Suatu pepatah menyatakan bahwa
diam adalah emas. Seperti kita ketahui bahwa emas sangatlah berharga. Namun,
haruskan kita menggunakan pepatah tersebut pada semua situasi? Jawabannya
tidak. Ada kalanya kita perlu membuka suara. Ada kalanya kita perlu
mengeluarkan pendapat. Ada kalanya kita tidak harus diam. Ada kalanya kita
harus bertindak.
Pernahkan mengalami
kesalahpahaman karena lebih memilih tidak bertindak alias diam saja? Pernahkah mengalami
penyesalan karena tidak berusaha mencari suatu kejelasan? Pernahkah merasakan
kepedihan karena menyesal ketika tidak berusaha mengklarifikasi sesuatu? Saya
pernah mengalaminya. Sungguh luar biasa penyesalan yang saya terima, karena
terlalu terburu-buru mengambil keputusan sendiri tanpa meminta suatu kejelasan.
Tapi, itulah fase kehidupan yang harus saya lalui ,yang harus dijadikan
pembelajaran.
Ada sebuah cerita yang
berhubungan dengan ini.
“Mereka cukup lama telah
bersama. Sang laki-laki memang berniat menikahi si gadis. Namun si gadis
meminta sang laki-laki untuk bersabar dan menundanya, sebab si gadis berniat
untuk melanjutkan sekolahnya. Si gadis berujar bahwa ia akan menerima “cinta”
sang laki-laki, ketika ia telah diterima atau menjalani bangku perkuliahan.
Sang laki-laki pun menyanggupinya. Kemudian, mereka berpisah untuk sementara
waktu, dimana sang laki-laki bekerja di daerah lain, sedangkan si gadis
melanjutkan sekolahnya ke kota. Saat terpisah, mereka mulai jarang berkomunikasi.
Maklum saja, dulu telekomunikasi tidak secanggih sekarang. Kebanyakan dari
mereka hanya memanfaatkan surat sebagai wadah menanyai kabar. Beberapa bulan
pun telah berlalu. Rupanya sang laki-laki sudah tidak sabar untuk meminang si gadis.
Akhirnya dia pun kembali ke kampung halaman dan mengutarakan niat hatinya untuk
meminang si gadis kepada orang tuanya. Orang tuanya menyetujuinya. Akhirnya
sang laki-laki meminta bantuan paman-pamannya untuk mewakili menyampaikan
niatnya kepada orang tua si gadis. Maka, pergilah paman-paman tersebut ke rumah
si gadis. Orang tua si gadis sebenarnya tidak menolak pinangan tersebut, hanya
saja mereka ingin si gadis menyelesaikan sekolahnya terlebih dahulu, paling
tidak si gadis telah memulai sekolahnya. Maka, dapat dikatakan bahwa lamaran
tersebut masih dalam proses penundaan. Namun, apa yang terjadi ketika
paman-paman tersebut sampai di rumah sang laki-laki? Mereka menyampaikan
informasi yang salah. Mereka mengira bahwa orang si gadis menolak lamaran sang
laki-laki. Dapat dibayangkan betapa hancurnya perasaan sang laki-laki yang
telah jauh-jauh pulang kampung demi melamar gadisnya, malah ditolak. Dia
benar-benar sedih dan shock. Namun, entah kenapa dia tak meminta penjelasan
kepada si gadis. Beliau menunggu si gadis yang memberikan penjelasan via surat.
Tapi, inilah rencana Allah. Si gadis tak kunjung mengirimkan surat kepadanya. Dengan
perasaan yang berkecamuk, akhirnya dia kembali ke tempat kerjanya sebab masa
izinnya telah habis.
Di sisi lain, si gadis masih
menunggu surat dari sang laki-laki, namun tak kunjung datang. Sebenarnya si
gadis sudah mulai bersekolah. Oleh sebab itu, dia menyangka bahwa sang laki-laki
akan mengiriminya surat untuk sekedar menanyakan kabar. Namun, rupanya si gadis
hanya menunggu tanpa melakukan tindakan. Apa salahnya, jika saat itu dia yang
mengirimi surat? Kenapa harus menunggu? Inilah rencana Allah untuk mereka
berdua. Suatu hari, teman si gadis menghampirinya dan menyodorkan sebuah surat.
Si gadis menyangka bahwa itu merupakan surat dari sang laki-laki tersebut.
Namun, rupanya itu salah besar. Itu adalah surat dari orang tua temannya. Dalam
surat tersebut dikatakan bahwa Si A yang sebenarnya sang laki-laki yang dinanti
si gadis, akan menikah minggu depan. Betapa hancurnya hati si gadis membaca
surat tersebut. Beliau sedih menghadapi kenyataan bahwa laki-laki yang
dicintainya akan bersanding dengan wanita lain.
Berpuluh-puluh tahun kemudian,
tanpa disengaja atau memang ini takdir Allah, mereka bersua. Canggung pasti
dirasakan antara keduanya. Namun, mereka berusaha untuk bersikap biasa-biasa
saja. Akhirnya, entah bagaimana, sang laki-laki menceritakan bagaimana sedihnya
dia dulu ditolak oleh si gadis. Tentu saja, si gadis kaget. Malah dia merasa
kalau dirinya telah dilupakan dan dicampakkan. Dari sinilah, kesalahpahaman
tersebut akhirnya terungkap. Namun, roda
takdir telah berubah. Allah punya rencana lain yang lebih baik.”
Bagaimana dengan kisah tersebut?
Saya yang membaca cerita ini merasa sedih dan kesal. Saya kesal melihat mereka
yang hanya menunggu dan diam, tanpa berusaha untuk “bergerak”. Saya sedih,
ketika penantian yang mereka lakukan hanya sia-sia belaka. Saya marah kepada sang laki-laki, yang tidak
berusaha memastikan untuk kesekian kalinya semua informasi yang diterima. Saya
marah kepada si gadis, yang hanya pasrah tanpa berusaha menanyakan
kebenarannya. Tapi, mau bagaimana lagi, mungkin ini yang terbaik bagi Allah
untuk keduanya. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita menggantungkan
semuanya hanya kepadaNya. Berharap semua hal hanya kepada Allah. Walau mungkin
ada kalanya baik bagi kita, tidak bagi Allah. Ada kalanya tidak kita sukai,
malah disukai oleh Allah. Semoga kita mampu mengambil hikmahnya.
Sesungguhnya, semua hal yang
telah terjadi pada kehidupan ini memiliki hikmah dan pembelajaran. Kita disuruh
untuk belajar agar berprasangka baik atas semua yang ditimpakan Allah kepada
kita. Percayalah, Allah selalu menyayangi hambaNya dan takkan pernah
meninggalkan kita. Oleh sebab itu, mari belajar untuk selalu husnuzzon atas
semua ketentuan Allah. Apalagi, saat ini kita berada dalam bulan yang penuh
berkah, bulan yang melipatkan gandakan semua amal kebaikan yang kita lakukan,
bulan yang mengajarkan kita untuk selalu bersabar, yakni bulan suci ramadhan.
#Daiwriting#RWC7
No comments:
Post a Comment