Friday, January 4, 2019

Drama Dunia Tesis Part III

Kala itu, sangat sangat down. Bahkan, saat pulang pun saya putuskan untuk tidur dan trauma untuk membuka lembaran penelitian. Cukup lama untuk bangkit kembali. Hingga harus dipaksa agar waktu tak berlalu begitu saja.

"Sepertinya harus kembangkan penelitiannya namun masih tetap menggunakan alat ukur yang lama"

Akhirnya semua waktu digunakan untuk searching penelitian terkait apakah bisa dikembangkan atau tidak. Cari dan cari. Alhamdulillah wa syukurillah. Semua sudah ditemukan dan siap dicetak sebagai bukti kepada buk Ani.
______

Pertemuan kembali berlangsung.

"Menurut ibuk ini tidak bisa."

Penolakan kembali. Namun, tetap dicoba untuk menjelaskannya kepada beliau.

"Buk, kebetulan saya menemukan penelitian yang hampir sama. Alat ujinya menggunakan yang saya gunakan. Model penelitiannya juga hampir sama."

Ibuk masih tetap gigih tidak menyanggupinya.

"Kemarin ada mahasiswa bimbingan ibuk menggunakan cara ini. Salah besar saat ujian tesis. Makanya ibuk tidak mau lagi."

"Iya buk. Saya sudah baca penelitian mahasiswa yang bersangkutan. Namun,  memang terjadi kesalahan dengan penelitiannya. Sementara saya tidak demikian buk, saya..."

Belum selesai disampaikan argumen pembelaan, sang ibuk malah memotong pembicaraan saya dan berujar "Kamu itu ngeyel"

Saya hanya bisa pasrah.

"Kalau kamu bisa membuktikan dengan menanyakan langsung ke peneliti yang pernah meneliti ini, maka akan saya terima."

Kebetulan bukti yang tadi saya sertakan, beliau pernah meneliti yang sama dan malah menerbitkan buku juga. Maka, tak pikir panjang saya langsung mengirimi beliau email dan jawabannya tak terduga.

"Bisa kok."

Sekiranya itu jawabannya yang singkat.

Pertemuan berikutnya tentu penuh semangat karena peneliti menyatakan bisa. Namun sayang semua sirna.

"Kenapa bisa. Maaf ya, ibuk nggak bisa lagi membimbing kamu. Maaf, kamu agak ngeyel."

Penolakan terberat dan terbesar.

Kenapa saya dikatakan ngeyel? 
Karena saya tidak mau menuruti kemauan beliau. Jujur, sebenarnya tidak berat untuk mengubah konsep penelitian. Hanya saja waktu yang ada sangat singkat mengingat sebentar lagi akan dilakukan pembayaran SPP. Maka saya putuskan untuk tetap mempertahankan penelitian yang ada dengan metode sederhana. Tapi, mungkin sang ibuk kurang puas jika hanya penelitian sederhana. 

Jika kembali meninjau perjuangan menemui beliau, ceritanya hanyalah seperkian kecil skenario yang saya hadapi. 

Skenario sang ibuk yang tak bisa ditelfon.

Skenario sang ibuk yang tak pernah membalas pesan saya.

Skenario sang ibuk yang berujar "Maaf, kita tidak pernah bikin janji". Walah, menghubungi ibuk saja saya sulit.

Skenario penolakan.

Finally, inilah saatnya untuk menyerah meluluhkan hati beliau. Maka, saya putuskan untuk mengganti pembimbing.

No comments:

Post a Comment