Friday, March 21, 2014

RASA KECEWAKU PADAMU


       baiklah, kisah dibawah ini adalah kisah nyata yang benar-benar ku alami. walau nama-nama tokoh dalam cerita ini bukanlah nama yang sebenarnya, namun semua peristiwa mendekati kenyataan yang sebenarnya, walau ada beberapa yang disesuaikan. jadi, saya merangkumnya dalam bentuk cerpen. selamat menikmati ya ^.^


“yeeee……………………besok pagi kita pulang” jeritku dengan histeris.
“santai sajalah wi” sahut Lilik dengan santainya”
“Huuuuh……jangan jaim lah Lik!” ejekku sambil mencibir.
“aku tidak jaim kok!” balasnya sambil menjulur lidahnya.
“sudah wi, daripada perang mulut dengan Lilik lebih baik kembali ke asrama yuk!” ajak tria sambil menyeret tanganku dan membawaku keluar dari ruangan X 1 (Fantastic Class).
Saat itu, hatiku sangatlah gembira bak mabuk kempayang. Mengapa tidak?! 1 Minggu sudah aku di asrama, dan tibalah saatnya aku kembali bercengkrama dengan keluargaku. Selain itu, kami akan mendapatkan libur selama dua minggu. Maklum saja, minggu depan merupakan hari besar agama islam yakninya Idul Fitri. Hal itu sama sekali tak terbayangkan. Betapa senagnya hatiku, bagai dikelilingi taman bunga.
Keesokan harinya, aku menjalani rutinitasku seperti biasa, lari pagi, senam dan mengikuti jam pelajaran efektif, tak ada yang berubah. Tapi semuanya kulakukan dengan hatinya yang tak sabaran.
“Ai, santai saja. Kamu pasti pulang!”
Suara Lilik mengagetkanku. Aku sebenarnya juga merasa aneh dengan diriku sendiri. Mengapa harus segelisah ini? Padahal sama sekali tak ada yang bisa kujumpai ataupun lakukan ketika sampai dirumah.
“biar!” jawabku ketus.
Teng-teng-teng……….
Bunyi bel jam terakhir telah beraksi. Sesuai perkiraan teman-temanku, aku langsung terburu-buru kembali keasrama dan mempersiapkan seluruh barang-barangku yang harus dibawa pulang.
Selanjutnya kaupun langsung bergegas kemeja tunggu. Sunggu aneh, ayahku tak kunjung datang, sudah penat badanku menunggu yang tak pasti ini. Aku heran, apakah beliau akan menjemputku ataupun tidak. Namun, keresahanku hanya berlangsung selang beberapa menit saja. Orang yang kutunggu-tunggu telah berada dihapanku sekarang. Aku mengambil surat keterangan dan sesegera mungkin menaiki sepeda motor.
Ketika sampai di rumah, aku langsung membasahi tubuhku dengan air mandi, untuk melepas kepenatanku ketikan menempuh perjalanan yang lumayan jauh. Sesaat aku heran, apa yang sebenarnya kutunggu-tunggu ketika berada dirumah. Tapi sekilas rasa heran itu pergi entah kemana, Karena saat itu aku langsung membaringkan tubuhku di spring bed yang sudah lama kutinggali.
“Wi, nanti malam pergi Takbiran?” suara ibu terdengar samar olehku.
“Hmm….” Jawabku seadanya.
Aku baru terjaga saat matahari telah kembali ke tempat pembiakannya. Aku benar-benar terkejut, karena suasana malam itu sangat berbeda dengan malam-malam yang sebelumnya. Aku sesegera mungkin berlari kedapur dan mandi sekilat mungkin.
“bu, malam ini ada acara apa?” tanyaku dengan penuh heran usai mandi dan berpakaian.
“kamu lupa ya Wi? Besokkan Idul Fitra. Jadi sekarang orang takbiran.”
Astagfirullah….aku benar-benar lupa. Padahal sewaktu masih disekolah aku masih sibuk membicarakan hal tersebut.
“mau ikut takbiran?”
“mau”
Aku segera mengganti pakaian dan ikut takbiran ke Teluk Kuantan, lebih tepatnya dekat taman.
Ketika ditengah perjalanan, aku merasa kalau ada yang bergetar dalam kantong celanaku. Dan kulihat ada nomor yang tak kukenal tertera dalam layar hpku.
“Halo!!!! Ini siapa ya????”
“ini Indra Wi!!!!”
“OOOOO…ada apa In??”
“bagaimana kabarnya sekarang Wi?”
“Alhamdulillah baik. Indra sendiri???”
“baik juga”
“dariman dapat nomor hp Ai In?”.
“dari teman, oh ya, kita sudah lama tidak berhubungan ya?”
“betul-betul”
“apa aktivitas yang Dewi lakukan sekarang???”
“Ai ikut takbiran In. Asyik sekali Loh”
“Ooooooo………………..Wi, Indra boleh memberikan pengakuan???”
“mengenai apa In?”
“sebenarnya sejak SMP Indra ada rasa sama Dewi, tapi Indra takut menyatakannya. Dewi mengertikan? ”
Mendengar pernyataanya, bagai disambar petir disiang bolong. Padahal waktu itu, aku berada dalam keadaan bising, sesaat pikiranku kosong.
“Ai…..tak bisa menjawabnya sekarang. Lebih baik kita PDKT saja dulu”
“baiklah, tapi Indra sangat mengharapkan jawaban dari Dewi”
Indra Junaidi adalah teman cowokku di SMP. Ia sedikit nakal dan jahil. Tapi kuakui aku punya sedikit perasaan padanya. namun, itu hanyalah cerita cinta monyet sewaktu SMP, karena sekarng diriku telah mempunyai seseorang yang mengisi hidupku. Tapi jiak menghadapi situsi ini, maka aku benar-benar manusia munafik jika mengatakan tidak menyukai ia. Karena aku masih mempunyai sedikit perasaan padanya. tidak pernah kusangka ia mempunyai perasaan yang sama dengaku sewaktu SMP. Malam itu, aku tidak tidur, karena memikirkan semua jawaban dari pemikiranku sendiri.
