Friday, March 10, 2017

(Cerpen) Kau adalah Ujian Hijrahku



Aku masih terpaku didepan layar hape. Kala itu aku sibuk stalking seseorang yang pernah kukenal. Sesaat ada butir kebahagiaan bercampur sedih ketika aku memperhatikan hal yang dipostingnya. Itu semua masa lalu. Aku harus bergerak terus agar tiada lagi luka yang ditimbulkan. Aku berharap ini pengalaman terakhirku mengalami kejadiaan seperti ini. Jika mengingat kembali, rasanya kala itu aku terlalu terbuai akan kata-katanya. Walau batin dan hati ini memberontak, namun setan selalu memenangi pertarungan tersebut. Hingga akhirnya aku harus mengalah akan keadaan dikala itu.

….

Siang itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang mengirim pesan kepadaku. Aku mengenalnya, sebab kebetulan kami satu komunitas. Tapi, saat itu aku tak pernah jumpa dengannya sekalipun. Jujur saja, aku merasa kurang percaya akan perlakukannya, tapi entah setan apa yang merasuki, aku pun mulai terbuai. Satu hal yang kuketahui bahwa dia merupakan teman dekat dari temanku. Atas dasar inilah aku sedikit mempercayainya.

Saat itu, aku sudah mulai untuk berhijab lebar atau istilanya syari’i. Hal ini kulakukan sebagai pembuktiaan bahwa aku sudah hijrah dari masa-masa jahiliahku. Awalnya terasa agak berat, mengingat aku sudah nyaman dengan jilbab yang simple. Namun, aku tetap berusaha untuk selalu menggunakannya agar terbiasa nantinya. Tapi, aku sadar bahwa hijrah tak sekedar mengubah penampilan saja. Aku tahu bahwa rohani pun perlu untuk selalu disirami nilai-nilai keislaman, maka aku pun mencoba untuk ikut liqo’. Alhamdulillah telah kujalani. Semua ini kulakukan agar aku bisa menjadi lebih dekat dengan Allah serta memupuk bekal untuk akhirat kelak.

….

Sehebat-hebatnya manusia berkata tidak dimulutnya, maka akan kalah juga jika tak mampu melawan bisikan setan yang berada ditelinga dan hati. Lagi-lagi aku kalah ketika menghadapinya. Padahal aku telah berkomitmen bahwa tidak akan berkomunikasi intens dengan lawan jenis sebab hal itu akan menimbulkan dosa. Walau tidak berjumpa sekalipun, namun hati akan memainkan peran yang lumayan besar untuk merobohkan keyakinan dan keimanan kita. Sepertinya, saat itu aku belum mampu untuk konsisten menjalani yang namanya istiqomah.

Sejujurnya aku tahu bahwa kita harus menjaga jarak dengan seseorang yang belum mampu menghalalkan kita. Jarak yang dimaksud tidak sekedar hanya tidak berjumpa, melainkan juga membatasi komunikasi, hati, mata atau hal lainnya akan menimbulkan virus merah jambu. Tapi, aku malah mengabaikannya dan menganggap tidak apa-apa, karena kami tidak melakukan apa-apa. Ini hanya sekedar komunikasi biasa saja. Itulah alasan jitu yang kutanamkan dihati ini. Betapa memalukannya diriku saat itu.

Semua berawal dari komunikasi biasa, namun berlanjut hingga larut malam. Komunikasi yang kami jalani pun sudah benar-benar melewati batasnya. Kami sudah saling mengingatkan, saling memberi perhatian, saling mengabari, dan saling lainnya yang seringkali dilakukan oleh orang yang tengah dimabuk asmara atau pacaran. Kami tidak pacaran, walau kami satu sama lain telah tahu bahwa sebenarnya kami saling menyukai. Tapi dia berdalih bahwa nantinya ingin ta’aruf denganku. Lucunya ketika mengingat kejadian memalukan ini.

Kami menjalani hubungan yang katanya islami berdalih ta’aruf. Tapi, yang kami jalani tak obahnya dengan orang yang sedang pacaran. Bodoh, bukan? Iya. Hal ini sangat sangat konyol. Tapi, saat itu setan telah menutup kebenaran yang ada dihatiku. Bahkan kami nekat melakukan perjumpaan karena ingin lebih saling mengenal. Perjumpaan yang kami lakukan hanya berdua. Bayangkan, hanya berdua tanpa mahram masing-masing pihak. Kami merasa malu Ya Allah, ampuni hamba.

Setelah berjumpa dengannya, bukan ketenangan yang kuperoleh. Entah kenapa hati ini bergejolak, gelisah, khawatir dan perasaan negatif lainnya. Saat itu, aku tahu bahwa Allah sedang memainkan peranNya. Tapi belum sepenuhnya kupenuhi signal tersebut. Namun, sedikit demi sedikit aku mulai berubah. Mungkin Allah sayang kepadaku hingga Dia mengatur skenario yang demikian.

