Sunday, August 21, 2016

Lost 10 A Lover who lost ten years of his memory



“Wah, dari sinopsisnya diibelakang covernya, kayaknya ceritanya keren.”

Itulah kata-kata yang terucap ketika dulu saya ke Gramedia untuk mencari-cari komik selama 1 hingga 2 jam walau pada akhirnya hanya membeli 1 komik saja. Saya memang menyukai komik yang menceritakani kisah yang mustahil terjadi, kisah percintaan yang yang mungkin sangat mustahil terjadi atau kisah percintaan yang terlarang. Sebab, kisah seperti ini lebih menantang untuk menyaksikan perjuangan mereka dalam mempertahakan cinta mereka. Tapi, bukan berarti kisah lain saya abaikan. Tentu saja, kisah-kisah fantasi plus percintaan sangat disukai juga. Hihi


Berikut adalah isi ceritanya yang telah diubah dalam bentuk cerpen. (Kurang lebih hampir menyamai isi cerita dalam komik walau tidak 100%).

Lost 10 A Lover who lost ten years of his memory

Saya yakin, jika dari judulnya saja, bisa ditebak jalan cerita komik ini seperti apa. Tepat sangat. Seorang suami yang kehilangan memori sepuluh tahunnya karena tidak mampu menahan beban pikiran yang ditanggungnya. Sesungguhnya dia telah berusaha berbagi dengan istrinya, namun dia tetap merasa bersalah sebab malah membuat istrinya menderita. Padahal, sang istri selalu mendukung sepenuh hati dan sabar. Tapi, tetap saja dia merasa bersalah kepasa istrinya.
.....

“Kohei Sakura adalah suami yang telah menikahiku di usianya 24 Tahun. Saat itu usiaku 22 tahun. Beliau merupakan senior diklub kampusku dulu. Walau aku menyukainya, namun rasa ini tak pernah kuungkapkan. Pertemuanku dengannya sewaktu aku kerja part time telah membawaku pada pernikahan yang telah lama kuimpikan.

Aku tahu bahwa suamiku adalah sosok laki-laki yang bertanggung jawab akan keluarganya. Dia merasa bahwa semua yang telah terjadi merupakan kesalahannya. Walau aku telah berusaha meyakinkan untuk selalu mendukungnya, tampaknya usahaku tak berhasil untuk meringankan beban yang sedang dipikulnya.

Kohei merupakan salah satu pengacara handal. Aku tahu itu. Sewaktu masih kuliah dulu pun dia termasuk laki-laki pintar dan jadi pujaan wanita. Aku sempat bertemu dengan beberapa klienya dulu ketika sedang jalan-jalan ke taman dengannya. Aku bisa melihat wajah gembiranya, ketika mereka berterima kasih kepada suamiku karena telah membantu dalam menuntaskan masalah yang mereka hadapi. Aku turut bahagia dengan keberhasilan yang diperoleh suamiku. Aku pun selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik untuknya.

Hari itu, suamiku pulang dengan wajah yang depresi. Aku sudah tahu penyebabnya, sebab dia memang pernah bercerita bahwa ada satu kasus sulit yang harus dia menangkan. Selain itu, tampaknya kliennya sangat bergantung kepadanya untuk memenangkan kasus ini, karena tidak ada pengacara lain yang mau mengambil kasus ini. Oleh karena itu, Suamiku pun berusaha untuk membantu klien tersebut. Aku tentu saja mendukungnya. Tapi, aku yak pernah menyangka bahwa inilah awal kesedihan yang kualami kelak.

Rupanya, suamiku tidak memenangkan kasus tersebut. Dia tampak begitu sedih dan depresi. Kemudian, dia berniat untuk membuka kantor hukum sendiri. Sebab, kantor hukum tempat dia bekerja telah kehilangan kepercayaan, karena masalah kekalahan yang pernah terjadi. Agar kantor hukum tersebut tetap berjalan, maka dia pun mundur agar tidak lagi membebani kantor hukum tersebut. Kemudian, dia pun meminjam uang agar bisa membuka kantor hukum sendiri. Namun, tampaknya hal sama masih menghampiri. Sehingga tidak ada perubahan sama sekali. Dia merasa bersalah karena gegabah meminjam uang banyak demi membangun kantor hukum tersebut. 

