Saturday, April 29, 2017

Mau jadi penulis?

Pernah seseorang menanyakan hal ini kepada saya. Cie, siapa itu? Teman. Mungkin dia mengira demikian karena akhir-akhir saya sering mempost beberapa tulisan disosial media. Rasanya kurang tepat jika saya menyatakan bahwa hal tersebut salah, namun tak bisa jua saya berujar bahwa hal itu benar. Wah, saya galau untuk mengklarifikasinya.

Perlu diketahui bahwa memang akhir-akhir saya senang mempost tulisan, apapun itu. Apakah dalam bentuk curhat, renungan diri, cerpen atau hal lainnya. Terus, darimana sih dapat inspirasinya? Dari mana aja. Misalnya sedang melakukan perjalanan, tiba-tiba ada kejadian yang menginspirasi maka akan saya tuangkan dalam bentuk tulisan. Tapi, saya jarang sekali untuk menggalau ria disosial media walau dulu kerapkali melakukannya Hihi. Itu dulu, sekarang insyaAllah udah nggak lagi. Percayalah.

Terkadang inspirasi tulisan diperoleh ketika membaca buku ataupun novel walau pada kenyataan lebih sering membaca komik. Hal yang paling saya senangi ketika seolah-olah melakoni tokoh-tokoh yang ada dalam buku/novel/komik yang dibaca. Rasanya benar-benar merasakan apa yang dialami sang tokoh. Nah, setelah itu saya akan membuat tulisan sehubungan dengan apa yang dirasakan sang tokoh, bagaimana seharusnya menyikapi suatu kejadian dalam cerita tersebut atau nasihat untuk sang tokoh sendiri. Sekiranya hal-hal seperti itulah yang dijadikan bahan tulisan yang tentunya diambil dari sudut pandang saya pribadi. Jadi, ini murni sebagai review atas pengamatan pada sebuah kisah.

Terkadang inspirasi itu datang dikala saya mendengar sebuah kisah kehidupan orang lain. Tentunya kisah-kisah yang menginspirasi hingga saya mau menulis ulang kisah tersebut. Kisah-kisah ini biasanya didapat dari orang-orang terdekat seperti keluarga, teman atau dia eeh maksudnya mereka. Nah, biasanya saya tuangkan dalam bentuk cerpen dan berperan seolah-olah sayalah yang mengalaminya. Hihihi ceritanya saya artis dalam cerita tersebut.

Terkadang inspirasi hadir ketika mengamati kejadian-kajadian yang ada dilingkungan sekitar. Sekiranya lingkungan memberikan kisahnya tersendiri agar bisa dituliskan ke dalam sebuah cerita.

Maka,  mau jadi penulis?
Jawaban saya tidak. Lah kenapa? Sejujurnya semua hal yang saya tulis hanya sekedar iseng-iseng saja. Belum ada keinginan untuk menjadikannya sebagai sebuah karya yang nanti bisa didokumentasikan. Sejauh ini rasanya masih belum, entahlah beberapa bulan atau tahun ke depan.

Walau demikian, ada sebuah keinginan yang semoga saja Allah mengabulkannya. Jika kelak saya menikah dengan seseorang, maka ingin sekali rasanya untuk mencurahkan perjalanan kisah kami dalam sebuah buku. Kisah awal pertemuan hingga akhirnya bisa menikah. Ini hanyalah impian, namun begitu kuat tertanam dihati ini. Bukankah begitu romantis ketika membagi kisah cinta kami kepada semua orang? Siapa tau juga nantinya juga bisa menginspirasi banyak orang.

“Abang, semoga Allah segera mempertemukan kita ya. Jadi adek bisa mengukir kisah kita dalam sebuah karya. Sebuah kisah yang akan selalu kita ingat sepanjang masa hingga Allah kembali menjemput kita. Walau kelak raga kita tak lagi disini, setidaknya kisah kita akan selalu diingat semua orang.”

Jadi, kapan abang jemput adek? haha *Abangnya aja belum tau siapa


Monday, April 24, 2017

Refresing

Refresing sangat penting dalam kehidupan. Memangnya mau terbelenggu dengan suatu aktivitas sehingga tidak menyempatkan diri untuk istirahat sejenak. Kita saja pernah atau sering jenuh kalau melakukan aktivitas itu itu saja. Apalagi tubuh, yang kerja terus tanpa mengalami penyegaran (refresing). Laptop yang dipakai terus menerus bisa hang, bukan? Nah, bayangkan tubuh kita. Andai mereka bisa berbicara, mungkin mereka akan mengadu atau mengeluh dan merasa bosan, bahkan ada yang menangis saking tak kuatnya. Sayangi tubuhmu maka mereka akan menyayangimu juga.

