Tuesday, June 28, 2016

Percayalah akan kekuatan do'amu

Do’a merupakan suatu harapan yang disampaikan kepada sang pencipta, yakni Tuhan Yang Maha Esa. Suatu harapan yang bisa saja berupa kebaikan atau mungkin malah hal-hal buruk? Astaqfirullah. Semoga kita tidak meminta hal buruk yang demikian kepadaNya. Sekiranya, tidaklah pantas jika kita malah mengingkan hal-hal buruk terjadi ke sesama makhluk Allah. Semoga tidak ya, kawan-kawan.

Saya yakin bahwa kita selaku makhluk Allah selalu berharap atas terkabulnya do’a yang kita kirimkan. Seperti layaknya surat yang dikirimkan ke si dia, dan kita menunggu balasan darinya hingga berlumut. hihii Bercanda

Sudah sifat manusia, jika menginginkan semua hal yang menjadi harapannya terpenuhi. Sudah sifat manusia, jika tidak puas hanya dengan hal kecil saja. Ya, mungkin saya pun demikian.

Nah, apakah yang akan terjadi, jika rupanya Allah belum mengabulkan apa yang menjadi harapan kita? Haruskah kita marah? Haruskah kita menyalahkan Allah? Haruskah kita menyerah? Haruskah kita merasa bahwa Allah belum adil disaat do’a orang lain dikabulkan?

Wahai kawan, Allah tidak pernah tidur. Wahai kawan, Allah selalu mendengar semua yang kita sampaikan. Wahai kawan, Allah selalu adil kepada semua hambaNya. Percayalah, Allah selalu mencintai makhlukNya yang bersabar. Oleh sebab itu, apakah kita pantas melakukan hal-hal di atas? Jawabannya tidak. Wahai kawan, janganlah marah ketika do’amu belum terkabul. Wahai kawan, janganlah pernah menyalahkan Allah dan merasa DIA tidak adil. Wahai kawan, janganlah menyerah akan semua do’a-do’amu.

Mari kita renungkan bersama-sama. Kenapa Allah belum mengabulkannya? Cobalah kita “bercermin” dan memahami diri kita sendiri. Apakah usaha kita telah sejalan dengan do’a yang kita sampaikan? Jika sudah, maka sudah sejauh manakah usaha tersebut? Baiklah. Kita telah berusaha sangat keras dan pantang menyerah agar harapan kita tercapai. Selanjutnya, apakah ibadah kita telah maksimal untuk merayuNya? Belum kah? Maka rayulah DIA dengan “rayuan” mautmu, seperti ketika kamu merayu si dia, hihihi. Eeeh beda ya. hehe. Back to topic. Nah, jika rupanya kita merasa bahwa ibadah kita telah full untuk merayuNya, namun belum juga terpenuhinya harapan yang diinginkan, maka bersabar dan berprasangka baiklah selalu kepadaNya. Sesungguhnya, bisa jadi Allah sedang memperhatikan kesungguhan hati kita untuk meraih harapan tersebut. Sesungguhnya, bisa jadi Allah menguji keimananan kita dikala do’a-do’a kita belum terkabul. Sesungguhnya, bisa jadi Allah sedang menyiapkan “lahan” yang lebih baik ketimbang yang kita harapkan. Percayahlah bahwa rencana Allah SELALU terbaik.

Seperti kita ketahui bahwa setiap manusia selalu meminta berbagai macam permohonan kepada Allah. Layaknya melamar kerja, maka pihak perusahaan akan mempertimbangkan dengan seksama para calon pelamar. Mereka akan berusaha mencari yang terbaik di antara yang baik. Nah, begitu juga Allah. Saya yakin bahwa DIA telah mempersiapkan “tempat” terbaik bagi hambaNya yang bersabar, berusaha dan bertawakkal kepadaNya. Nah, bagaimana jika ada seseorang yang dengan mudahnya Allah mengabulkan do’anya, padahal bisa jadi usahanya masih sedikit ketimbang yang telah kita lakukan.

Baiklah. Saya pernah mengalami hal ini. Untung saja ada teman yang selalu memotivasi dan menasehati untuk berhusnuzzon atas rencana Allah. Selain itu, saya juga pernah mendengarkan ceramah yang isinya kurang lebih seperti ini.

“Ustadz, kenapa do’a saya belum dikabulkan Allah, padahal saya telah berusaha?”

