Aku masih terpaku didepan layar
hape. Kala itu aku sibuk stalking seseorang yang pernah kukenal. Sesaat
ada butir kebahagiaan bercampur sedih ketika aku memperhatikan hal yang
dipostingnya. Itu semua masa lalu. Aku harus bergerak terus agar tiada lagi luka
yang ditimbulkan. Aku berharap ini pengalaman terakhirku mengalami kejadiaan
seperti ini. Jika mengingat kembali, rasanya kala itu aku terlalu terbuai akan
kata-katanya. Walau batin dan hati ini memberontak, namun setan selalu
memenangi pertarungan tersebut. Hingga akhirnya aku harus mengalah akan keadaan
dikala itu.
….
Siang itu, tiba-tiba ada seorang
laki-laki yang mengirim pesan kepadaku. Aku mengenalnya, sebab kebetulan kami
satu komunitas. Tapi, saat itu aku tak pernah jumpa dengannya sekalipun. Jujur
saja, aku merasa kurang percaya akan perlakukannya, tapi entah setan apa yang
merasuki, aku pun mulai terbuai. Satu hal yang kuketahui bahwa dia merupakan
teman dekat dari temanku. Atas dasar inilah aku sedikit mempercayainya.
Saat itu, aku sudah mulai untuk
berhijab lebar atau istilanya syari’i. Hal ini kulakukan sebagai
pembuktiaan bahwa aku sudah hijrah dari masa-masa jahiliahku. Awalnya terasa
agak berat, mengingat aku sudah nyaman dengan jilbab yang simple. Namun, aku
tetap berusaha untuk selalu menggunakannya agar terbiasa nantinya. Tapi, aku
sadar bahwa hijrah tak sekedar mengubah penampilan saja. Aku tahu bahwa rohani
pun perlu untuk selalu disirami nilai-nilai keislaman, maka aku pun mencoba untuk
ikut liqo’. Alhamdulillah telah kujalani. Semua ini kulakukan agar aku bisa
menjadi lebih dekat dengan Allah serta memupuk bekal untuk akhirat kelak.
….
Sehebat-hebatnya manusia berkata
tidak dimulutnya, maka akan kalah juga jika tak mampu melawan bisikan setan
yang berada ditelinga dan hati. Lagi-lagi aku kalah ketika menghadapinya.
Padahal aku telah berkomitmen bahwa tidak akan berkomunikasi intens dengan
lawan jenis sebab hal itu akan menimbulkan dosa. Walau tidak berjumpa
sekalipun, namun hati akan memainkan peran yang lumayan besar untuk merobohkan
keyakinan dan keimanan kita. Sepertinya, saat itu aku belum mampu untuk
konsisten menjalani yang namanya istiqomah.
Sejujurnya aku tahu bahwa kita
harus menjaga jarak dengan seseorang yang belum mampu menghalalkan kita. Jarak
yang dimaksud tidak sekedar hanya tidak berjumpa, melainkan juga membatasi
komunikasi, hati, mata atau hal lainnya akan menimbulkan virus merah jambu.
Tapi, aku malah mengabaikannya dan menganggap tidak apa-apa, karena kami tidak
melakukan apa-apa. Ini hanya sekedar komunikasi biasa saja. Itulah alasan jitu
yang kutanamkan dihati ini. Betapa memalukannya diriku saat itu.
Semua berawal dari komunikasi
biasa, namun berlanjut hingga larut malam. Komunikasi yang kami jalani pun
sudah benar-benar melewati batasnya. Kami sudah saling mengingatkan, saling
memberi perhatian, saling mengabari, dan saling lainnya yang seringkali
dilakukan oleh orang yang tengah dimabuk asmara atau pacaran. Kami tidak
pacaran, walau kami satu sama lain telah tahu bahwa sebenarnya kami saling
menyukai. Tapi dia berdalih bahwa nantinya ingin ta’aruf denganku. Lucunya
ketika mengingat kejadian memalukan ini.
Kami menjalani hubungan yang
katanya islami berdalih ta’aruf. Tapi, yang kami jalani tak obahnya dengan
orang yang sedang pacaran. Bodoh, bukan? Iya. Hal ini sangat sangat konyol.
Tapi, saat itu setan telah menutup kebenaran yang ada dihatiku. Bahkan kami
nekat melakukan perjumpaan karena ingin lebih saling mengenal. Perjumpaan yang
kami lakukan hanya berdua. Bayangkan, hanya berdua tanpa mahram masing-masing
pihak. Kami merasa malu Ya Allah, ampuni hamba.
Setelah berjumpa dengannya, bukan
ketenangan yang kuperoleh. Entah kenapa hati ini bergejolak, gelisah, khawatir
dan perasaan negatif lainnya. Saat itu, aku tahu bahwa Allah sedang memainkan
peranNya. Tapi belum sepenuhnya kupenuhi signal tersebut. Namun, sedikit demi
sedikit aku mulai berubah. Mungkin Allah sayang kepadaku hingga Dia mengatur
skenario yang demikian.