Refresing tak harus melakukan aktivitas berat seperti olahraga atau jogging. Hmm bukan berati tak boleh sih. Inisiatiflah wahai saudaraku. Kerjakanlah yang sederhana jika tak mampu melakukan yang berat. Semuanya butuh proses hingga menjadi kebiasaan.

Jika kau terpaku pada buku yang sebagian besar memaksa otakmu untuk berpikir keras, maka dengarkanlah musik atau membaca buku cerita untuk merilekskannya. Jika kau terpaku pada laptop dan duduk sepanjang hari untuk menyelesaikan pekerjaanmu, maka cobalah untuk beranjak sejenak dari kursimu dan lihatlah pemandangan atau lingkungan hijau sekitarmu. Jika kau terlalu memaksa tubuhmu kerja siang malam, maka paksa untuk istirahat sejenak, kumpul dan minum bersama keluarga misalnya hahha. Apalah gunanya uang banyak dan melimpah jika pada akhirnya tubuh kita rusak.

Kita memang harus memanfaatkan waktu seproduktif mungkin. Namun apa jadinya jika tak diselingi pemeliharaan akan tubuh kita.

Jadi, bagaimana saudaraku? Mari istirahat sejenak. Istirahat bukan berarti melalaikan, hanya mengisitirahtkan saja. Bukankah dalam alat alat elektronik bahkan terdapat istilah sleep/hibernate.

Dikala Gagal

Gagal itu biasa. Semua orang pernah mengalaminya. Sayapun demikian. Nikmati aja. Bukan berarti tidak boleh bersedih. Tapi jangan terlena atau malah makin terpuruk karena kegagalan. Satu kegagalan akan menghasilkan 1001 kesempatan untuk selalu mencoba.

Sesuatu yang diraih mulus-mulus saja tidak akan terlalu nikmat. Namun, jika diraih dengan penuh perjuangan akan terasa memuaskan dan membanggakan. Banggalah jadi pejuang. Jangan minder. Usaha tidak pernah mengkhianati hasil bukan?

Ketika kegagalan lain datang, maka "mungkin" hati dan perasaan kita sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Sehingga, semua bisa dikontrol dan dikendalikan dengan baik. Melihatnya sebagai suatu peluang untuk berusaha kembali.

Maka, pandanglah kegagalan sebagai jalan untuk berusaha lebih baik lagi. Sesungguhnya bersakit-sakit dahulu, akan senanglah badan dikemudian hari.

Hijrah Hijrah Hijrah

Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri. Selagi ada waktu maka laksankanlah. Jangan pernah ditunda lagi. Karena bisa saja sang maut menghampirimu dikala belum memulai melakukan pergerakan apapun.

Adakalanya merenungi yang telah terjadi, merenungi kesalahan-kesalahan yang diperbuat bahkan hingga menangis ketika mengingatnya merupakan salah satu cara Tuhan untuk menyadarkan kita. Kadang kita lalai. Kadang kita lupa. Kadang kita terlalu acuh atas semuanya. Sehingga kita jarang, bukan tidak pernah, intropeksi diri. Terkadang, melakukan muhasabah diri sangatlah dibutuhkan agar ketenangan jiwa kembali hadir dalam kehidupan ini.

Pernah merasa bahwa satu hari dilewati dengan banyak ketidakberuntungan? Urusan ini itu tidak selesai atau malah sering bolak balik menyelesaikannya. Mungkin selama ini kita belum sadar bahwa itu juga merupakan salah satu cara Tuhan agar kita kembali mengingat kesalahan atau dosa apa yang telah kita lakukan, sehingga Tuhan menguji kita dengan caraNya. Mungkin masih banyak kemungkinan jawaban-jawaban lainnya atas semua hal tersebut. Namun kita bisa memilih dan memilahnya.

Maka, mari berusaha memperbaiki diri agar hidup menjadi lebih damai. Mungkin akan sedikit sulit. Tapi yakinlah bahwa kita bisa melaluinya. Selain itu, kita juga bisa melewati berbagai macam tingkat kesabaran dalam kehidupan ini. Indah bukan? Mulailah dari orang-orang terdekatmu. Sayang tidak cukup dengan kata, perbuatan lebih mewakili semuanya.

Perkara Hati

Sebersih apakah hatimu? Sejernih apakah hatimu? Selembut apakah hatimu? Apakah sebening salju? Apakah selembut kapas? Belum. Hmm mungkin takkan bisa sesempurna itu. Namun, bisa saja ada seseorang di luar sana yang memiliki kelebihan yang semewah ini. Subhanallah. Betapa beruntungnya dirinya dan seseorang yang memilikinya. Suatu anugrah, bukan?