“Allah ingin menilai kualitas usaha, do’a dan menguji kesabaranmu”

“Ustadz, saya telah berusaha secara maksimal. Tapi kenapa belum dikabulkan juga? Padahal teman saya yang tidak berusaha malah mendapatkan apa yang diinginkannya”

Kemudian si ustadz melanjutkan jawabannya.

“Pertama, bisa jadi usaha dia lebih besar ketimbang dirimu, namun tak pernah kau ketahui. Kedua, bisa saja Allah bosan dengannya, maka DIA langsung mengabulkannya. Kemudian, kenapa do’amu belum dikabulkan jua? Sederhana. Itulah cara Allah menyayangi dan mencintaimu. Allah senang mendengar suara rayuanmu. Allah senang mendengar permohonanmu yang begitu tulus. Allah senang ketika kau hanya mengharapkan harapan kepadaNya. Oleh karena itu, DIA menunggu waktu yang tepat untuk mengabulkannya. Ketahuilah, Allah sedang mempersiapkan jawaban yang tak pernah kau duga sebelumnya atas semua do’a-do’amu. ” (Semua jawabannya tidak sama persis dengan kalimat yang disampaikan oleh si ustadz, mohon jika terdapat kalimat yang salah)

Nah, mulai sekarang, marilah selalu bersabar jika do’a-do’a kita belum dikabulkan oleh Allah. Sesungguhnya Allah selalu mendengarkan do’a-do’a kita, Allah selalu memperhatikan setiap usaha yang kita lakukan untuk meraih harapan kita tersebut. Wahai kawan, jangan pernah bosan untuk berdo’a kepadaNya, sebab adakalah disitulah Allah menilai kesungguhan hati kita dalam bero’a. Wahai kawan, jangan pernah menyerah dan putus asa untuk menyampaikan harapanmu kepadaNya, sebab cara Allah mencintai kita begitu unik. Bukankah juga ada manusia yang mencintai manusia lain dengan cara yang berbeda dengan yang lainnya? 

Oleh sebab itu, marilah kita menunggu dia untuk menjemput . eeh salah. Maksudnya, mulai sekarang marilah kita menunggu do’a terkabul sembari berusaha, bertawakkal, dan melakukan aktivitas positif lainnya, agar nilai kita makin bertambah di hadapan Allah. Saya pun sedang menunggu? Eeh, bukan bukan. Maksudnya, saya juga sedang berharap dikabulkan semua salam yang saya sampaikan kepadaNya. Bersabar dalam penantiannya ya. 

Jika Allah belum mengabulkan do’amu, maka cobalah berdo’a agar kau diberi kekuatan dan kesabaran dalam penantian semua do’an yang disampaikan

#Daiwriting#RWC18

Monday, June 20, 2016

Edisi curhat versi "cie cie"

 Sebelumnya, maaf jika tulisan saya terkesan alay atau terlalu berlebihan. Sesungguhnya, saya hanya ingin mengungkapkan dan menyatakan apa yang saya rasakan. Semoga, teman-teman yang membaca mengerti dan memahaminya. Sejujurnya, tulisan ini sengaja dibuat "agak alay", agar teman-teman yang membaca lebih enjoy dan terhibur ketika membacanya.
.......
Baiklah, jika kemarin-kemarin tulisan saya agak rigrid, maka sekarang akan saya tulis lebih luwes dan flkesibel. Soalnya, tulisan ini lebih mengarah ke curhat. Otomatis, penyampaiannya harus lebih santai. Loh, berarti kemarin nggak santai ya?? Oke. Abaikan. Nah, bisa kebayang nggak, ketika teman curhat dengan ekspresi yang kaku dan agak serius? Pasti membosankan mendengar cerita darinya. Lol
........
Semuanya berawal dari “cie cie” teman-teman.

“Cie, Ai lagi galau”.

“Cie, Ai lagi nunggu seseorang ni ceritanya”.

“Cie, Ai lagi jatuh cinta”.

“Cie, Ai lagi bla bla”.

Masih banyak “cie cie” lainnya.

Nah, tahukah teman-teman, kenapa “cie cie” ini muncul?