Perlu diketahui bahwa kami sama
sekali tidak melakukan hal aneh lainnya. Mohon buang jauh-jauh pemikiran yang
demikian. Yang kami lakukan hanya sebatas komunikasi dan pertemuan satu kali
saja. Hanya itu. Tapi, aku merasa berdosa atas apa yang telah kulakukan. Aku
malu kepada Allah bahwa semua yang kuucapkan dan kuketahui tak pernah sama
dengan perbuatan. Bagiku ini merupakan kebodohan yang harus kujauhi. Aku
menjalani hubungan yang berdalih islam seperti ini. Sungguh pemikiran yang
bodoh ketika menganggap “nggak apa-apa toh tidak melakukan apa-apa”.
….
“Kok kamu sekarang egois banget
ya?”
Kalimat yang ditulisnya lumayan
membuatku tercekat. Tapi, saat itu tiada rasa bersalah yang kurasakan. Jujur
saja, aku memang sedikit egois dan keras kepala. Namun, hal ini biasanya mampu
kuredam. Tapi, entah kenapa semenjak pertemuan tersebut, aku sudah mulai
semena-mena terhadapnya. Entah kenapa dalam hati ini muncul perasaan untuk
membuatnya membenciku.
“Jika dia tak bisa menjauhiku,
maka aku harus membuatnya membenciku.”
Mungkin terkesan sangat kejam.
Tapi, hanya itu satu-satunya cara agar aku bisa mengatasi kegelisahan hati yang
kurasakan saat itu. Entah kenapa tidak terpikirkan cara lain. Aku akui bahwa
itu cara yang sangat jahat dalam merenggangkan atau memutuskan suatu hubungan.
Berbagai kejahatan yang kulakukan
hingga dia mulai bosan dan tidak menyukai caraku. Aku merasakannya. Tapi, aku
tetap tak berhenti. Entah setan apa yang kali ini memasuki diriku hingga mampu
menyakiti seseorang. Tapi, Allah Maha Baik dan Maha Penyayang. Dia tak mau
melihatku menjadi wanita yang kejam dimata lak-laki. Suatu hari, Dia
menunjukkan sesuatu kepadaku.
….
Aku senang dan bahagia ketika tak
lagi dekat dengannya. Aneh, bukan? Tapi, itulah kedamaian yang kurasakan dikala
kegelisahan dan kekhawatiran tidak lagi bersemayam dihati ini. Semua scenario
indah ini sudah diatur oleh Allah. Aku yakin bahwa begitu banyak kebaikan yang
kuperoleh dengan adanya kisah ini. Seringkali kita mengabaikan signal Allah,
padahal bisa jadi itu bentuk kasih sayang Allah kepada kita semua. Allah Maha
segala Maha, maka Dia takkan sungkan memberikan kesempatan kesekian kalinya
kepada kita agar kembali kejalanNya.
Bagaimana dengan laki-laki
tersebut? Tampaknya sekarang dia telah menemukan wanita lain untuk dijadikan
calon istri untuk beberapa tahun ke depan. Tak kuketahui bagaimana dan kapan
awalnya mereka dekat. Tapi, aku yakin bahwa mereka sudah dekat semenjak aku
mulai bersikap tak baik kepadanya atau malah dia mendekati 2-3 orang sekaligus.
Entahlah. Aku tak begitu peduli lagi.
Dulu, aku sedikit mempercayainya
karena aku tahu bahwa dia merupakan salah satu remaja mesjid. Dia juga sering
mengikuti pengajian. Mengenai shalat, dia seringkali jamaah ke mesjid. Tentu
saja hal ini menjadi pedoman untuk meyakininya. Tapi, rupanya hal ini tak
menjamin bahwa mereka mampu mengendalikan virus merah jambu. Aku tak
menyalahkannya sama sekali. Mungkin, aku lah yang telah salah dalam
berkomunikasi hingga berakhir di zona merah. Mungkin, aku sendiri yang kurang
mampu membatasi pergaulan dengan lawan jenis sehingga menimbulkan baper. Walau
demikian, aku masih bersyukur karena pertemua dengannya begitu banyak member
pembelajaran yang berharga.
Allah mengujiku dikala memasuki
dunia hijrah. Allah memperhatikan dan mengawasi keteguhan hatiku dalam
menjalaninya. DIa ingin tahu seberapa kuat pondasi untuk tetap tegak ketika
diterpa angina tau badai yang kencang. Maka, Dia menghadirkan dia dalam
kehidupanku. Namun, rupanya aku terlena akan keindahaan sesaat tersebut. Hingga
Allah member peringatan lagi kepadaku.
Terima kasih atas ujian ini ya
Allah. Kau menghadirkan seseorang yang berarti dalam hidupku. Namun, rupanya
Kau menganggap bahwa dia bukanlah yang terbaik untuk. Kau menunjukkan semua hal
yang menurut kubaik rupanya tidak baik, begitu juga sebaliknya. Terima kasih
atas semua kasih sayang Kau berikan. Maaf aku belum mampu menghadapi ujian hijrahku
dariMu.
No comments:
Post a Comment