Perlu diketahui bahwa kami sama sekali tidak melakukan hal aneh lainnya. Mohon buang jauh-jauh pemikiran yang demikian. Yang kami lakukan hanya sebatas komunikasi dan pertemuan satu kali saja. Hanya itu. Tapi, aku merasa berdosa atas apa yang telah kulakukan. Aku malu kepada Allah bahwa semua yang kuucapkan dan kuketahui tak pernah sama dengan perbuatan. Bagiku ini merupakan kebodohan yang harus kujauhi. Aku menjalani hubungan yang berdalih islam seperti ini. Sungguh pemikiran yang bodoh ketika menganggap “nggak apa-apa toh tidak melakukan apa-apa”.

….

“Kok kamu sekarang egois banget ya?”

Kalimat yang ditulisnya lumayan membuatku tercekat. Tapi, saat itu tiada rasa bersalah yang kurasakan. Jujur saja, aku memang sedikit egois dan keras kepala. Namun, hal ini biasanya mampu kuredam. Tapi, entah kenapa semenjak pertemuan tersebut, aku sudah mulai semena-mena terhadapnya. Entah kenapa dalam hati ini muncul perasaan untuk membuatnya membenciku.

“Jika dia tak bisa menjauhiku, maka aku harus membuatnya membenciku.”

Mungkin terkesan sangat kejam. Tapi, hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa mengatasi kegelisahan hati yang kurasakan saat itu. Entah kenapa tidak terpikirkan cara lain. Aku akui bahwa itu cara yang sangat jahat dalam merenggangkan atau memutuskan suatu hubungan.

Berbagai kejahatan yang kulakukan hingga dia mulai bosan dan tidak menyukai caraku. Aku merasakannya. Tapi, aku tetap tak berhenti. Entah setan apa yang kali ini memasuki diriku hingga mampu menyakiti seseorang. Tapi, Allah Maha Baik dan Maha Penyayang. Dia tak mau melihatku menjadi wanita yang kejam dimata lak-laki. Suatu hari, Dia menunjukkan sesuatu kepadaku.

….

Aku senang dan bahagia ketika tak lagi dekat dengannya. Aneh, bukan? Tapi, itulah kedamaian yang kurasakan dikala kegelisahan dan kekhawatiran tidak lagi bersemayam dihati ini. Semua scenario indah ini sudah diatur oleh Allah. Aku yakin bahwa begitu banyak kebaikan yang kuperoleh dengan adanya kisah ini. Seringkali kita mengabaikan signal Allah, padahal bisa jadi itu bentuk kasih sayang Allah kepada kita semua. Allah Maha segala Maha, maka Dia takkan sungkan memberikan kesempatan kesekian kalinya kepada kita agar kembali kejalanNya.

Bagaimana dengan laki-laki tersebut? Tampaknya sekarang dia telah menemukan wanita lain untuk dijadikan calon istri untuk beberapa tahun ke depan. Tak kuketahui bagaimana dan kapan awalnya mereka dekat. Tapi, aku yakin bahwa mereka sudah dekat semenjak aku mulai bersikap tak baik kepadanya atau malah dia mendekati 2-3 orang sekaligus. Entahlah. Aku tak begitu peduli lagi.

Dulu, aku sedikit mempercayainya karena aku tahu bahwa dia merupakan salah satu remaja mesjid. Dia juga sering mengikuti pengajian. Mengenai shalat, dia seringkali jamaah ke mesjid. Tentu saja hal ini menjadi pedoman untuk meyakininya. Tapi, rupanya hal ini tak menjamin bahwa mereka mampu mengendalikan virus merah jambu. Aku tak menyalahkannya sama sekali. Mungkin, aku lah yang telah salah dalam berkomunikasi hingga berakhir di zona merah. Mungkin, aku sendiri yang kurang mampu membatasi pergaulan dengan lawan jenis sehingga menimbulkan baper. Walau demikian, aku masih bersyukur karena pertemua dengannya begitu banyak member pembelajaran yang berharga.

Allah mengujiku dikala memasuki dunia hijrah. Allah memperhatikan dan mengawasi keteguhan hatiku dalam menjalaninya. DIa ingin tahu seberapa kuat pondasi untuk tetap tegak ketika diterpa angina tau badai yang kencang. Maka, Dia menghadirkan dia dalam kehidupanku. Namun, rupanya aku terlena akan keindahaan sesaat tersebut. Hingga Allah member peringatan lagi kepadaku.

Terima kasih atas ujian ini ya Allah. Kau menghadirkan seseorang yang berarti dalam hidupku. Namun, rupanya Kau menganggap bahwa dia bukanlah yang terbaik untuk. Kau menunjukkan semua hal yang menurut kubaik rupanya tidak baik, begitu juga sebaliknya. Terima kasih atas semua kasih sayang Kau berikan. Maaf aku belum mampu menghadapi ujian hijrahku dariMu.




No comments:

Post a Comment