Sunday, August 21, 2016

Jarak adalah caraku mencintaimu



Setiap manusia serasanya pernah merasakan cinta. Seperti yang dulu saya sampaikan bahwa sekiranya Allah menitipkan rasa tersebut dalam keadaan suci. Sekarang, tergantung kita bagaimana “mengolah” perasaan tersebut. Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah cara menjaga cinta agar tetap suci? Sejujurnya, alangkah lebih baik jika si dia tidak mengetahui apa yang kita rasakan. Loh, kenapa demikian? Sebab, jika yang demikian terjadi maka setan ikut jua dalam setiap interaksi yang kita lakukan dengan si dia. Permasalahan selanjutnya, bagaimana jika kita mengetahui si dia memiliki perasaan yang sama dengan kita, dan kita tahu hal tersebut, namun sayangnya belum mampu menghalalkanmu? Hmm situasi yang sulit. Nah, bagaimana kelanjutnya ya?

Akan sangat sulit untuk menjalani pertemanan yang demikian. Sebab, menurut saya, hal demikian tidaklah pure lagi. Kenapa demikian? Ingat ya wahai kawan, jangan sampai pertemanan tersebut dibina dengan dalih ta’aruf. Wah, mau berapa lama ta’arufnya kalau si dia belum juga menjumpai wali kita. Lama-lama saya malah akan berlumut menunggumu.

Haruskah kita menjauhinya? Hal ini bisa kita lakukan jika mampu menjalaninya. Tahukah teman-teman jika kebersamaan saja bisa menghasilkan “sesuatu”, apalagi “sesuatu” tersebut telah diketahui satu sama lain, maka “sesuatu” tersebut akan tumbuh, berkembang dan subur. Kebanyakan “sesuatu” ya. Hihhi

Jarak terkadang menjadi wadah untuk menumbuhkan perasaan satu sama lain. Apakah kelak akan membawamu kekebahagiaan atau malah kekecewaan, semua tergantung seberapa dalam kamu dan dia menjaga jarak tersebut. Terkadang tak hanya jarak yang menjadi penyebab, komunikasi juga ikut andil dalam memainkan perasaan manusia. Oleh karena itu, jalan satu-satunya agar kita tetap menjaga perasaan ini tetap suci adalah merenggangkan jarak yang ada.

Jarak adalah caraku mencintaimu. Mungkin, ada yang beranggapan bahwa ini hanyalah cara klise. Tapi, tahukan kalian jika ini adalah cara efektif untuk menjaga perasaan kita? Menjauhinya bukan berarti membenci atau tidak menyukainya lagi. Bukan berarti pula jarak ini akan memutuskan silaturrahmi. Tetapi, jalinlah silaturrahmi sewajarnya saja. Inilah cara agar perasaan tersebut tetap utuh. Menjauh bukan berarti melupakannya, namun mengembalikan perasaan ini kepada sang pemilik rasa. Kita berdo’a agar DIA menjaganya dan menyuburkannya dengan cara unikNya. Apakah terdengar aneh? Tidak. Bukankah, dulu saya pernah menyatakan bahwa rindu saja harus kita kembalikan kepada Allah, apalagi perasaan yang lebih murni dari rindu.

Walau jauh, tapi begitu dekat di do’a. Kata manis tak perlu diumbar kepada seseorang yang belum mampu dihalalkan. Apalah arti kata-kata tersebut jika akhirnya hanya menimbulkan dosa? Hanya penyesalan dan kesedihanlah yang tersisa dikala kelak rupanya tak bersama. Jangan risaukan dikala kita tak mengetahui perasaan si dia. Cukup, umbar kata-kata manis dan rayuan mautmu kepada sang pemilik rasa tersebut. Percayalah, bahwa Allah akan mengetukkan pintu hatinya agar mampu menerima perasaanmu kelak dikala kau jemput. Sekarang, cukup sisipkan namanya disetiap do’a yang kau haturkan kepadaNya. Allah lah yang kelak mewakili untuk menyampaikan perasaanmu.

Marilah isi hari-hari kita dengan kegiatan positif, produktif, dan bermanfaat. Janganlah merisaukan sesuatu yang telah pasti dihadirkan Allah kepada waktu. Semua hanyalah masalah waktu, usaha, tawakkal, serta do’a kita kepadaNya. Percayalah, walau beratus-ratus kilo telah memisahkan kita dengannya, jika Allah berkehendak bahwa dia untuk kita, maka dengan mudahnya, Allah akan datangkan dia kepada kita. Oleh karena itu, mari sama-sama memantaskan diri, memperbaiki akhlak, menjaga hati, menuntut ilmu serta berbakti kepada ayah ibu.

Jatuh cinta lah sewajarnya. Bersabarlah dalam penantianmu. Isilah hari-harimu dengan kegiatan yang bisa membuatmu lupa betapa lelahnya penantian tersebut. Mata dan hati memang harus kau jaga, namun jarak pun harus juga kau jaga agar cintamu tetap suci.”

No comments:

Post a Comment