini Rangga yang biasa, yang selalu lembut jika berhadapan denganku.
“tidak apa-apa, aku maklum kok kamu marah, pastinya karena aku ada salah sama kamu. Kamu kan tidak pernah marah tanpa alasan. Nah, kali ini ada hal apa? Ayo, cerita sama sahabatmu yang baik, imut, ceria, dan cengeng ini.”
“Rini, mungkin mulai sekarang aku tidak bisa lagi selalu ada unutukmu.”
“kenapa? Kok kamu ngomongnya gitu?” aku kaget karena tiba-tiba saja dia membuat pernyataan seperti itu. Hal yang tak pernah terjadi sebelumnya.
“Rini, mungkin aku tak sebaik yang kamu kira. Aku memang bandel, sering bolos, sering marah-marah, emosi dan egois. Semua orang takut padaku. Tapi aku mulai berubah sejak bersamamu. Kamu selalu berusaha untuk mengubahku menjadi lebih baik, menjadi lebih dihargai oleh orang lain. Kamu tak pernah menyerah untuk melakukan semua itu. Kamu penyemangatku, Rini. yaahh...walau sekarang aku tidak banyak berubah”.
“waduh, kenapa tiba-tiba memuji aku sih? Aku jadi malu”.
“perasaanku pun begitu. Seiring waktu semuanya telah berubah, Rini. Aku berusaha agar kamu menyadarinya. Tapi kamu tidak pernah tahu, Rin. Kamu sama sekali tidak sadar. Kamu benar-benar nggak peka, Rin. Aku tahu, kamu tidak pantas disalahkan, akulah yang kurang berusaha untuk mendapatkan kamu, Rin”.
“Tung, Tunggu, Rangga. Kamu ngomong apa? Aku tidak mengerti. Mendapatkanku? Bukankhn aku selalu bersamamu. Kamu juga akhir-akhir ini selalu membantuku. Kamu selalu ada untukku”.
“kamu pastinya tidak pernah memaknai semua tindakankukan?”
“aku, aku, aku tidak mengeti”. Aku mulai gagap. Aku bingung semua hal yang dibicarakan Rangga.
“tidak-tidak apa Rini. Semua ini bukan salahmu. Akulah yang gampang putus asa dan terlalu menyerah untuk mendapatkanmu”.
“halo...halo...!. tiba-tiba Rangga memutus telfonnya. Sewaktu aku menelpon kembali, sama sekali tidak masuk. Aku bingung. Benar-benar bingung dengan sikap rangga.
“ahh...mereka semua aneh. Aku pusing. Lebih baik aku cepat-cepat tidur. Capek.” Aku langsung tidur untuk menghilangkan hal yang membuatku pusing.
...
Sudah beberapa minggu
sejak kejadian itu. Aku memang tidak serapuh dulu, tapi hatiku masih enggan
untuk bangkit. Ingin ku tanyakan apa yang terjadi pada diriku ini kepada para
sahabatku, tapi aku tak sanggup menghadapi mereka. Aku diterpa keraguan,
kekecewaan, dan kesedihan jika menghadapi mereka. Hari-hari yang kulalui di
sekolah terasa hampa. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada
diriku. Mereka juga sudah jauh. Aku benar-benar kesepian.
Siang ini aku pulang
agak terlambat, karena aku harus piket. Sesampainya di gerbang aku melihat
Neni. Sebenarnya aku agak segan jumpa sama dia, karena bukan berarti aku
menghindar, hanya saja dia duluan yang menjauhiku tanpa sebab.
“Rin, aku mau bicara
sebentar”. Cegahnya tepat didepanku. Kulihat matanya agak sembab, aku tidak
tahu apa yang telah terjadi. Aku pun enggan menanyakannya.
“aku minta maaf selama
ini menghindarimu. Aku menjauh darimu. Padahal kau adalah teman pertamaku sejak
masuk sekolah ini. Aku benar-benar jahat”. Neni masih terus bercerita. Aku
hanya setengah terkejut atas pernyataannya. Karena aku tahu dia yang salah
duluan.
“hari ini, aku
menyerah. Kamu tahu kenapa dulu aku mencari Rangga? Padahal sebelumnya akku
tidak pernah dekat sama dia. Aku tahu dia hanya mau dekat sama kamu”. Arah
pembicaraannya mulai mengarah kepada Rangga pikir. Ada apa ini.
“awalnya aku pikir dia
cowok yang bandel, tapi seiring waktu bersamamu dia mulai berubah. Aku tidak
tahu apa yang membuatnya seperti itu. Begitu juga perasaanku. Aku mulai
menyadarinya. Aku mulai menyukainya, Rin. Aku tahu perasaanku ini salah. Tapi
ini semua tak bisa ditahan. Pada hari itu aku menembaknya, tapi kamu tahu? Aku
di tolak, iya aku ditolaknya dengan alasan dia menyukai cewek lain.” Aku kaget,
Rangga menyukai cewek lain? Siapakah gerangan? Kenapa aku tidak tahu?
“aku sedih, hari itu
aku tidak masuk, aku hanya menangis di uks. Aku malu dan sedih. Tapi
kesedihanku tidak berlangsung lama. Karena malamnya Rangga menelponku dan dia
bersedia menerimaku. Aku senang. Tap aku tidak menceritakannya kepadamu. Aku
takut kamu terluka. Selain itu, ketika diam-diam aku memperhatikan Rangga,
rupanya dia masih menyimpan perasaan itu terhadap cewek itu. Aku kira bisa
memenangkan perasaan Rangga seutuhnya. Rupanya tidak, Rin”.
aku terpaku mendengar
semuanya. Aku tidak percaya. Atau aku pura-pura tidak percaya. Apa yang disukai
Neni dari Rangga? Kemudia aku tersadar.