Sesungguhnya, aku pun turut sedih dengan semua kesedihan yang dialami suamiku. Tapi, aku selalu berusaha untuk membuatnya kembali bangkit, kembali semangat, dan sebisa mungkin selalu mendukung usahanya. Aku berusaha untuk menghiburnya. Aku berusaha untuk menyenangkannya dengan memasak semua makanan kesukaannya. Tetapi, tampaknya suamiku tetap tak bergeming dengan kesedihan yang dialaminya. Aku tak menyadari betapa berat beban pikiran yang dipikulnya. Aku pun sadar jika suamiku menyembunyikannya agar aku tak ikut sedih. 

Setahun kulalui dengan kehidupan yang penuh kesedihan dan cobaan seperti ini. Aku kerap kali menjumpai suamiku muntah-muntah. Aku sendiri tidak tau penyebabnya. Namun, sebisa mungkin aku membantunya untuk meringankan bebannya, walau tampaknya tak memberi efek yang berarti kepadanya. 

Siang itu, aku mendapat kabar dari adik iparku, jika suamiku sekarang sedang dirumah mereka. Tentu saja, aku langsung menuju rumah mertuaku untuk menjumpainya. Mereka menyatakan bahwa suamiku sedang sakit dan bersikap aneh. Tentu saja aku kaget, dan tak sabar untuk melihat kondisi suamiku. Sesampainya disana, aku makin kaget kalau rupanya suamiku baik-baik saja dan no cacat sama sekali. Tapi, ada yang aneh dari wajahnya. Kenapa dia hanya bengong ketika melihatku? Sesaat kemudian, suamiku berujar dan bertanya kepada adiknya, siapakah wanita ini? Aku shock dan menganggap suamiku sedang bercanda. Tapi, suamiku malah menepis tanganku. Aku benar-benar kaget dengan perlakuannya kepadaku. 

Adik iparku menyatakan bahwa sikap kakaknya sudah aneh, ketika dia menemukannya. Dia bertingkah seperti remaja belasan tahun, sehingga begitu kaget melihat perubahan yang terjadi saat ini. Adik iparku menambahkan jika kakaknya seperti amnesia. Tentu saja, aku tak percaya. Tapi, lagi-lagi aku disadarkan bahwa kenyataanya memang demikian. Rupanya suamiku tak lagi mengenaliku. Aku pun langsung membawanya ke dokter dan menanyai apa yang terjadi kepada suamiku. Pernyataan dokter benar-benar membuat duniaku serasa hancur berantakan. Agak sulit bagiku untuk menerima kenyataan seperti ini.

“Suami ibu menderita penyakit  dissociative amnesia. Penyakit ini memang tergolong langka dan belum ditemukan obatnya hingga sekarang. Penyakit ini memang mirip amnesia biasa, namun penyakit ini timbul karena pribadi korbanlah yang menginginkannya. Sebenarnya, karena banyaknya masalah yang dialami suami ibu selama ini, dan sepertinya hati dan pikirannya belum mampu menanggung beban tersebut, maka dia berusaha untuk menganggap kejadian tersebut tidak ada. Hal ini dilakukannya untuk melindungi hatinya. Sehingga, dia beranggapan jika dirinya tidur maka ketika bangun, kejadian semalam benar-benar tidak terjadi atau melupakan kejadian kemarin. Menurut saya, penyimpanan memori suami ibu bermasalah. Oleh karena itu, walau sekarang suami ibu berusia 26 tahun, namun dalam pikirannya, dia hanyalah laki-laki yang berusia 16 tahun.”

Penjelasan dokter membuatku hampir tidak mempercayainya. Aku tak percaya jika suamiku mampu melupakanku semudah itu. Aku hampir tak mampu mencerna dengan baik semua penjelasan dokter. Pernikahanku dengan Suamiku memang baru memasuki usia 2 tahun, namun begitu banyak kenangan yang telah kami lalui bersama. Aku tak bisa meyakinkan diriku jika sekarang suamiku sama sekali tak mengenaliku, istrinya.

Akhirnya, aku membujuk ibu mertua untuk mengajak Suamiku tinggal bersama di apartemen yang selama ini kami tempati. Aku berusaha meyakinkan mereka bahwa mungkin saja suamiku akan ingat jika dia tinggal bersamaku dan melalui hari-harinya di apartemen tempat kami bersama. 