Semenjak negara “status” dari sosmed mulai muncul, kalimat “cie” tersebut mulai menyerang. -__-, seperti facebook, BBM, WA, Line (Ane hanya menggunakan mereka berempat, karena kurang suka dan kurang paham menggunakan sosmed lain, maybe twitter-> kagak ngerti makenya, instragram-> kagak hobi foto-foto). Ya, bagi ane mah cukup mereka berempat yang menemani hari-hari ane. Hehe

Sebenarnya ane kagak ahli dalam menulis. Adakalanya, semua tulisan yang ane post karena iseng-iseng. Iseng-iseng untuk mengisi waktu luang. Iseng-iseng untuk ngasih kode (eeh, sama siapa?), Iseng-iseng karena dulu pernah mengalaminya. Atau iseng-iseng karena ane memang lagi galau? (Tidak  -A- , ane udah insaf). Yah, berawal dari iseng-iseng malah keterusan sampai sekarang.

Ane akui bahwa tulisan yang sering ane post berupa kalimat-kalimat yang mungkin banyak “sedihnya” (Dulu karena memang galau tingkat akut hehe, sekarang insyaAllah kagak lagi semenjak ane dekat dengaNya hehe). Tapi, teman-teman malah menduga bahwa ane sedang merasakan apa yang tertuang dalam tulisan tersebut. huhuhu Segalau itukah ane dimatamu, wahai teman-teman tersayang?

Masa ane galau tiap hari? Tega bener orang yang bikin ane galau tiap hari. Kagak kasihan ya ama hati ane yang selalu teriris karenanya (Abaikan). Setiap mendapat komen mengenai “cie cie bla”, ane mulai malas ngepost sesuatu. Sebab, ane yakin mereka bakal mengira kalau ane lagi “ini”, “itu”, “cie bla”. Maka dari itu, ane mau klarifikasi semuanya sebelum terlambat?

“Cie, Ai lagi galau”. <- Galau karena apa, sayang? Galau karena siapa, sayang? Sementara ane kagak punya “..”

“Cie, Ai lagi jatuh cinta.” < -Jatuh cinta sama siapa, sayang? Ane lebih memilih bangun cinta daripada jatuh cinta, karena kalau jatuh pasti sakit. T-T

“Cie, Ai lagi menunggu seseorang”. <-Haduuuh, menunggu siapa ya? Masih lama, masih belum jelas, dan masih harus menyelesaikan kewajiban-kewajibannya lainnya. Soal menunggu mah masih jauh. Walau mungkin dalam hati, mengharapkan “sesuatu” dari Allah SWT. ^_^


Wahai teman yang dicintai dan disayangi. Sebenarnya, ane mendapatkan inspirasi sebuah tulisan ketika ane menyaksikan suatu fenomena, melihat suatu kejadian, mendengar sebuah cerita, membaca sebuah cerita/berita, dan terakhir merasakan sesuatu. Nah, tulisan yang sekarang ane post karena merasakan sesuatu. Sesuatu yang harus diungkapkan secara jelas, tepat dan benar. Hehe

Ane merasa kalau posisi ane sebagai pengamat, seseorang yang mereview kejadian/cerita, atau malah seorang pendongeng? Yah, apapun itu, ane ngepost karena ingin teman-teman merasakannya, karena ingin teman-teman tidak mengalaminya jika ada hal buruk yang ane ceritakan, atau karena berharap dapat mempengaruhi teman-teman jika ada hal positif yang ane sampaikan. 

Terkadang, ada beberapa tulisan  yang memang ane alami sendiri. Namun, bukan ada maksud untuk “bergalau”, melainkan untuk berbagi kisah sekaligus memberikan motivasi serta meringankan kesedihan yang ane alami. Semoga teman-teman selalu positif thinking atas semua tulisan ane ya. Apalagi sekarang kita berada dalam bulan ramadhan. Semoga semakin mempertebal iman dan kesabaran ane dalam menghadapi kata "cie cie".

Please, jangan katakan ane galau lagi. T-T

#Daiwriting#RWC13

Sunday, June 19, 2016

Ketika aku ikhlas melepas"nya". Maka Allah mengembalikan"nya" kepadaku.



Ketika “kau” menghilang tanpa kabar
Ketika “kau” tak lagi bersama
Ketika “kau” pergi entah kemana
Ketika “kau” pergi begitu saja
Keikhlasan untuk menerimanya telah kucoba
Walau mungkin berat
....
Suatu hari, ketika aku baru pulang dari Pekanbaru, emak memberitahu bahwa “dia” telah pergi. Tidak diketahui penyebab “dia” pergi. Sejujurnya aku sedih ketika mendengarnya. Mau bagaimana lagi, “dia” telah ternanam khusus dihati ini. 