“tapi kenapa kamu
menjauhiku hanya karena ini? Bukankah kita sahabat? Rangga juga menjauhiku. Dia
dingin dan acuh terhadapku. Jujur saja, aku sedih dan agak iri atas perlakuan
Rangga terhadapmu. Karena biasanya Rangga hanya baik kepadaku walau kita sering
berdua. Aku tahu itu tidak adil, tapi
aku tidak tahu kenapa Rangga bersikap begitu kepadaku”. Suaraku mulai bergetar.
Sepertinya tangisku mulai tak tertahan.
“itulah kekuaranganmu
Rin. Kamu benar-benar tidak peka, dan sama sekali tidak menyadari perasaannya.
Aku sadar, selalu sadar kalau Rangga selalu memperhatikanmu. Dia selalu baik,
selalu membantu, menyemangatimu. Aku heran, kenapa bisa Rangga yang bandel
bersikap seperti itu terhadapmu? Masihkah kamu tidak sadar, Rin?” Neni mulai
menangis, suaranya hampir kurang jelas terdengar.
“dewasalah Rini, hadapi
kenyataan ini. Kamu bukan lagi anak-anak yang harus diingatkan atas semua hal.
Sikapmu ini pada akhirnya menyakiti Rangga dan aku. Kamu jahat Rin. Aku muak
atas kepolosanmu yang serasa dibuat-buat”. Aku kaget dan mulai jengkel dengan
pernyataan Neni.
“apa yang membuatmu
berpikir aku pura-pura polos? Aku tidak mengerti”.
“kamu selalu seperti
itu, kamu tidak peka terhadap sekelilingmu. Aku katakan, kenapa kamu merasa iri
dan sedih melihat aku dengan Rangga. Aku jelaskan, kamu itu cemburu, kamu
mengerti kamu itu cemburu, Rin”. Suara Neni semakin meninggi. Ini Nenni yang
tidak biasa. Tapi, aku cemburu? Apakah benar? Kenapa aku harus cemburu? Inikah
yang namanya cemburu?
“kamu benar-benar bodoh
jika tidak mendapat jawaban kenapa kamu cemburu. Kamu itu jelas-jelas tidak
menganggap Rangga hanya sebatas teman. Kamu menganggap dia lebih dari teman.
Kamu menyukainya, Rin”. Tangisan neni pun pecah. Aku yang semula menangis, kini
terdiam. Kata-katanya masih tergiang, aku menyukai Rangga? Aku cemburu karena
sekarang Rangga dekat dengan Neni? Jadi, inilah maksud kesedihan, kekecewan,
dan iri yang kurasakan. Aku menyukai Rangga. Aku sama sekali tidak menyadari
perasaan ini. Kenapa semua seperti ini. Apa yang harus aku lakukan. Kenapa
harus sekarang. Perasaan yang baru kusadari ini pun hanya akan menyakiti Neni.
Bagaimana ini?
“aku tidak mau
dekat-dekat denganmu setelah jadian dengan Rangga karena aku tidak Rangga
memperhatikan kamu lagi. Aku hanya ingin dia melihatku. Aku pun menyuruh Rangga
agar tidak usah lagi berdekatan denganmu”
“kamu jahat neni.
Kenapa kamu bersikap tidak adil seperti?
“tidak adil? Kamu yang tidak adil. Kamu yang tidak adil terhadap aku dan Rangga. Terutama Rangga, kamu tidak adil terhadap perasaannya”.
“tidak adil? Kamu yang tidak adil. Kamu yang tidak adil terhadap aku dan Rangga. Terutama Rangga, kamu tidak adil terhadap perasaannya”.
“tapi Rangga tidak
pernah mengatakannya kepadaku, nen”
“haruskah? Seharusnya
kamu sadar atas semua perlakukannya. Tapi selalu merasa biasa-biasa saja. Coba
kamu bayangkan, kenapa bisa cowok bandel datang pagi-pagi hanya untuk membantu
piketmu? Mengambil catatanmu yang tertinggal karena kelupaanmu”
“itu, itu semua”. Aku menangis atas kebodohanku. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Aku benar-bear terhenyak atas pernyataan Nnei. Aku tidak menyadarinya.
“itu, itu semua”. Aku menangis atas kebodohanku. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Aku benar-bear terhenyak atas pernyataan Nnei. Aku tidak menyadarinya.
“kenapa kamu
mengatakannyasekarang, nen?”
“aku sebenarnya tidak
mau semua ini terjadi. Tapi aku benar-benar kalah. Jangan kamu ambil Rangga
dariku Rin. Aku tidak rela, aku tidak mau. Cukup semuanya. Aku benar-benar muak
denganmu Rin”. Rini berlari meninggalkanku. Aku masih terpaku dengan airmata
yang membasahi pipiku. Akankah aku akan berteman dengan Neni lagi.. bagaimana
aku harus menghadapi Rangga setelah mengetahui hal ini.
“hikshiks...Rangga
jangan tinggalkan aku, aku aku menyayangimu. Maafkan aku baru sadar sekarang.
Aku bodoh, Rangga...”
No comments:
Post a Comment