Saturday, November 18, 2017

Cerpen : Cinta Tak Musti Bersama (Part III)

Sekarang kami menjalani kisah masing-masing. Mungkin dalam ceritaku tidak ada yang bahagia, hanya kesediahanlah yang tersisa. Mungkin dalam kehidupan cintaku banyak kebodohan yang telah diperbuat. Aku menyadarinya setelah menjalani semuanya. Walau aku telah menyadari cintaku pada Paji hanya sebuah pemaksaan atau buruknya cinta palsu, Rehan yang ternyata menyukai, aku yang belum melupakan Rehan tapi terlanjur kecewa, kami semua tidak bahagia. Aku dan Rehan lebih memilih untuk tetap berteman. Karena kami tidak ingin menyakiti siapa-siapa lagi. Kalau seandainya kami jodohpun, Allah pasti akan menyatukan kami nantinya.
...
“yosh…aku bisa!” hal itulah yang kutanamkan hingga bisa bertahan sampai pada tahap ini. Sejuurnya pada saat ini, aku merasakan kekosongan yang luar biasa. Atau malah lebih tepatnya semangat hidup yang mulai memudar. Benar-benar tak dapat dipendam. Namun rasa ini begitu sulit untuk menjauh. Kenapa? Kenapa aku harus mengalaminya? Jika aku mencari jawabannya maka hanya kepedihanlah yang akan kuperoleh. Aku tak akan pernah mampu untuk bergerak, tak akan pernah maju.
“Niki, kita belajar bersama ya?” sms itu tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Riko itulah nama sang pengirim sms tersebut. Dia temannya Rehan.

“boleh, tapi kapan dan dimana?”

“kita dirumah Rehan saja, dikost-an Niki kan tidak diperbolehkan cowok bertamu.”

Aku sempat terdiam sejenak, hatiku masih belum sanggup. Tapi karena aku telah bertekad untuk melaluinya, maka aku yakin aku bisa.

“baiklah, kita belajar malam minggu ya, Ko” kata-kata itu mengakhiri sms kami.

Sesungguhnya aku cukup senang dengan ajakan tersebut. Kenapa tidak? setelah sekian lama akhirnya aku akan berjumpa lagi dengan Rehan. Hatiku bercampur aduk, senang, takut, gugup. Semuanya kurasakan.

Malam minggu…

“maaf Ko, Niki punya masalah sama motornya. Bagaimana ini? Riko bisa jemput Niki?

“baiklah, kasih tahu alamat rumahnya ya”

Sebenarnya aku ingin Rehan yang menjemput. Namun karena Riko sudah duluan menelpon, jadis ecara reflex aku mengatakan masalah pada motorku.

“Han, bisa ngantar Niki ketempat Gea?” smsku untuk memastikannya.

“bukannya Rehan nggak mau, Ki. Hanya saja Rehan barusan dari tempat Riko, jadi Rehan segan sama dia. Ntar dia merasa tersinggung pula.”

Aku mengerti dengan kesetiakawanan Rehan.

“kalau gitu, anter pulang aja ya?” setengah memaksa. Kenapa aku bersikeras meminta dia mengantar? Karena dia pernah memarahiku soal antar-jemput dengan sembarang cowok. Dia takut terjadi apa-apa denganku. Walau dia bukan siapa-siapa tapi tetap mengkhawatirkanku.

Begitulah akhirnya malam minggu kali ini kulewati dengan belajar bersama Riko.  Yaah, walau ada beberapa orang yang menjadi pengganggu dan tukang ribut.

Dan yang mengantarku pulang pada malam itu tentu saja seperti sebelumnya yang kupinta. Namun, saat itu Rehan pergi keluar sama temannya, dan dia menyuruhku untuk menunggunya. Aku sempat kesal karena terlalu malam untuk balik ke kostan. Tapi untungnya tak lama setelah itu Rehan kembali dan akupun pulang kekostan juga pada malam itu.

Beberapa hari kemudian, hubungan dan Rehan berjalan seperti biasa. Tidak ada yang special terjadi antara kami. Yaaa, kami hanyalah sebatas teman.

Pada suatu hari, aku punya masalah yang membuatku ingin mendiskusikannya dengan Rehan. Tanpa piker panjang akupun langsung menuju ruma dia. Sesampainya disana, kebetulan dia mau pergi main futsal, dan akupun diajaknya. Aku sempat diolok-olok sewaktu jumpa sama teman-temannya. Tapi entah kenapa untuk kali ini aku sama sekali tidak merasakan apapun. 

Disana, aku hanya menjadi penonton sejati, namun untung saja ada teman ngobrol. Jadi aku tidak merasa kesepian. Sesungguhnya pada malam itu Rehan perhatian seperti biasa, namun lagi-lagi aku tak merasakan apa-apa atas perhatiannya. Aku sendiri bingung.

Akhirnya pada malam itu, aku pulang begitu saja tanpa sempat mengatakan apapun. sesampainya dirumah, aku mengirim pesan, karena aku merasa ada ganjalan dihati ini jika tak diungkapkan.

Bersambung

No comments:

Post a Comment