“Udahlah, sekali-kali gak usah belajar. Toh, soal
yang ditanyakan itu-itu saja.”
Jujur saja, saya pernah mendapatkan pernyataan seperti ini,
bahkan mungkin sering. Beberapa orang sering berkata demikian ketika saya
beralasan kalau saya harus belajar. Mungkin, mereka mengira bahwa tanpa belajar
pun, saya mampu melewati dan mengatasinya. Tidak. Semua salah besar. Tidak semua
orang bisa melewatinya tanpa belajar. Menurut saya, ada dua tipe orang dalam scope
pintar. Pertama, karena memang pintar dari “sononyo.” Nah, tipe
orang yang seperti ini memang agak ngeselin. Kenapa? Sebab, tanpa harus
belajar banyak dan belajar mati-matian, mereka mampu menjawab semua soal. Ya, kebanyakan dari mereka termasuk
orang yang santai. See? Sayangnya, saya tidak termasuk dalam tipe ini. Saya
termasuk dalam kategori tipe kedua, yakni pintar karena belajar. Tipe seperti
ini, kalau mereka tidak belajar maka akan kelihatan bahwa mereka belum bisa
menjawab secara maksimal semua soal. Tapi, bukan berarti mereka bisa menjawab
secara maksimal jika sudah belajar. Ya, saya pribadi bukanlah manusia super
pintar karena belajar. Saya biasa-biasa saja. Hehe . Tipe kedua ini biasanya
agak serius jika berhadapan dengan belajar. Harus belajar mati-matian agar
mampu melewati “batasnya”. Haha terkesan alay ya. Tapi itulah kenyataan yang
dihadapi. Oh ya, ini hanya berdasarkan pengalaman pribadi saja. Saya yakin,
orang lain mengalami hal berbeda dengan saya.
Kembali ke topik. Saya suka berusaha untuk mencapai apa yang
saya inginkan, walau mungkin adakalanya saya harus menerima kegagalan. Namun,
ada keikhlasan, kedamaian dan ketentraman, ketika menerima ketidaklulusan
dikala saya sudah berusaha. Tentu saja saya sedih, tetapi saya yakin bahwa ini
bukanlah jalan dan keberuntungan saya. Mungkin saja, ada “ladang” lain yang
menerima saya.
Kegagalan yang saya terima mengajarkan bahwa saya kurang
maksimal dalam berusaha, berdo’a dan bertawakkal. Oleh sebab itu, saya harus
mencoba 1001 kesempatan lainnya. Setidaknya saya telah berusaha dan belajar. Saya
berpikir bahwa baru sampai tahap inilah kemampuan saya. Maka dari itu, saya
harus berusaha dan belajar lebih keras lagi. Sesungguhnya, saya akan lebih
sedih menerima kegagalan karena saya tidak berusaha atau tidak belajar. Saya yakin
akan ada penyesalan yang amat dalam karena saya tidak berusaha sebelumnya. Saya
akan marah dan kecewa kepada diri sendiri karena tidak “mempersiapkan” diri
menuju “medan pertempuran”. Akan muncul perkataan seperti “Coba saja kemarin
saya belajar”. Nasi telah jadi bubur. Selanjutnya, apakah menunggu keberuntungan?
Menurut saya, keberuntungan akan datang ketika kita telah berusah, namun
rupanya belum mampu menyelesaikan dengan baik. Maka Allah membantu dengan suatu
“keberuntungan”. Jadi, keberuntungan tidak datang kepada orang yang tidak
berusaha dan hanya berdiam diri. Ya, tapi semua bisa saja terjadi jika Allah
berkehendak.
Dalam bulan ramadhan ini, alangkah baiknya kita memanfaatkan
waktu seproduktif mungkin. Ibadah kepada Allah pasti, nomor satu. Namun, kita
juga harus menunaikan kewajiban dan sunnah lainnya. Jika kita mempunyai tugas,
maka selesaikanlah. Jika kita akan menghadapi ujian, maka belajarlah. Jangan sampai
kita menelantarkan lainnya karena alasan “puasa”. Sesungguhnya semua pekerjaan
yang dilakukan pada bulan mulia ini akan mendapatkan kemudahan dan kelancaran
oleh Allah SWT. Maka, berusahalah memaksimalkan waktumu dalam beraktivitas agar
menghasilkan “produk” yang maksimal.
“Berdo’a kepada Allah itu wajib, tapi harus diiringi
dengan usaha. Banyak-banyak berdo’a pada bulan yang penuh berkah ini, belum
tentu mengantarkanmu kepada kesusksesaan jika hanya diam dan tidak berusaha.
Belajarlah hingga mencapai batas
maksimalmu.”
#Daiwriting# RWC10
No comments:
Post a Comment