Setiap manusia
tentunya mempunyai berbagai masalah dalam kehidupannya. Begitu pula diriku. Hal
yang patut disyukuri bahwa rupanya aku mampu untuk mengatasi hal tersebut. Tak
dapat dipungkiri pula bahwa Allah memainkan peran di dalamnya. Saat ini,
kehidupanku jauh lebih baik ketimbang beberapa tahun lalu. Eit, bukan berarti
sebuah dosa besar –yang seperti kalian pikirkan- telah kulakukan. Ini hanyalah
kisah asam manis ketika Allah menguji keteguhan imanku. Ketika hal ini kuingat
kembali, rasanya ingin tertawa dan menasehati habis-habisan diriku dikala itu.
Namun, itu hanyalah masa lalu, setidaknya membawa pengaruh postif untuk masa
sekarang. Ya, semoga saja menjadi buah manis di masa depan antara aku dan dirimu
wahai pujaan hatiku yang masih Allah rahasiakan.
…
Saat itu, begitu lama
kupandangi sebuah kertas kosong di atas mejaku. Berbagai macam pikiran
berkecamuk dikepalaku. Kebimbangan menghantui untuk tetap melakukannya atau
malah harus mengatakannya secara langsung. Sebenarnya untuk apa aku
melakukannya? Bukankah dia sudah tidak peduli lagi kepadaku? Namun, disatu
sisi, aku merasa harus melakukannya agar dia tak melakukan kesalahan yang sama.
Entahlah, aku benar-benar bimbang. Pada akhirnya, menuangkannya dalam bentuk
tulisan dikomputerku adalah pilihan yang paling tepat. Walau mungkin, entah
kapan akan kukirim kepadanya.
“Sebelumnya, lagi-lagi aku harus mengucapkan maaf untuk pembukanya. jika
melihat ke belakang, begitu banyak kebodohan yang telah kuperbuat kepada Putra,
bukan? Ada yang terjadi secara alami, ada juga yang sengaja kulakukan. Secara
alamiah, aku memang tipe cerewet dan keras kepala. sepertinya sudah turunan.
Sementara yang lainnya, sengaja kulakukan karena suatu hal? Pada awal pertemanan kita, kuyakin jika dirimu merasa aku tipe yang
menyenangkan. Yah, itulah diriku yang sebenarnya. tapi lama-kelamaan, aku mulai
berubah menjadi jahat (Ya ampun, memangnya aku power ranger ya?) kenapa
demikian?
Awalnya aku sungguh tak percaya jika dirimu memiliki sesuatu yang “lain”
terhadap. Sungguh aku tak bisa meyakinkankan hatiku. Bahkan dirimu pernah
bilang bahwa memiliki niat untuk mendatangi rumah orang tua kelak karna merasa aku orang yang tepat. Waw
sesuatu yang luar biasa untuk dipercaya. karena hal inilah, aku menjadi semakin
tidak yakin. Walau sempat terpana. karena hal inilah, aku mulai berubah. Perilaku dan sikapku pun
tak lagi sama seperti di awal-awal kita jumpa.
Dulu, aku pernah menyatakan bahwa aku tak
ingin terlalu dekat karena takut terlalu menyukainya kelak, padahal si dia
belum mampu menghalalkanku. Jika hal ini terjadi, apakah dirimu mampu bertanggung jawab atas
perasaanku? Dirimu mengatakan akan bertanggung jawab. kemudian, aku pun melakukan
percobaan “kecil” selama beberapa minggu.
Aku mulai bersikap semena-mena, aku mulai suka
memaksa, aku mulai tidak peduli dengan kesulitan dirimu hadapi. Ya, aku sengaja
mengeluarkan semua sifat buruk tersebut. Walau terkadang, adakalanya aku bersikap sok
perhatian, tetapi tidak banyak hehe. Alasanku sederhana karena aku ingin
menguji seberapa jauh perasaanmu akan bertahan dengan sifat yang demikian. Aku
pun memang berniat untuk membuatmu membenciku. Apakah terkesan aneh?
Kusadari bahwa Putra tak mampu. Kusadari itu setelah kumenjalaninya. Tapi tak apa.
Aku tak sedih. Aku tak sedih ketika Putra mengabaikan dan mengacuhkanku. Jujur
saja, dari awal perkenalan kita, entah bagaimana, feelingku mengatakan bahwa
perasaan yang dirimu miliki hanyalah perasaan sesaat.
Aku akui jika dalam hal ini, aku melakukan banyak kesalahan. Aku dengan
entengnya menyatakan dalam hati bahwa yang kita lakukan “tidak apa-apa”, karena
toh pada kenyataannya kita memang tak pernah melakukan hal-hal negatif. Kita
hanya komunikasi, telfonan, dan berjumpa satu kali saja. Diluar tampak biasa,
tapi kenyataannya tidak. Setan telah bermain di dalamnya. Aku tau dan sadar
akan itu, tapi entah bagaimana aku malah tak bisa mengatasinya. Namun, lama
kelamaan aku kembali “ditampar” bahwa ini salah. Maka aku memutusakan untuk
membatasinya. Walau sesekali aku tetap berinterakksi untuk hal-hal yang serasanya
sangat perlu.