Rupanya, keputusan untuk mengajaknya ke apartemen menjadi cobaan tersendiri bagiku. Aku berusaha untuk percaya bahwa yang terjadi kemarin hanyalah mimpi. Namun, rupanya tidak. Ini benar-benar nyata. Hatiku makin teriris ketika suamiku bangun, dia malah bertanya “Kamu siapa?” kepadaku. Betapa hancurnya hatiku mengetahui suami yang kucintai sepenuh hati tak mengenaliku lagi. 

Selama berhari-hari aku dan suamiku hanya di rumah saja. Dari hari ke hari, tak ada perubahan sama sekali. Kadang-kadang suamiku menganggapku pembantunya, terkadang menganggap bibinya, atau malah kakak tetangga yang kebetulan merawat dirinya. Tiap hari pula aku harus menjelaskan kepadanya siapa diriku kepada suamiku sendiri. Sebenarnya, aku hampir rapuh menjalani kisah ini. Namun, aku berusaha kuat untuk menjalani lembaran baru ini. Ini semua karena aku menyayangi suamiku. 

Setelah beberapa hari menjalani aktivitas di rumah saja, aku akhirnya sadar bahwa biaya hidupku semakin menipis. Uang tabunganku pun tidak cukup lagi untuk memenuhi biaya hidup kami sehari-hari. Maka, aku pun memutuskan untuk bekerja kembali tanpa sepengetahuan suamiku. Aku sengaja mengambil shift malam, sebab pagi menjelang malamnya aku harus mengurus suamiku yang bisa dianggap baru mengenal dunia ini. Aku harus mampu membagi waktu agar bisa menyelesaikan semuanya sekaligus. Aku akui, hidup yang kujalani sebenarnya berat, ditambah lagi, suamiku tak mengenaliku sama sekali. Tapi, aku selalu yakin jika Tuhan akan memberikan jalan kepada aku dan suamiku. 

Sebenarnya aku hampir menyerah ketika bos tempatku bekerja akan memecatku lantaran beliau mendapatkan informasi jika aku berkata bohong mengenai keadaan suamiku. Mereka pernah melihat kami berjalan santai berdua di taman sekitar apartemen kami. Aku berusaha menjelaskan kondisi suamiku kepadanya, tapi bos bersikeras untuk tetap mempercayai berita tersebut. Aku hanya bisa pasrah menerima keadaan ini. Aku pun pulang dan menangis di depan suamiku. Tapi dia hanya bengong melihatku. Tak ada kata-kata semangat dan tak ada pelukan untuk menenangkanku. Aku benar-benar marah dengan keadaan ini. 

Rupanya suamiku menyadari keadaanku, dan dia nekat menjumpai bos tempatku bekerja. Padahal, dia tidak hapal daerah sekitar. Aku mendapati dirinya membungkuk memohon maaf atas penyakit yang dialaminya. Dia memohon agar aku diizinkan untuk tetap bekerja disini. Sesungguhnya, aku kembali mencintainya ketika menyaksikan kejadian tersebut.   

 .....

Hari itu, teman lama suamiku bertamu untuk melihat keadaan suamiku. Dia tidak percaya jika sahabatnya menderita penyakit ini. Dia menceritakan semua kisah yang telah mereka lalui, namun tampaknya hanya sampai kisah 1 SMA lah yang diingat suamiku. Pada saat itulah, muncul nama Sena dalam perbincangan mereka. Aku sendiri agak kaget dan penasaran dengan nama tersebut. Begitu juga Suamiku. Aku yakin jika dulu Suamiku begitu menyukainya seperti kata temannya.

Semenjak nama Sena muncul, suamiku seperti memikirkan sesuatu penting yang telah dilewatkannya. Hingga suatu hari, aku harus merelakan dia menjumpai Sena, sebab temannya menceritakannya kepada Sena, dan Sena sendiri lah yang menyatakan agar bisa berjumpa dengan suamiku. Aku merelakan suamiku untuk menjumpai mantannya jika hal itu mampu mengembalikan ingatannya. Aku takkan pernah menunjukkan kecemburuan ini disaat suamiku sedang sakit.