Kita memang takkan sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah. Namun, kita bisa mencapai hal terbaik dalam hidup kita. Hal terbaik apakah yang kita harapkan? Apakah mendapatkan penghargaan? Apakah menjadi sukses? Apakah telah mencapai cita-cita? Semua bisa menjadi jawaban. Seyogyanya, pencapaian terbaik diraih ketika adanya kepuasaan ketika telah menggenggamnya, walau hal kecil sekalipun. Bukankah sesuatu terbaik itu hanya berdasarkan sudut pandang masing-masing individu? Terbaik bagi kita, mungkin biasa bagi orang lain. Biasa bagi kita, mungkin terbaik bagi orang lain.

Hati memegang peranan penting ketika memandang sesuatu yang terbaik tersebut. Bagaimana cara pandang kita tergantung bagaimana kita mengolah hati. Hati yang bersih akan menghasilkan pikiran yang bersih. Maka, semoga kita mampu menjaga hati agar kita mampu memandang setiap hal yang telah dilakukan merupakan hal terbaik yang telah diraih.

"Hati memang tak bersuara, namun ia mampu mewakili pikiran dan perasaan kita. Maka jagalah hatimu agar pikiran dan perasaanmu selalu terjaga dengan baik"

Maaf

Kata ini memang sederhana, namun begitu berharga bagi seseorang. Saya yakin jika semua orang pernah meminta maaf atau memaafkan. Saya yakin jika sebagian kita berpikir bahwa adakalanya kata "maaf" sukar diucapkan atau malah kita yang enggan? Entahlah.


Saya pernah menanyai beberapa teman-teman, "Mana yang menurut teman-teman lebih berat, mengucapkan maaf pada orang tua atau kepada teman?"

Kebanyakan dari mereka menjawab orang tua. Nah loh? Kok bisa toh? Bukankah orang tua adalah keluarga terdekat kita? Kenapa berat? Rupanya alasannya sederhana. Malu. Loh? Kalau kita berbuat salah, kenapa harus malu untuk minta maaf??

"Karena mereka keluargalah, yang menyebabkan rasa malu makin besar". Aduh, makin bingung. Minta maaf sama teman, sahabat atau pasangannya berani, sama orang tua kok kagak?? Bahkan sampai nangis-nangis segala ketika meminta maaf. Sama orang tua malah malu-malu kucing. hihihi (Ini hanya survei beberapa orang saja loh. Mungkin yang lain tidak demikian ^_^




Baiklah, dulu saya pernah mengalami fenomena ini. Walau terkadang, sekarang sesekali masih mengalaminya. Namun, Allah selalu menegur dengan caraNya.

Dulu, saya merasa sangat malu ketika berujar "maaf" kepada emak aba khususnya. Saya juga tidak tahu kenapa. Mungkin, saya takut dimarahi atau diceramahi, makanya lebih suka mendiamkannya dan berharap mereka lupa. Rupanya, setelah saya "bertapa", ini sangat tidak benar alias salah besar. Yang namanya berbuat salah, ya harus minta maaf terutama kepada orang tua. Ingat loh, ridho orang tua adalah ridho Allah. Nah, jika kita sudah menyakiti orang tua dan tidak minta maaf, bagaimana Allah bisa meridhoi kita?

Saya akui bahwa saya masih punya segudang kesalahan kepada emak aba. Saya belum bisa mengucapkan maaf secara mendalam kepada mereka. Adakalanya saya masih keras kepala.

Semoga, semakin hari semakin menambah kesadaran, ketulusan, muhasabah diri akan semua kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Semoga kita semakin memperhatikan orang tua yang semakin berumur. Semoga kita mampu berkumpul dengan mereka, sesibukkan apapun kita. Semoga, kita semua makin istiqomah ketika menjalani sebuah kebaikan.

Mengucapkan dan menulisnya memang sangat gampang. Pembuktian adalah terbaik untuk menuntaskannya. Maka, sebelum terlambat, mari mencobanya. :)

Apakah kita telah bisa menjadi investasi orang tua kita kelak?

Apakah kita telah bisa menjadi investasi orang tua kita kelak? Jawab sendiri ya. 
Akankah kita kelak bisa membawa orang tua kita ke surga? Atau malah menjerumuskan mereka ke neraka? Jawab sendiri ya. Akankah kita mampu "membantu" mereka kelak?