Sejak hari itu, Indra seringkali mengirimkan sms kepadaku.  Suatu hari, Ia mengajakku ketemuan sehari sebelum keberangkatanku ke asrama. Aku pribadi mau-mau saja karena, ajakan seperti itu biasa saja.
Seperti dugaanku, ia telah menungguku dengan senyuman yang penuh harap. Aku heran beribu ekspresi. Aku menduga-duga yang sangat bertentangan dengan naluriku. Ternyata dugaanku tepat 100%. Ia menginginkan jawabannya pada saat itu juga. Aku tidak sanggup menjawabnya. Karena sesuangguhnya aku mulai  lebih menyukainya dibanding cowokku. Aku takut akan perasaan seperti itu sekaligus gembira. Mengapa demikian? Cowokku sendiri acuh tak acuh kepadaku, hanya dia yang memperhatikanku. Tapi aku takut memutuskan cowokku, karena hubungan kami masih sangat baru
“Wi, bagaimana kabarnya?”
“baik  In”
Sesungguhnya aku sedikit malu-malu. Sumpah!!!! Sikap yang sungguh tidak biasa.
“kapan kembali keasrama?” tanyanya dengan santai.
“besok In” jawabku malu-malu.
“jadi……aku to the point saja, bagaimana jawaban Dewi?”
Aku bingung, harus menjawab bagaimana. Aku tidak mengerti dengan perasaanku.
“tunggu sebentar lagi ya In, Ai mau memastikan sesuatu dulu”.
Kemudian aku pulang, tapi sebelum itu aku memberitahukan jadwal kepulanganku pada Indra. Karena pada saat itu, aku akan memberikan jawabannya. Selain itu, ia berjanji akan menjadi orang pertama yang menghubungiku.
Satu minggu sudah aku bersekolah, tibalah waktu dimana aku harus memberikan jawaban atas perasaanku pada Indra.  Sesungguhnya aku belum bisa memberikan sesuatu yang pasti padanya. karena hingga saat itu, aku belum mencondongkan perasaanku. Aku tahu sikapku ini sama saja memberikan harapan atau peluang belaka pada Indra. Tapi aku benar-benar tak peduli pada saat itu.  Namun, ketik aku sampai dirumah, namanya tak pernah muncul sekalipun dilayar hpku. Awalnya, aku merasa biasa-biasa saja, Karena bagiku ia mungkin mempunyai aktivitas lain yang lebih penting dari diriku. Namun, minggu berikutnya kejadian itu terulang kembali. Kali-kali ini aku benar-benar benci. Karena bagiku ia  melakukan perbuatan yang sangat aku benci. Ia berbohong padaku. Aku sangat membenci kebohongan. Memang aku bukanlah manusia yang tidak pernah berbohong, tapi aku tidak suka jika orang yang telah aku percaya membohongiku.
 Pada saat aku Tanya, mengenai kebohongannya. Ia menjawab dengan mudah bahwa ia lupa hari kepulanganku. Aku benar-benar kesal setengah mati. Saat itu, telepon langsung saja kuputus telepon secara tiba-tiba.
Sejak saat itu, aku mulai tidak mempedulikannya lagi. Karena saking kesalnya aku mampu bersikap sedemikian rupa. Memang, semenjak aku telepon, ia tidak pernah lagi lupa kirim sms padaku, tapi aku hanya menjawab seadanya saja. Ia berjanji tak kan melupakanku lagi. Sesaat aku terpesona. Ahh…bodohnya aku.
Minggu berikutnya lagi, ia tidak sekalipun mengirimku sms. Aku heran juga, padahal ia berjanji padaku. Kemudian saat itu juga aku mendengar kabar, dari tetanggaku sekaligus teman kelas Indra bahwa ia sedang PDKT dengan siswi dari tempatnya sekolah, SMKN 1 Teluk Kuantan. Hatiku bagaikan disambar kilat. Aku tidak mempercayai kabar burung itu. Sama sekali tak mempercayainya. Cepat-cepat kubuka hpku dan mencari nama “INDRA”. Aku langsung menekan tombol “YES”. Debaran jantungku semakin keras, keringat dinginku mulai bercucuran. Aku menunggu sampai ia mengangakat teleponku.
“halo! Ada apa Dewi?”
“In, kita ketemuan yuk!”
“ada apa?”
“sekarang ya? Ai tunggu ditaman jam 3 sore”
Pernyataanku ini meninggalkan beribu tanda tanya  pada diri Indra.
Aku langsung bergegas pergi ke taman, ternyata Indra lebih dulu datang ketimbang diriku.
“Maaf Ai telat ya?”
“tak pa-apa”
Pembicaraan seperti itu hanyalah perbincangan ringan sebelum memasuki perang dinginku. Akupun memulai dengan bertubi-tubi pertanyaan. Aku mengotak-atik hpnya, semua foto teman-teman yang ada dihpnya aku tanyai, termasuk mengenai gadis yang mulai dekat dengannya, yang ternyata bernama “PUTRI”. Aku akui ia lebih cantik dan manis daripada diriku. Ketika kutanya mengenai perasaannya pada Putri, ia menjawab bahwa mereka  hanya teman biasa. Raut mukanya juga meyakinkan, jadi aku percaya saja. Tapi berbeda pada yang satu ini, ketika kutanya mengenai perasaannya padaku, ia terlihat kikuk dan salah tingkah. Ia sama sekali tak berani menatap wajahku. Ia hanya menunduk bisu.
Ketika melihat perilakunya, hatiku sakit, bagai disayat sembilu. Aku pun pulang dengan berlinang air mata. Ia kutinggalkan dengan kekosongannya.

