Setiap manusia serasanya pernah
merasakan cinta. Seperti yang dulu saya sampaikan bahwa sekiranya Allah
menitipkan rasa tersebut dalam keadaan suci. Sekarang, tergantung kita
bagaimana “mengolah” perasaan tersebut. Pertanyaan selanjutnya, bagaimanakah cara
menjaga cinta agar tetap suci? Sejujurnya, alangkah lebih baik jika si dia
tidak mengetahui apa yang kita rasakan. Loh, kenapa demikian? Sebab, jika yang
demikian terjadi maka setan ikut jua dalam setiap interaksi yang kita lakukan
dengan si dia. Permasalahan selanjutnya, bagaimana jika kita mengetahui si dia
memiliki perasaan yang sama dengan kita, dan kita tahu hal tersebut, namun
sayangnya belum mampu menghalalkanmu? Hmm situasi yang sulit. Nah, bagaimana
kelanjutnya ya?
Akan sangat sulit untuk menjalani
pertemanan yang demikian. Sebab, menurut saya, hal demikian tidaklah pure
lagi. Kenapa demikian? Ingat ya wahai kawan, jangan sampai pertemanan tersebut
dibina dengan dalih ta’aruf. Wah, mau berapa lama ta’arufnya kalau si dia belum
juga menjumpai wali kita. Lama-lama saya malah akan berlumut menunggumu.
Haruskah kita menjauhinya? Hal
ini bisa kita lakukan jika mampu menjalaninya. Tahukah teman-teman jika
kebersamaan saja bisa menghasilkan “sesuatu”, apalagi “sesuatu” tersebut telah
diketahui satu sama lain, maka “sesuatu” tersebut akan tumbuh, berkembang dan
subur. Kebanyakan “sesuatu” ya. Hihhi
Jarak terkadang menjadi wadah
untuk menumbuhkan perasaan satu sama lain. Apakah kelak akan membawamu
kekebahagiaan atau malah kekecewaan, semua tergantung seberapa dalam kamu dan
dia menjaga jarak tersebut. Terkadang tak hanya jarak yang menjadi penyebab,
komunikasi juga ikut andil dalam memainkan perasaan manusia. Oleh karena itu,
jalan satu-satunya agar kita tetap menjaga perasaan ini tetap suci adalah
merenggangkan jarak yang ada.
Jarak adalah caraku mencintaimu.
Mungkin, ada yang beranggapan bahwa ini hanyalah cara klise. Tapi, tahukan
kalian jika ini adalah cara efektif untuk menjaga perasaan kita? Menjauhinya
bukan berarti membenci atau tidak menyukainya lagi. Bukan berarti pula jarak
ini akan memutuskan silaturrahmi. Tetapi, jalinlah silaturrahmi sewajarnya saja.
Inilah cara agar perasaan tersebut tetap utuh. Menjauh bukan berarti
melupakannya, namun mengembalikan perasaan ini kepada sang pemilik rasa. Kita
berdo’a agar DIA menjaganya dan menyuburkannya dengan cara unikNya. Apakah
terdengar aneh? Tidak. Bukankah, dulu saya pernah menyatakan bahwa rindu saja
harus kita kembalikan kepada Allah, apalagi perasaan yang lebih murni dari
rindu.
Walau jauh, tapi begitu dekat di
do’a. Kata manis tak perlu diumbar kepada seseorang yang belum mampu
dihalalkan. Apalah arti kata-kata tersebut jika akhirnya hanya menimbulkan
dosa? Hanya penyesalan dan kesedihanlah yang tersisa dikala kelak rupanya tak
bersama. Jangan risaukan dikala kita tak mengetahui perasaan si dia. Cukup,
umbar kata-kata manis dan rayuan mautmu kepada sang pemilik rasa tersebut.
Percayalah, bahwa Allah akan mengetukkan pintu hatinya agar mampu menerima
perasaanmu kelak dikala kau jemput. Sekarang, cukup sisipkan namanya disetiap
do’a yang kau haturkan kepadaNya. Allah lah yang kelak mewakili untuk
menyampaikan perasaanmu.
Marilah isi hari-hari kita dengan
kegiatan positif, produktif, dan bermanfaat. Janganlah merisaukan sesuatu yang
telah pasti dihadirkan Allah kepada waktu. Semua hanyalah masalah waktu, usaha,
tawakkal, serta do’a kita kepadaNya. Percayalah, walau beratus-ratus kilo telah
memisahkan kita dengannya, jika Allah berkehendak bahwa dia untuk kita, maka
dengan mudahnya, Allah akan datangkan dia kepada kita. Oleh karena itu, mari
sama-sama memantaskan diri, memperbaiki akhlak, menjaga hati, menuntut ilmu serta
berbakti kepada ayah ibu.
“Jatuh cinta lah sewajarnya.
Bersabarlah dalam penantianmu. Isilah hari-harimu dengan kegiatan yang bisa membuatmu
lupa betapa lelahnya penantian tersebut. Mata dan hati memang harus kau jaga,
namun jarak pun harus juga kau jaga agar cintamu tetap suci.”
No comments:
Post a Comment