Malam itu, suamiku pulang dengan wajah yang sedih. Aku tidak tahu penyebabnya. Namun, suamiku berkata bahwa dia menyesal memiliki penyakit ini dan merasa dirinya tak berguna lagi. Aku marah ketika mendengarnya. Aku menenangkannya sekuat tenaga untuk tetap tenang dan berkata bahwa banyak orang yang membutuhkannya. Begitu banyak orang yang mencintainya walau suamiku telah melupakan mereka. Tampaknya, usahaku cukup ampuh untuk menenangkannya.

Siang itu, tanpa sengaja aku melihat di salah satu website bahwa band yang dulu disukai suamiku mengadakan konser di daerah ku. Tentu saja aku tak melewatkan kesempatan ini untuk menyenangkan hati suamiku. Tapi, tampaknya aku harus berusaha keras agar tiket tersebut dapat kumiliki, sebab harganya lumayan menguras kantongku. Akhirnya aku memutuskan untuk minta pinjaman dan menambah jam lembur kepada bosku. Bos ku menyanggupinya. Akhirnya aku memiliki tiket tersebut.

Pada sore harinya, aku membawa suamiku untuk bermain sepak bola bersama warga sekitar. Aku kembali menyaksikan suamiku muda bermain bola dengan riang. Aku sempat berpikir jika kami dipertemukan semasa SMA, mungkin aku akan menyukainya seperti yang terjadi sewaktu kami kuliah dulu. Melihat suamiku yang seperti ini, makin membuatku mencintai suamiku kembali.

Rupanya, rasa senang yang kurasakan ini hanya sekejap, sebab malamnya dia mendapat telfon bahwa Sena ingin menjumpainya lagi. Aku terpaksa mengiyakannya saja. Aku berpikir tak apa jika ini mampu mengemballikan suamiku seperti dulu. Sebelum mereka pergi, aku memberikan tiket konser yang kuperoleh. Aku menyuruhnya untuk mengajak Sena menonton konser tersebut bersama.

Aku pun kembali bekerja seperti biasa. Rupanya bos ku tahu jika aku tak menggunakan tiket tersebut untukku dan suamiku. Beliau marah kepadaku yang bersifat mengalah seperti ini. Akhirnya beliau menyuruhku untuk mengejar suamiku dan mengajaknya pulang ke rumah. Aku pun berangkat untuk menyusul suamiku. Aku sangat berterima kasih kepada bos ku karena telah menasehati diriku yang lemah ini. Aku beruntung datang di waktu yang tepat, dan ketika aku ingin memanggilnya, rupanya mereka tak menuju konser melainkan menuju hotel yang berada dekat dengan konser tersebut. Aku benar-benar terpukul dan mulai menyerah untuk menerima keadaan ini. 

Selang beberapa waktu, suamiku menghampiriku. Aku tak percaya dia kembali kepadaku. Aku bertanya dia dari mana. Dia berkilah bahwa mereka hanya sebentar menonton konser dan mengantar Sena ke stasiun. AKu berujar bahwa Suamiku bohong. Tampaknya suamiku gelagapan untuk memberi penjelasan. Tapi dia berusaha meyakinkanku bahwa tidak pernah terjadi apa-apa antara suamiku dan Sena. 

“Aku akui bahwa Sena adalah cinta pertamaku. Aku menyukainya dulu dan sekarang. Aku akui jika telah banyak kenangan yang kami lalui. Tapi, yang aku cintai adalah Midori.”

Aku sempat terharu mendengar ucapannya, tapi cepat-cepat kutepis semua itu. Aku berkilah jika dia hanya merasa sungkan kepada tetangga yang menganggapku adalah istri sahnya. Aku berkilah jika dia hanya merasa kasihan kepadaku selaku istrinya. Aku yakin dia merasa terpaksa. Namun, ucapannya kembali membuatku kaget serta terharu. 

“Aku takkan lagi memusingkan masa lalu agar mampu menjalani  masa sekarang. Aku akan menerima keadaanku sekarang dengan midori selaku istriku. Aku akui, aku tak punya ingatan mengenai first kiss ku. Aku merasa bahwa inilah first kiss ku pada saat ini.”

Aku bahagia mendengarnya. Aku benar-benar bersyukur ketika aku tak menyerah. Aku benar-benar bahagia ketika aku dan Suamiku, suamiku kembali menjalin cinta untuk kedua kalinya dalam bahtera rumah tangga yang kami bangun.




2 comments: