Ada sebuah tradisi yang menjadi
kebanggaan masyarakat Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Tradisi tersebut
bernamakan Pacu Jalur. Pacu jalur merupakan suatu event yang menampilkan
jalur-jalur untuk bertanding. Biasanya
ada 160 lebih jalur yang akan bertanding di event nasional termasuk jalur dari
kabupaten tetangga, Indragiri Hulu. Sebelum event nasional dilaksanakan,
biasanya ada pelaksanaan pacu jalur tingkar rayon atau kecamatan.
Nah, kira-kira jalur seperti apa
sih? Jalur tersebut layaknya sampan panjang yang mampu menampung 40-50 orang. Jalur-jalur juga akan dihiasi dengan
berbagai ukiran dan lukisan dikeseluruhan badan jalur. Nama-nama yang diberikan kepada jalur juga
beragam dan terkesan unik karena sesuai bahasa daerah setempat seperti karamat
sakti gogar alam, ngiang kuantan, puntiang beliyuang sirajo beleng, pulau laghe
mandulang untuang dan masih banyak nama unik lainnya.
Nah, kira-kira apa sih filosofinya
mereka menamai jalur seperti ini?
Saya ceritakan untuk nama
puntiang beliyuang sirajo beleng, sebab kebetulan jalur tersebut berasal dari
daerah tempat saya tinggal.
Berdasarkan cerita singkat yang
diceritakan salah seorang datuk yang lumayan berpengaruh dalam proses pembuatan
jalur, menyatakan bahwa saat mereka ke hutan untuk mencari pohon besar yang
nantinya diolah menjadi jalur, suasana saat itu sedang mendung disertai angin
yang sangat kuat. Suasana mencekam tersebut sempat membuat mereka khawatir jika
nantinya akan menghadapi bahaya di dalam hutan. Apalagi saat itu mereka dihadapi
angin putting beliung disertai hujan yang lumayan deras.
Namun, Alhamdulillah semua dapat
dilalui atas seizin Allah SWT. Mereka akhirnya bisa membawa pohon tersebut ke
lokasi pembuatan jalur. Saat memikirkan nama jalur, maka muncullah ide
menamainya puntiang beliyuang sirajo beleng dengan harapan dapat melaju kencang
dan melahap lawan-lawannya layaknya angin punting beliung itu sendiri.
Itulah salah satu dari banyaknya
cerita mengenai inspirasi menamai tiap jalur. Mungkin, ada kisah menarik
lainnya hingga masyarakat tersebut menamai jalurnya dengan pilihan tersebut.
Sesungguhnya tidak ada sistem atau peraturan yang pasti mengenai tata cara
menamai jalur. Bahkan, suatu peristiwa saja bisa dijadikan nama jalur seperti
desa kami yang pernah menamai jalur gelombang tsunami saat peristiwa tersebut
terjadi.
No comments:
Post a Comment