Ada kalanya aku terdiam sejenak
untuk kembali menyaksikan berbagai alur kehidupan yang telah kulalui. Semua
kepingan-kepingan tersebut tampak tak beraturan. Ku perhatikan secara seksama
satu kepingan kesedihan dari sekian banyak kisah sedih yang kualami. Aku
mendekatinya. Aku perhatikan diriku yang begitu kecil dan lebih memilih untuk
menjauhi fase tersebut. Jika mengingatnya kembali, aku merasa betapa bodohnya
aku.
…
Mungkin mereka tidak pernah
menyadari bahwa kalimat yang terucap terkadang membuatku depresi. Pertanyaan
yang mereka ajukan hanya bisa kujawab dengan senyuman, walau sebenarnya aku
merasakan kesedihan yang begitu dalam. Mungkin mereka melakukan hal tersebut
karena tulus HANYA ingin tahu. Iya. Kurasa demikian. Tapi, entah setan apa yang
merasuki, hati dan pikiran tak pernah sejalan dengan hal tersebut.
Aku sadar jika mereka tak berniat
untuk untuk menyakiti atau malah membuatku depresi. Namun, lagi-lagi setan ikut
serta disaat aku tertekan atau depresi. Aku benar-benar kesal tapi aku tak
mampu melawan perasaan tersebut. Hingga akhirnya aku memilih menjauh ketimbang
menerima pertanyaan yang demikian. Aku yakin nantinya hanya akan membuatku
sedih. Maaf saudariku, aku begitu memikirkannya hingga akhirnya bersikap
demikian.
Aku benar-benar tak sanggup
menerimanya. Aku belum sekuat senyuman yang kuberikan kepada kalian. Mungkin
mereka takkan pernah tahu hingga akhirnya semua hilang begitu saja. Salahkah
aku berbuat demikian? Mungkin. Tapi aku belum siap. Hatiku belum mampu
menampung semua perasaan gundah ini.
“inilah cara Allah mengujiku”.
Kalimat inilah yang kerapkali kutanamkan agar Allah selalu menguatkanku.
Kulakukan agar mampu menampung kesedihan ini. Namun, seringkali lagi-lagi
pertanyaan mereka membuatku
memikirkannya kembali, sehingga semua ini seolah-olah tiada akhir. Padahal
mereka tidak pernah tahu berapa lama telah kutanamkan keyakinan demikian di
dalam hati ini. Mereka tidak tahu berapa banyak kesabaran yang telah coba
kupupuk. Mereka takkan tahu dan takkan peduli hal itu.
Tetapi, terkadang aku merasa
bahwa mungkin sebenarnya mereka tidaklah salah. Bukan mungkin. Tapi memang
tidak salah. Sebab aku pun tiada pernah berujar dan mengungkapkan apa yang
kurasa. Kupendam sedemikian rupa, agar apa? Entahlah. Aku belum menemukan
jawaban yang pas. Tampaknya rasa malu masih begitu besar hingga mulut pun
enggan untuk bergerak. Padahal aku rasa mereka akan mendukung dan meyakiniku
bahwa semua akan berlalu jika aku tetap tabah dan sabar menghadapinya.
Apa yang harus kulakukan? Aku
terlalu enggan untuk berbagi. Aku terlalu acuh terhadap teman-teman yang bisa
saja bersedia menemaniku pastinya. Entahlah.
……
Semua telah berlalu. Takkan
kulupakan. Akan selalu kujadikan kenangan berharga yang kelak akan kubagi
kepadamu. Iya kamu yang kelak menemaniku. Untuk saat ini, biarlah menjadi
ceritaku saja. Sesaat aku merasakan bayangan masa lalu yang kembali manarikku.
Tapi aku harus bergerak. Agar aku merasakan kisah lainnya.
No comments:
Post a Comment