Tahukah kalian bahwa aku sangat “menyayanginya”. Mungkin terkesan alay. Adik-adik dan emak mengatakan bahwa "dia" tak boleh difoto, sebab "dia" akan mati kalau difoto. Mereka juga menyatakan bahwa kita tak boleh berlebihan dalam menyukai sesuatu. Sebab, "sesuatu" yang disayangi terlalu berlebihan, pada akhirnya akan meninggalkan kita. Seyogyanya, kami telah sering merasakan "kehilangan” yang demikian. Namun, aku tak peduli dan tak menghiraukannya. Aku mencoba acuh. 

Namun, apa hendak dikata, rupanya pada akhirnya “dia” juga pergi. Sebenarnya, dari jauh-jauh hari aku telah mencoba menyiapkan hati ketika hal ini terjadi. Tapi, tetap ada penyesalan ketika aku tidak mengindakan kata-kata emak dan adikku. Aku menyesal dan sedih karena rasa sayang yang berlebihan ini malah menyebabkan “dia” harus pergi. Aku menyesal telah memfoto"nya". Hari demi hari, aku lalui tanpa “dirinya” yang selalu menghampiri ketika lapar dan bermanja-manja ketika “dia” sedang santai. Aku menyukai semuanya. Akhirnya, aku mengikhlaskan “dirinya” pergi. Mungkin Allah punya rencana lain atau memberikan “penggantinya” untuk kami. 

Allah selalu memberikan hal tak terduga dalam kehidupan ketika kita ikhlas menerima semua hal yang terjadi. Subuh ba’da sahur, tiba-tiba saja emak masuk ke kamar dan mengatakan bahwa “dia” kembali pulang. Alangkah senangnya hati ini. aku elus dan peluk “dia” erat-erat. Aku bersyukur Allah mengembalikan dan masih mempertemukan kami dengan caraNya. Kami sekeluarga tidak tahu kenapa “dia” menghilang, kemana “dia” selama ini. Maklum saja, “dia” hanyalah seekor kucing yang tak mampu berbicara. Walau demikian, aku tetap bersyukur kalau “dia” masih mengingat jalan pulang ke rumah. Welcome home my cat ^_^
...
Nah, jika cerita ini diumpamakan ke manusia, mungkin saja ceritanya tak jauh berbeda. Kita harus belajar untuk ikhlas, dikala seseorang yang dekat kita dengan mulai menjauh. Mungkin saja, dia menjauh bukan untuk pergi meninggalkan kita, namun sedang mempersiapkan diri untuk datang kembali dengan cara yang berbeda. Kita harus ikhlas, dikala seseorang yang dekat dengan kita mulai berubah dan cuek. Mungkin saja, dia bersikap demikian untuk menghindari dosa dan lebih membatasi diri untuk berada dekat dengan kita. Tapi, dibalik semua itu, percayalah bahwa dia sedang berusaha untuk memantaskan diri agar bisa datang kembali kelak. Ikhlas dan berharaplah hanya kepadaNya, maka Dia akan memberika yang terbaik.

Ketika ada seseorang yang pergi, maka ikhlaskanlah. Sesungguhnya “yang dikehendaki” Allah takkan pernah salah jalan untuk kembali kepadamu.”

#Daiwriting#RWC13 

Ini adikku yang bawel ngingatin agar kucing yang kusayang tidak difoto heheh. Nah, itu kucing yang kembali pulang ke rumah. Yeees Makin gagah dan bujang kucing awak ^o^

Thursday, June 16, 2016

Lebih baik gagal ketika telah berusaha, ketimbang tidak melakukan apa-apa dan gagal


“Udahlah, sekali-kali gak usah belajar. Toh, soal yang ditanyakan itu-itu saja.”

