Baiklah. Sebelumnya saya sudah berniat untuk mengulas
mengenai pertanyaan di atas. Di sini, saya tak bermaksud untuk sok menasehati,
sok menggurui, atau pun sok tahu sehingga berani membahasnya. Ilmu saya tidak
seberapa untuk melakukan semua hal tersebut. Saya masih hijau untuk membahasnya
secara mendalam. Oleh sebab itu, saya hanya akan mengulas dari segi pandangan
saya pribadi dan sebisa saya saja.
Fenomena pertanyaan “Kapan Nikah?” kerapkali muncul ketika
lebaran tiba. Apalagi jika menurut mereka, umur kita telah memenuhi syrarat
untuk menempuh tangga tersebut. Saya sendiri bingung, kenapa pertanyaan
tersebut sangat trend hingga timeline facebook hampir penuh
dengan tulisam demikian. Bukan berarti saya tidak suka, hanya saja terkadang
merasa lucu saja ketika melihat respon teman-teman kala ditanya demikian.
Menikah merupakan salah satu sunnah untuk menyempurnakan
sebagian agama. Haruskah kita lakukan? Sebenarnya, hukum menikah ada wajib,
sunnah, mubah, makhruh, bahkan haram. Nah, bagi yang baru tahu, silakan baca
buku agama islam SMA kembali. Di sana dijelaskan secara umum gambaran hukum
menikah.
Kapan nikah? Saya sendiri tidak terlalu sering diajukan
pertanyaan ini. Mungkin, karena saya terlalu acuh, sehingga tiap lebaran saya
tak pernah ditanya demikian. Sepertinya keluarga menyayangkan bahwa saya pasti
akan memilih sekolah dulu baru menikah. Hmm, sebenarnya ada benarnya juga. Tapi
ada salahnya juga. Nah, kenapa demikian?
Sedikit bercerita ya kawan. Sebenarnya, saya pribadi memang
jarang terbuka mengenai yang saya rasakan dan pikirkan kepada keluarga.
Mungkin, saya agak tertutup untuk mengungkapkan semuanya. Oke abaikan.
Sejujurnya, dulu saya punya niat untuk nikah muda. Terlebih
lagi setelah wisuda, keinginan tersebut makin menggebu-gebu. Saat itu, entah
bisikan dari mana, saya merasa bahwa saya telah siap untuk menikah. haha Lucu
saja jika mengingatnya. Saya masih ingat ketika tiba-tiba dapat undangan nikah
dari teman seangkatan. Rasanya, perasaan tersebut makin meledak untuk minta dihalalkan
oleh..Oleh siapa? Nah, itu masalahnya. Saat itu belum ada yang datang menjumpai
orang tua. Jadi, mau nggak mau saya harus bersabar untuk menunggu.
Sebenarnya, ada juga beberapa teman yang menanyakan mau lanjut sekolah, kerja
atau nikah dulu? Saya sih jawab lanjut sekolah dulu walau hati ini mau sekolah
sambil nikah. Hihihi. Dulu, saya ngebet kali ya.
Namun, sekarang saya merasa bahwa dulu saya terlalu
tergesa-gesa. Bukankah Allah tak suka yang demikian? Saya sadar, jika niat yang
dulu muncul karena ingin ikut-ikutan. Aduh, betapa bodohnya saya. Untung saja
dulu Allah belum mengizinkan saya untu menapaki tangga tersebut. Aduh, betapa
tidak sabarnya saya yang dulu. Maafkan saya yang dulu belum bisa sabar. hihi
Saat ini, saya lebih memilih untuk membenahi diri,
memantaskan diri sembari menunggu. Saya rasa alangkah baiknya jika saya lebih
memfokuskan diri untuk melanjutkan pendidikan dan mencapai cita-cita. Soal
jodoh mah sudah diatur Allah SWT. Bisa jadi, datangnya ketika kita belum
siap sepenuh atau malah datang dikala kita sudah siap. Bersabar menantinya
sembari berusaha memantaskan diri ya J
Nah, sesungguhnya bukan berarti saya belum siap menapaki
tangga yang lebih tinggi namun saya memilih untuk tidak terlalu terburu-buru
untuk berpikir ke arah demikian. Saya ingin menjalani kehidupan yang lebih
santai untuk mencapai semua mimpi. Bukankah pada dasarnnya perkara jodoh
merupakan sesuatu yang sudah ditetapkan Allah? Oleh sebab itu, saya lebih
memfokuskan diri untuk memikirkan hal positif lainnya. Maka, tanpa kita sadari,
jodoh akan datang dikala tak terduga.
Nah, daripada terburu-buru untuk mengambil keputusan, lebih
baik fokuskan diri untuk menuntaskan kewajiban-kewajibannya terlebi dahulu.
Jika sebelumnya belum sempat membahagiakan orang tuanya, maka bahagiakanlah
terlebih dahulu. Jika sebelumnya ada mimpi yang
belum tercapai, maka capailah dahulu. Tenang saja, Allah akan selalu
mendatangkan waktu yang tepat untukmu.
Tetapi, boleh saja jika nikah adalah satu-satunya cara untuk
mengungkapkan perasaanmu. Silakan. Itu lebih baik ketimbang menambah dosa. Ini
lebih mulia dimata Allah. Mampukah menjalaninya jika salah satu pihak belum
siap? Hmm, menurut saya, jikalau insan menyanggupi untuk menikah maka secara
tidak langsung mereka telah mampu dan siap lahir batin. Walau sebenarnya, ada
beberapa hal yang mungkin belum siap, tapi nekad untuk menikahinya. Hehe Tenang
saja, menikah dapat membuka pinti rezeki. Allah akan selalu membantumu ketika
kau memiliki niat baik ketika menikahinya. Bersabarlah dikala Allah mengujimu.
(Aduh, udah kayak mengalaminya aja ya. hehe)
Jadi,
Kapan Nikah?
ketika Allah memutuskan saya telah siap lahir batin menjalaninya.
ketika Allah memutuskan saya telah siap lahir batin menjalaninya.
Kapan Nikah?
Dikala Allah
merasa bahwa saya telah pantas berganti status.
Kapan Nikah?
Dikala Allah
merasa bahwa ini waktu yang tepat untuk mendatangkan dia kepada saya
Kapan Nikah?
Dikala Allah
merasa bahwa ini akhir dari penantian saya.
Terakhir,
Kapan Nikah?
Tentu saja,
ketika dia menjumpai aba emak di kampung dan melamar saya.
hehe
Jangan galau ketika ditanya kapan nikah? Jika tak mampu
menjelaskan, senyum sudah cukup mewakilinya.
“Menikahlah dikala kau siap lahir batin. Jangan pernah
terburu-buru tanpa kesiapan. Kesiapan yang seperti apa? Haruskah memiliki
rumah, mobil, uang melimpah? Bukan. Kesiapan untuk bertanggung jawab atas
status yang telah dipegang.”
No comments:
Post a Comment