Adakalanya, besarnya "investasi" yang diberikan kepada orang tua tergantung bagaimana kita dibentuk dalam keluarga tersebut. Namun, semua itu juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan kita. Kita manusia yang diberi kelebihan berupa akal dan pikiran. Maka, saya yakin bahwa kita mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Saya yakin, kita semua tahu bagaimana cara memberikan "investasi" yang terbaik untuk mereka.

Jasa orang tua memang takkan terbayar lunas, apalagi jika hanya kredit. Sebanyak apapun uang yang kita punya, sebanyak apapun harta yang kita punya, tidakkan mampu membalas semua jasa-jasa mereka.

Ketahuilah bahwa membalas bukan berarti harus dengan harta atau benda fisik. Jadi, janganlah berkecil hati jika kita belum punya apa-apa. Jika belum memiliki cukup harta, maka diartikan bahwa kita belum mampu membalas jasa mereka? Tidak. Itu salah. Terkadang, ketika tidak memiliki banyak hartalah, kita mampu "memberikan" / membalasnya walau sedikit. Nah, melalui apa? Berbakti kepada mereka. Sederhana, bukan? Iya. Dikala kita belum disibukkan dengan dunia, Allah masih mengingatkan kita, akan orang tua yang bisa saja mulai kita acuhkan. Ketika kita belum dicukupkan dengan "apa-apa", kita lebih dekat dengan orang tua dan memperhatikannya. Namun, ketika kita diberikan kecukupan dan disibukkan dengan dunia (anggap ini ujian dari Allah), kita mulai mengacuhkan dan mulai tidak memperhatikan mereka. Kita merasa bahwa uang dan harta bisa mewakilinya. Padahal ini tidaklah benar. Yang dibutuhkan mereka bukanlah harta dan uang, namun kita. Perhatian dan bakti kepada merekalah yang sangat dibutuhkan. Apakah ini berarti kita telah berdosa kepada mereka?

Sesungguhnya saya takut, sangat mewanti wanti diri ketika saya tak mampu menjadi investasi mereka kelak. Saya takut jika perbuatan saya malah akan menambah dosa mereka. Saya takut jika dosa-dosa yang saya perbuat malah menjerumuskan mereka ke neraka. Saya takut jika kelak saya mengacuhkan mereka. Saya takut takut takut akan semuanya.

Saya bersyukur ketika mendengar ceramah mengenai. Saya sadar bahwa saya belum bisa sepenuhnya menjadi investasi emak aba kelak. Namun, saya yakin bahwa Allah selalu memberikan kesempatan kepada hambaNya yang ingin berubah ke arah yang lebih baik. Semoga Allah selalu memberikan peringatan dan teguran ketika saya berbuat salah. Terima kasih ya Allah

Ketika Hati Terluka

Ketika sebuah hati telah terluka, kita tak pernah tahu, seberapa besar "sisa" yang tertinggal di dalamnya. Kita takkan tahu, betapa dalam sakit yang tertinggal. Kita takkan tahu, karena dia tak tampak.

Walau mungkin kata maaf telah diluncurkannya, kita tetap tidak tahu, seberapa besar bagian yang telah terobati. Apalagi jika mereka tidak memaafkan, entah akan sebesar apa "luka" yang kelak akan semakin menganga tersebut. Akankah kita biarkan??

Setiap luka yang tak diobati, maka akan semakin parah (Mungkin). Apalagi ini "luka" yang tak kasat mata. Seyogyanya, luka seperti inilah yang lebih perih ketimbang luka lainnya.

Maaf jika telah menaruh luka kepada orang-orang yang kita sayang. Maaf, jika belum mampu mengendalikan diri. Ketahuilah, dampak "luka" akan kita rasakan bahkan jika maaf telah terucap. Sebab, isi dari "luka" yang sebenarnya hanya diketahui oleh Allah dan diri mereka.

Semoga tidak ada "luka" lain. Semoga saya mampu menyembuhkan "luka" yang telah saya goreskan kepada orang-orang yang dicintai. Sesungguhnya, hanya kepada Allah lah saya mengharapkan ampunan agar Dia menyalurkan kedamaian dan kesejukan atas "luka" kepada mereka yang saya cintai. Berikanlah "kesembuhan" kepada mereka yang telah tersakiti.

Namun, bagi mereka yang telah tersakiti cobalah untuk memaafkan mereka yang memberimu luka. Sebab, disaat hatimu tak mampu menerima maaf dari mereka, maka percayalah bahwa Allah pun akan menutup mata hatimu untuk memperhatikan perubahan yang terjadi disekelilingmu. Oleh karena itu, disaat kau telah membuka hatimu untuk bisa memaafkan, disaat itu pula Allaht akan lebih melapangkan dadamu untuk menerima luka tersebu dan percayalah bahwa Allah sebaik-baik penyembuh. Perkara sang pemberi luka, biarlah Allah yang akan membalas setiap luka yang telah tergores. 