Jujur saja, saya pernah mendapatkan pernyataan seperti ini, bahkan mungkin sering. Beberapa orang sering berkata demikian ketika saya beralasan kalau saya harus belajar. Mungkin, mereka mengira bahwa tanpa belajar pun, saya mampu melewati dan mengatasinya. Tidak. Semua salah besar. Tidak semua orang bisa melewatinya tanpa belajar. Menurut saya, ada dua tipe orang dalam scope pintar. Pertama, karena memang pintar dari “sononyo.” Nah, tipe orang yang seperti ini memang agak ngeselin. Kenapa? Sebab, tanpa harus belajar banyak dan belajar mati-matian, mereka mampu menjawab semua  soal. Ya, kebanyakan dari mereka termasuk orang yang santai. See? Sayangnya, saya tidak termasuk dalam tipe ini. Saya termasuk dalam kategori tipe kedua, yakni pintar karena belajar. Tipe seperti ini, kalau mereka tidak belajar maka akan kelihatan bahwa mereka belum bisa menjawab secara maksimal semua soal. Tapi, bukan berarti mereka bisa menjawab secara maksimal jika sudah belajar. Ya, saya pribadi bukanlah manusia super pintar karena belajar. Saya biasa-biasa saja. Hehe . Tipe kedua ini biasanya agak serius jika berhadapan dengan belajar. Harus belajar mati-matian agar mampu melewati “batasnya”. Haha terkesan alay ya. Tapi itulah kenyataan yang dihadapi. Oh ya, ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi saja. Saya yakin, orang lain mengalami hal berbeda dengan saya. 

Kembali ke topik. Saya suka berusaha untuk mencapai apa yang saya inginkan, walau mungkin adakalanya saya harus menerima kegagalan. Namun, ada keikhlasan, kedamaian dan ketentraman, ketika menerima ketidaklulusan dikala saya sudah berusaha. Tentu saja saya sedih, tetapi saya yakin bahwa ini bukanlah jalan dan keberuntungan saya. Mungkin saja, ada “ladang” lain yang menerima saya. 

Kegagalan yang saya terima mengajarkan bahwa saya kurang maksimal dalam berusaha, berdo’a dan bertawakkal. Oleh sebab itu, saya harus mencoba 1001 kesempatan lainnya. Setidaknya saya telah berusaha dan belajar. Saya berpikir bahwa baru sampai tahap inilah kemampuan saya. Maka dari itu, saya harus berusaha dan belajar lebih keras lagi. Sesungguhnya, saya akan lebih sedih menerima kegagalan karena saya tidak berusaha atau tidak belajar. Saya yakin akan ada penyesalan yang amat dalam karena saya tidak berusaha sebelumnya. Saya akan marah dan kecewa kepada diri sendiri karena tidak “mempersiapkan” diri menuju “medan pertempuran”. Akan muncul perkataan seperti “Coba saja kemarin saya belajar”. Nasi telah jadi bubur. Selanjutnya, apakah menunggu keberuntungan? Menurut saya, keberuntungan akan datang ketika kita telah berusah, namun rupanya belum mampu menyelesaikan dengan baik. Maka Allah membantu dengan suatu “keberuntungan”. Jadi, keberuntungan tidak datang kepada orang yang tidak berusaha dan hanya berdiam diri. Ya, tapi semua bisa saja terjadi jika Allah berkehendak.

Dalam bulan ramadhan ini, alangkah baiknya kita memanfaatkan waktu seproduktif mungkin. Ibadah kepada Allah pasti, nomor satu. Namun, kita juga harus menunaikan kewajiban dan sunnah lainnya. Jika kita mempunyai tugas, maka selesaikanlah. Jika kita akan menghadapi ujian, maka belajarlah. Jangan sampai kita menelantarkan lainnya karena alasan “puasa”. Sesungguhnya semua pekerjaan yang dilakukan pada bulan mulia ini akan mendapatkan kemudahan dan kelancaran oleh Allah SWT. Maka, berusahalah memaksimalkan waktumu dalam beraktivitas agar menghasilkan “produk” yang maksimal. 

Berdo’a kepada Allah itu wajib, tapi harus diiringi dengan usaha. Banyak-banyak berdo’a pada bulan yang penuh berkah ini, belum tentu mengantarkanmu kepada kesusksesaan jika hanya diam dan tidak berusaha. Belajarlah  hingga mencapai batas maksimalmu.”