Putra, sebenarnya aku malu sama diriku
sendiri dan Allah atas semua hal yang telah kulakukan selama dekat denganmu.
Aku tahu sekali bahwa yang kulakukan salah besar dengan dalih “Kan nggak
apa-apa, wong cuman teman dan nggak lakuin apa-apa”. Aku kesal dan kecewa
kepada diriku yang tak mampu melawan godaan setan. Rupanya benar ya, setan
selalu ikut serta ketika kita berusaha untuk memperbaiki diri. Buktinya telah
kualami sendiri. Aku sedih karena pada kenyataannya aku sama dengan diriku saat
dizaman jahiliah dulu. Bedanya hanyalah aku telah berjilbab lebar saja.
Rupanya Allah sayang kepadaku. Putra mulai menjauhi dan mengabaikanku.
Aku yakin jika dirimu tak lagi menyukaiku. Dirimu pun telah dekat
dengan seseorang. Aku tau itu. Selamat ya Putra.
Putra, ada yang nak kusampaikan ketika
dirimu dekat “lagi” dengan seseorang.
Jika dirimu belum mapu untuk menghalalkannya dalam waktu dekat, maka
bertemanlah ala kadarnya saja. Jangan sampai Putra berujar bahwa Putra sudah
yakin akan dirinya untuk menjadi pendamping hidup kelak sebab Allah maha
membolak-balikkan perasaan manusia. Putra, terkadang aku heran. Kenapa Putra begitu
membutuhkan support dari lawan jenis? Ya, aku akui jika aku terserert dulunya. Ku akui aku telah memilih
jalan yang salah. Ada juga hal lainnya yang membuatku terheran-heran dengan
perilaku Putra. Kemudian aku bertanya kepada diriku sendiri. Bukankah Putra
telah ikut banyak kajian, ikut kegiatan remaja mesjid dan hal-hal lainnya? Tapi maaf, kenapa Putra
hanya sekedar tau saja tapi tidak berusaha mengaplikasiknnya? Aku sadar, aku pun mengalami hal yang sama.
Tapi, aku berusaha untuk melawannya walau kerapkali gagal.
Putra, temanku yang sangat berharga. Apakah
Putra tak malu kepada Allah? Putra, kita kerapkali berujar bahwa kita ingin
tetap istiqomah dijalan Allah,
tapi coba kita perhatikan. Apakah telah kita lakukan?
Belum Putra. Kita kerapkali melalaikan hal ini. Iya, kita acuh atas dosa yang
satu ini. Dosa yang kita anggap tidak apa-apa karena toh tak melakukan apa-apa.
Salah Putra. Kita telah melakukan zina mata, zina hati, zina lisan dan lainnya.
Aku yakin Putra lebih tahu akan hal itu? bukankah hal ini lebih berdosa ketika
mengetahui hhal tsb salah maah kita langgar?
Putra, apakah memang hubungan yang seperti
yang ini Putra inginkan sebelum menuju pernikahan? bukankah ini tak obahnya
dengan pacaran yang berdalih islami? Maafkan aku yang terlalu lancang berujar
sperti ini, Putra. aku sadar aku bukanlah orang yang sempurna. Aku sadar aku pun dulu
melakukan hal itu bahkan setelah hijrah ku lakukan.
Alngkah baiknya jika kita tetap diam akan perasaan yang terpendam ini. Bukankah kita disuruh
untuk menjaga pandangan kita? Sebab pandangan saja dapat menimbulka dosa. Maaf
jika aku yang lemah ini lancang,
Putra.
Putra, ini merupakan tamparan kerasa untukku
dari Allah. kenapa demikian? Sebab dikala aku menasehati salah seorang
sahabatku, aku sendiri malah melakukannya. Betapa khilafnya aku.
Tapi,sekarang aku lega karena Allah menjauhkanku dari dosa yang nantinya akan berlanjut
jika ini diteruskan. Terima kasih atas pembelajarannya Putra. Maafkan aku yang lemah malah sok memberikan
nasehat, padahal dirinya sendiri melakukannya.
Putra, jika menurut Putra tidak apa
menjalani kehidupan yang demikian, ielakan Putra lanjutkan. Ssmua pilihan dan risiko
memang Putra sendiri yang menanggungnya. Aku hanya berharap kita tak lagi jatuh ke lubang
yang sama. Semoga langgeng ya hubungannya.
Silakan Putra lupakan apa yang telah kita
lalui. Ya tanpa kubilang pun Putra telah melakukannya. Maafkan sikapku yang keterlaluan ya, Putra.
Aku tak pernah menyesali pertemuan kita,
aku malah bersyukur bahwa bertemu denganmu adalah ujian dari proses hijarhku
dan aku rupanya takk mampu melewatinya. Tapi Allah maha baik, DIA menunjukkannya dengan
cara yang unik."
No comments:
Post a Comment