Sesak didada karena memendam luka hanya akan menumpuk hingga mampu menimbulkan dendam. Astaqfirullahal'azim. Semoga kita tidak bersikap  demikian. Maka, marilah kita memohon ampun, memohon ketenangan, memohon perlindungan kepadaNya agar Dia senantiasa menunjukkan jalan yang lurus dikala kita lupa arah, menegur dikala salah dan mengobati dikala kita terluka.

Tantangan ketika hijrah

Pernah berpikir seperti inikah? "Ah sudahlah. Bagaimana mungkin bisa meyakinkan. Komitmen untuk diri sendiri saja, masih belum mampu". hihi saya pernah. Hmm, apakah saya menyindir? Apakah saya mengejek seseorang? Apakah saya hanya berdalih? Atau apakah ini tamparan untuk saya sendiri? Bisa jadi. hehe

Saya pernah mendengar seseorang yang tutur bahasanya sangat bagus. Bahkan, yang mendengarnya tak pernah bosan dan selalu terhibur. Sungguh hebat, dia bisa membuat kita seolah-olah percaya akan semua hal yang disampaikannya. Nah, pertanyaannya, apakah benar dia melakukan semua hal tersebut? Entahlah. Mungkin, saya pun pernah demikian. Bukan, saya memang pernah melakukannya.

Lidah memang tiada bertulang, makanya kita mampu membolak-baliknya hingga tersusunlah kata-kata yang "bisa jadi" membius pendengar. Lidah memang tiada bertulang sehingga kalaupun tak sesuai dengan realitas, tak berefek apapun kepadanya. Bayangkan saja jika dia bertulang, alangkah akan lebih berhati-hatinya kita berujar. Mungkin mungkin mungkin.


Wahai diri. Janganlah terlalu banyak mengutarakan hal-hal yang serasanya belum mampu dilakukan. Semakin banyak yang kau ucapkan, makin besar tanggung jawabmu untuk merealisasikannya. Jika berat, maka berhematlah. Jika mampu, silakan kau lanjutkan karena Allah akan selalu membantumu. Percayalah bahwa semua yang dilakukan di dunia ini, akan diminta pertanggungjawabannya kelak di akhirat.

Wahai diri, jika tak mampu memberikan hasil real dari ucapanmu, sekalipun itu hal kecil. Bagaimana mungkin kamu bisa meyakinkan orang lain dengan hal besar?

Wahai diri, bukankah kau tahu bahwa keinginan harus sesuai dengan usahamu? Nah, bagaimana mungkin kamu bisa mencapainya jika usaha kecil saja tak mampu kau lalui?

Semangatlah dalam berhijrah.

Ungkapan Sayang

Dalam kehidupan, ada kalanya kita akan berjumpa seseorang yang awalnya begitu baik namun lama kelamaan malah menyebalkan, bikin kesal, bikin emosi, dan menimbulkan perasaan jelek lainnya. Baiklah. Semoga tetap positif thinking selalu ya. Kenapa demikian? Pernah merasakan perhatian dengan cara demikian? Saya pernah. Awalnya memang agak kesal, namun akhirnya saya sadar jika itulah cara dia memberikan perhatian (cieee zaman kapan itu. Eit jangan berpikiran negatif ya.
.
Ada seseorang yang begitu sukar menunjukkan perhatian. Namun, ada kalanya dia akan menunjukkan dengan cara unik lainnya. Walau mungkin agak mengesalkan, tapi ketahuilah jika cara seseorang dalam mengungkapkan sesuatu berbeda.
.
Mungkin, dia sering mengingatkanmu sembari menunggu hasilnya adalah bentuk kesabarannya menghadapimu.
.
Mungkin, dia sering menasehati hingga kau bosan bukan karena benci, namun itulah suatu bentuk perhatiannya.
.
Mungkin, adakalanya mendiamkanmu bukan untuk menjauh, namun memberikan waktu agar kau intropeksi.
.
Mungkin, adakalanya dia membuatmu kesal dan marah, bukan karena marah sebenarnya, namun ingin melihat seberapa sabar kau menghadapinya, ingin menguji keyakinanmu akan dirinya. Atau jangan2 ingin membuatmu benci terhadap dirinya. (Aduh, jangan sampai ya).

Ya, apapun bentuknya, semoga kita mampu melihat dari sisi positifnya ya.

