Kisah ini dituliskan berdasarkan
pengamatan penulis :D
Siang hari ketika hendak pulang
kampung, saya berkunjung sebentar ke rumah salah satu tetangga untuk melunasi
kewajiban. Saat menjajaki disana, rupanya sang kakak sedang membuat kue bersama
sang suami. Ada rasa segan untuk berkunjung, tapi kewajiban ini tak mungkin
ditunda. Apalagi lumayan lama untuk berlibur di kampung. Jadi, semua hal
tersebut harus disegerakan. Eh kamu kapan “menyegerakannya” Hihi
“Oalah, ai kesini rupanya. Ada
apa ai?” Keramahan sang kakak tidak pernah sirna sembari tersenyum manis.
“Ai, mau bayar utang laundy
kemarin kak. Kakak cepat kali ngantarnya, padahal tidak perlu terburu-buru.”
“Ah, biasa aja ai. Kakak
insyaAllah percaya sama ai kok.”
Aduh, rasanya malu banget ketika
harus menerima pernyataan seperti ini. “Ai tu paling nggak bisa dibaiki
seperti ini.”
“Eh, bikin kue apa nih kak?”
“Ah, kue biasa aja ai. Kakak
bikin yang gampang-gampang aja.”
“Abang selalu bantu kakak ya
ketika bikin kue?”
“Alhamdulillah, abang mau bantu
kakak.”
Romantis banget ya. *Cie yang baper uhuk uhuk.
Ketika sang
istri serasanya butuh bantuan, maka sang suami dengan tanggap membantu
pekerjaan istrinya. Mungkin, tidak membutuhkan kode atau signal. Perasaan
memahami dan saling mengertilah yang menggerakkan hati sang suami untuk
membantu pekerjaan sang istri. Jadi, masih berpikir bahwa pekerjaan dapur
merupakan tanggung jawab istri sepenuhnya?
Bukankah bersama itu lebih menyenangkan?
Jadi, kapan nih kita kerjainnya sama-sama? :D
*Foto diambil diam-diam ketika mereka lagi sibuk bikin kue
No comments:
Post a Comment