Aku langsung mengambil kesimpulan bahwa ia telah melupakan aku dan mencampakkan aku. Oooohhhh….. betapa bodohnya aku. Mengapa pada saat ia menembakku tidak saja langsung kuterima, mengapa harus membuatnya menunggu. Toh pada akhirnya aku tak mendapatkan kedua-duanya. Karena beberapa jam kemudian, cowokku menelepon dan mengatakan hal yang membuatku semakin terpuruk. Ia ingin putus denganku. Aku pun mengiyakannya.
Hari tu, aku benar-benar terpuruk. Sejarah seperti itu tak pernah ingin kuingat-ingat lagi.
Sebelum keberangkatanku, aku menerima telepon dari Indra bahwa ia minta maaf atas perlakuannya selama ini. Ia juga mengatakan hal yangtak ingin kudengar, “aku sudah pacaran dengan Putri Wi” ujarnya dengan tersipu-sipu. Aku hanya bisa menjawab “iya”. Tapi, ada satu pesan yang kuselipkan pada perbincangan terakhirku bahwa Indra orang yang telalau mudah melupakn orang lain dan terlalu mudah mencintai orang lain. Aku benar-benar kecewa pada Indra.
Ketika hal itu kuucapkan, ia hanya diam. Tak berkata sepatah pun. Aku maklu, karena kenyataanya seperti itu.
Bagiku, sudah cukup semua kejadian ini. Aku tak sanggup lagi menjalaninya. Jika aku ingin membalikkan fakta ini, apalah dayaku? Tangan tak sampai. Nasi sudah jadi bubur.

No comments:

Post a Comment