Namun, ungkapan sayang seperti ini sekiranya hanya terjadi dikala memasuki dunia remaja. Lah, kalau bukan remaja lagi bagaimana coba? Sabar, sabar. Masih ada lanjutannya. Jika kita bukan lagi termasuk kategori remaja, maka jagalah baik-baik perasaan tersebut hingga kau mampu merealisasikannya. Kira-kira gimana caranya? Gampang-gampang susah. Halalkan dia. Bagaimana? 
.
Mungkin bagi sebagian orang cara ini terlalu berat. Bahkan mungkin sangat berat disaat menimbang beberapa hal yang harus dipersiapkan. Namun, percayalah bahwa ini satu-satunya cara yang sangat disukai Allah bagi hamba-hambaNya yang mengharapkan ridho dariNya. Tenanglah. Jika belum mampu, maka berusahalah untuk menahan perasaan tersebut. Jika serasanya tak mampu lagi bagaimana? Lebih mesralah dengan Allah agar Dia memberikan ketenangan pada jiwamu. Percayalah bahwa Allah sebaik-baik penolong. Allah Maha Baik. Dia takkan pernah meninggalkan kita walau terkadang kita sering mengabaikan perintah-perintahNya. 
.
Perkara perasaan adalah hal mudah bagiNya. Maka tiada keraguan lagi atas semua hal tersebut. InsyaAllah, semakin kita dekat dengnaNya, maka akan semakin damailah hati kita. Percayalah atas semua kebaikan yang Allah berikan. Kuncinya adalah selalu berusaha agar selalu mendapat keberkahan dariNya. Semoga kita termasuk hamba Allah yang mendapat keberkahan tersebut. Aamiin.

Just About Song not More

Apakah ada di antara kalian yang begitu menyukai sebuah lagu hingga diputar secara terus-menerus saking sukanya? Apakah tak bosan?
Saya termasuk dalam kategori tersebut. Hihihi
.
Sebenarnya tidak ada yang aneh. Tapi, biasanya sifat demikian akan berimbas ke hal lain juga.

Karena bagaimanapun memang seperti itulah sifat seseorang. Jika awalanya begitu menggebu-gebu menyukainya, maka pada satu titik akan mengalami Kejenuhan. Hingga akhirnya beralih ke yang lain. Eits, kita bahas lagu loh. Bukan yang lain. Hihi
.
Nah, saat bosan menghampiri, maka suatu saat nanti akan menjumpai kesukaan yang baru. Waktunya memang tidak menentu, tapi hal itu akan datang. Well, selamat tinggal yang lama, saatnya berpindah hati. Walau mungkin sempat kasihan sama yang lama, tapi mau bagaimana lagi toh. Sepertinya perasaan yang dulu menghampiri sudah tak sama lagi. Eits, kita bahas lagu loh. Lagu.
.
Well, menurut saya ada 1-2 alasan dari beribu faktor, yang menyebabkan seseorang tersebut begitu menyukai suatu lagu hingga tak bosan untuk mendengarnya.
.
Pertama. Mungkin saja liriknya sangat menyentuh atau malah di alami si pendengar. Bisa jadikan, lirik lagu tersebut mewakili apa yang dirasakannya.
.
Kedua. Ketika tidak ada orang lain yang memahami perasaannya, lagu itulah yang mendeskripsikan semuanya. Seolah-olah lagu tersebut menasehatinya atau malah menghiburnya.
.
Ketiga. Nah, saya bingung untuk menulis apa. Teman-teman pasti punya jawaban tersendiri. Hihi
Jadi, pada saat suasana hati dan keadaan tak sama lagi, maka kita akan mengucapkan "bye bye" ke lagu yang telah menemani kita.
.
Atau pada saat kita menemukan yang baru, yang mungkin saja lebih membuat kita nyaman. Maka dapat dipastikan kita akan mulai berganti haluan. Mungkin.
.
Maka, jangan terlalu berlebihan menyukai sesuatu. Sebab kelak akan ada hal lain, yang mungkin saja lebih kita sukai. Nah, otomatis yang lama akan ditinggalkan. Kasihan kan? Ini masalah lagu loh. Lagu. Hihih

(Cerpen) Untuk Dia yang Telah Berlalu

Setiap manusia tentunya mempunyai berbagai masalah dalam kehidupannya. Begitu pula diriku. Hal yang patut disyukuri bahwa rupanya aku mampu untuk mengatasi hal tersebut. Tak dapat dipungkiri pula bahwa Allah memainkan peran di dalamnya. Saat ini, kehidupanku jauh lebih baik ketimbang beberapa tahun lalu. Eit, bukan berarti sebuah dosa besar –yang seperti kalian pikirkan- telah kulakukan. Ini hanyalah kisah asam manis ketika Allah menguji keteguhan imanku. Ketika hal ini kuingat kembali, rasanya ingin tertawa dan menasehati habis-habisan diriku dikala itu. Namun, itu hanyalah masa lalu, setidaknya membawa pengaruh postif untuk masa sekarang. Ya, semoga saja menjadi buah manis di masa depan antara aku dan dirimu wahai pujaan hatiku yang masih Allah rahasiakan.