#Daiwriting# RWC10

Tuesday, June 14, 2016

Terima kasih atas ujiannya ya Allah



 Rasa syukur tidak harus diucapkan ketika mendapatkan kebahagian. Adakalanya dikala mendapat ketidakberuntungan kita patut mencoba untuk mensyukurinya, sebab mungkin itulah cara Allah mencintai kita”

Allah menguji hambaNya bukan karena Allah benci, namun karena Allah sayang dan peduli kepada kita. Ujian dari Allah juga sesuai dengan kapasitas kemampuan makhlukNya. Jika kita merasa bahwa ujian yang kita hadapi lebih berat ketimbang orang lain yang jalan hidupnya santai-santai saja, maka percayalah bahwa Allah lebih peduli kepada kita ketimbang orang tersebut. Percayalah bahwa Allah merasa kita sanggup menjalani ujianNya. Sesungguhnya dibalik ujian akan ada hikmah yang kita peroleh. Tahukah kalian bahwa hidup takkan pernah maju, jika kita selalu berprasangka buruk atas semua rencana Allah. Maka, tanamkan sifat husnuzon atas semua ketetapan Allah.

Saya masih ingat ketika ramadhan 4 tahun yang lalu, Allah menguji saya. Di saat teman-teman sudah lulus berbagai universitas favorit, namun saya masih mencoba mengadu nasib kelulusan dengan dengan mengikuti berbagai tes. Saya telah mengalami 7 kegagalan sebelum akhirnya dinyatakan lolos  di Universitas Riau. Saya tetap bersyukur dengan semua kegagalan yang saya terima. Setidaknya, saya melihat dari segi positifnya. Sehingga saya tidak merasa terlalu sedih ketika harus menerima kenyataan ketidaklulusan. Saya yakin bahwa Allah punya rencana yang lebih baik untuk saya ke depannya. Oleh sebab itu, teori “trial and error” pun saya jalankan. Terkesan lucu, tapi daripada tidak mencoba sama sekali. Saya berpikir bahwa ketidaklulusan adalah suatu jalan bagi saya untuk mencoba 1001 kesempatan dan berusaha lebih gigih. Puncaknya, saya mengikuti ujian fase terakhir di Universitas Riau dalam bulan ramdhan tahun 2012. Dalam bulan yang berkah tersebut, saya berharap ini merupakan ronde terakhir saya mengikuti ujian. Berhubung ujian diadakan dibulan suci ramadhan, maka saya memperbanyak ibadah, do’a, usaha, dan harap kepada Allah SWT. Saya manfaatkan momentum tersebut bukan hanya untuk mengharapkan pahala-pahalaNya, namun juga mengharapkan datangnya kata “lolos” ketika menjalani tes. Rupanya Allah Maha Besar, Maha Mendengar, Maha Adil sehingga Dia mengabulkannya. Saya senang luar biasa mendapatkan kabar tersebut. Saya mengucapkan banyak syukur dan bertekad untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Saya yakin bahwa mungkin saja selama ini saya kurang dekat, lalai, acuh atas perintah-perintah Allah, atau ini memang ujian dari Allah untuk melihat kadar keimanan saya. Yaaa bisa jadi ini merupakan cara Allah untuk menaikan level keimanan saya. Bisa jadi ini cara Allah menyayangi saya. Saya percaya bahwa Allah selalu bersama hamba-hambaNya yang berusaha, berdo’a dan berharap hanya kepadaNya.

2016. Ramadhan tahun ini lagi-lagi Allah menguji saya. Tiba-tiba saja hampir seluruh tangan dan kaki saya timbul bintik-bintik merah yang kalau digaruk akan gatal, jadi saya pilih untuk mendiamkannya. Oke. Saya terima ujian ini. Mungkin ada hikmah dibalik semua ini. Sesungguhnya akhir-akhir ini, kerapkali Allah memberi saya ujian berupa penyakit, seperti bell’s pansy, alergi kulit wajah, serta bintik-bintik merah yang entah darimana datangnya. Tapi, penyakit yang paling membuat saya depresi dan terpuruk adalah "Bell's Pansy". Saya akan menceritakannya di lain waktu. hehe

Apapun yang sekarang menimpa saya, tetap saya syukuri. Saya merasa bahwa Allah masih peduli kepada saya. Saya jadikan ini sebagai peringatan dan ujian dari Allah agar saya lebih bersabar dan lebih mesra kepadaNya. Bisa saja, tanpa saya sadari bahwa selama ini saya mulai lalai, atau terselip dosa-dosa lain yang bagi saya kecil, namun besar bagi Allah. Terima kasih atas ujiannya ya Allah. Semoga dibulan yang penuh ampunan ini, Engkau mengampuni semua dosa-dosa hamba, semoga Engkau mengabulkan semua do’a hamba, semoga Engkau selalu menguatkan hamba. 

#Daiwriting#RWC8