Saat itu, begitu lama kupandangi sebuah kertas kosong di atas mejaku. Berbagai macam pikiran berkecamuk dikepalaku. Kebimbangan menghantui untuk tetap melakukannya atau malah harus mengatakannya secara langsung. Sebenarnya untuk apa aku melakukannya? Bukankah dia sudah tidak peduli lagi kepadaku? Namun, disatu sisi, aku merasa harus melakukannya agar dia tak melakukan kesalahan yang sama. Entahlah, aku benar-benar bimbang. Pada akhirnya, menuangkannya dalam bentuk tulisan dikomputerku adalah pilihan yang paling tepat. Walau mungkin, entah kapan akan kukirim kepadanya.


Sebelumnya, lagi-lagi aku harus mengucapkan maaf untuk pembukanya. jika melihat ke belakang, begitu banyak kebodohan yang telah kuperbuat kepada Putra, bukan? Ada yang terjadi secara alami, ada juga yang sengaja kulakukan. Secara alamiah, aku memang tipe cerewet dan keras kepala. sepertinya sudah turunan. Sementara yang lainnya, sengaja kulakukan karena suatu hal? Pada awal pertemanan kita, kuyakin jika dirimu merasa aku tipe yang menyenangkan. Yah, itulah diriku yang sebenarnya. tapi lama-kelamaan, aku mulai berubah menjadi jahat (Ya ampun, memangnya aku power ranger ya?) kenapa demikian?


Awalnya aku sungguh tak percaya jika dirimu memiliki sesuatu yang “lain” terhadap. Sungguh aku tak bisa meyakinkankan hatiku. Bahkan dirimu pernah bilang bahwa memiliki niat untuk mendatangi rumah orang tua kelak karna merasa aku orang yang tepat. Waw sesuatu yang luar biasa untuk dipercaya. karena hal inilah, aku menjadi semakin tidak yakin. Walau sempat terpana. karena hal inilah, aku mulai berubah. Perilaku dan sikapku pun tak lagi sama seperti di awal-awal kita jumpa.


Dulu, aku pernah menyatakan bahwa aku tak ingin terlalu dekat karena takut terlalu menyukainya kelak, padahal si dia belum mampu menghalalkanku. Jika hal ini terjadi, apakah dirimu mampu bertanggung jawab atas perasaanku? Dirimu mengatakan akan bertanggung jawab. kemudian, aku pun melakukan percobaan “kecil” selama beberapa minggu.


Aku mulai bersikap semena-mena, aku mulai suka memaksa, aku mulai tidak peduli dengan kesulitan dirimu hadapi. Ya, aku sengaja mengeluarkan semua sifat buruk tersebut. Walau terkadang, adakalanya aku bersikap sok perhatian, tetapi tidak banyak hehe. Alasanku sederhana karena aku ingin menguji seberapa jauh perasaanmu akan bertahan dengan sifat yang demikian. Aku pun memang berniat untuk membuatmu membenciku. Apakah terkesan aneh?


Kusadari bahwa Putra tak mampu. Kusadari itu setelah kumenjalaninya. Tapi tak apa. Aku tak sedih. Aku tak sedih ketika Putra mengabaikan dan mengacuhkanku. Jujur saja, dari awal perkenalan kita, entah bagaimana, feelingku mengatakan bahwa perasaan yang dirimu miliki hanyalah perasaan sesaat.


Aku akui jika dalam hal ini, aku melakukan banyak kesalahan. Aku dengan entengnya menyatakan dalam hati bahwa yang kita lakukan “tidak apa-apa”, karena toh pada kenyataannya kita memang tak pernah melakukan hal-hal negatif. Kita hanya komunikasi, telfonan, dan berjumpa satu kali saja. Diluar tampak biasa, tapi kenyataannya tidak. Setan telah bermain di dalamnya. Aku tau dan sadar akan itu, tapi entah bagaimana aku malah tak bisa mengatasinya. Namun, lama kelamaan aku kembali “ditampar” bahwa ini salah. Maka aku memutusakan untuk membatasinya. Walau sesekali aku tetap berinterakksi untuk hal-hal yang serasanya sangat perlu.


Putra, sebenarnya aku malu sama diriku sendiri dan Allah atas semua hal yang telah kulakukan selama dekat denganmu. Aku tahu sekali bahwa yang kulakukan salah besar dengan dalih “Kan nggak apa-apa, wong cuman teman dan nggak lakuin apa-apa”. Aku kesal dan kecewa kepada diriku yang tak mampu melawan godaan setan. Rupanya benar ya, setan selalu ikut serta ketika kita berusaha untuk memperbaiki diri. Buktinya telah kualami sendiri. Aku sedih karena pada kenyataannya aku sama dengan diriku saat dizaman jahiliah dulu. Bedanya hanyalah aku telah berjilbab lebar saja.


Rupanya Allah sayang kepadaku. Putra mulai menjauhi dan mengabaikanku. Aku yakin jika dirimu tak lagi menyukaiku. Dirimu pun telah dekat dengan seseorang. Aku tau itu. Selamat ya Putra.
Putra, ada yang nak kusampaikan ketika dirimu dekat lagi dengan seseorang.


Jika dirimu belum mapu untuk menghalalkannya dalam waktu dekat, maka bertemanlah ala kadarnya saja. Jangan sampai Putra berujar bahwa Putra sudah yakin akan dirinya untuk menjadi pendamping hidup kelak sebab Allah maha membolak-balikkan perasaan manusia. Putra, terkadang aku heran. Kenapa Putra begitu membutuhkan support dari lawan jenis? Ya, aku akui jika aku terserert dulunya. Ku akui aku telah memilih jalan yang salah. Ada juga hal lainnya yang membuatku terheran-heran dengan perilaku Putra. Kemudian aku bertanya kepada diriku sendiri. Bukankah Putra telah ikut banyak kajian, ikut kegiatan remaja mesjid dan hal-hal lainnya? Tapi maaf, kenapa Putra hanya sekedar tau saja tapi tidak berusaha mengaplikasiknnya?  Aku sadar, aku pun mengalami hal yang sama. Tapi, aku berusaha untuk melawannya walau kerapkali gagal.


Putra, temanku yang sangat berharga. Apakah Putra tak malu kepada Allah? Putra, kita kerapkali berujar bahwa kita ingin tetap istiqomah dijalan Allah, tapi coba kita perhatikan. Apakah telah kita lakukan? Belum Putra. Kita kerapkali melalaikan hal ini. Iya, kita acuh atas dosa yang satu ini. Dosa yang kita anggap tidak apa-apa karena toh tak melakukan apa-apa. Salah Putra. Kita telah melakukan zina mata, zina hati, zina lisan dan lainnya. Aku yakin Putra lebih tahu akan hal itu? bukankah hal ini lebih berdosa ketika mengetahui hhal tsb salah maah kita langgar?


Putra, apakah memang hubungan yang seperti yang ini Putra inginkan sebelum menuju pernikahan? bukankah ini tak obahnya dengan pacaran yang berdalih islami? Maafkan aku yang terlalu lancang berujar sperti ini, Putra. aku sadar aku bukanlah orang yang sempurna. Aku sadar aku pun dulu melakukan hal itu bahkan setelah hijrah ku lakukan.


Alngkah baiknya jika kita tetap diam akan perasaan yang terpendam ini. Bukankah kita disuruh untuk menjaga pandangan kita? Sebab pandangan saja dapat menimbulka dosa. Maaf jika aku yang lemah ini lancang, Putra.


Putra, ini merupakan tamparan kerasa untukku dari Allah. kenapa demikian? Sebab dikala aku menasehati salah seorang sahabatku, aku sendiri malah melakukannya. Betapa khilafnya aku. Tapi,sekarang aku lega karena Allah menjauhkanku dari dosa yang nantinya akan berlanjut jika ini diteruskan. Terima kasih atas pembelajarannya Putra. Maafkan aku yang lemah malah sok memberikan nasehat, padahal dirinya sendiri melakukannya.


Putra, jika menurut Putra tidak apa menjalani kehidupan yang demikian, ielakan Putra lanjutkan. Ssmua pilihan dan risiko memang Putra sendiri yang menanggungnya. Aku hanya berharap kita tak lagi jatuh ke lubang yang sama. Semoga langgeng ya hubungannya.


Silakan Putra lupakan apa yang telah kita lalui. Ya tanpa kubilang pun Putra telah melakukannya. Maafkan sikapku yang keterlaluan ya, Putra.


Aku tak pernah menyesali pertemuan kita, aku malah bersyukur bahwa bertemu denganmu adalah ujian dari proses hijarhku dan aku rupanya takk mampu melewatinya. Tapi Allah maha baik, DIA menunjukkannya dengan cara yang unik."