Saya yakin dan percaya bahwa setiap akhwat (Baca: Wanita) pernah menyukai, mengagumi atau sekedar menjadi secret admirer saja. Terkadang, ada yang mampu mengungkapkannya, ada pula yang diam-diam menitipkan doa kepadaNya atas semua perasaannya. Apalagi jika yang dikagumi seseorang yang benar-benar memenuhi kriteria sebagai calon imam masa depan. Tentunya perasaan tersebut akan menggebu-gebu, walau terkadang hanya sekedar kagum semata.
Apakah yang terjadi jika para akhwat tersebut memiliki banyak saingan karena stok laki-laki yang demikian tidak terlalu banyak? Kemudian, bagaimana jadinya jika satu per satu laki-laki yang demikian sudah banyak yang tidak single lagi, alias sudah menikah? Hihi, maafkan daku menggunakan istilah yang kurang sopan.
Itulah yang terjadi pada tanggal 7 bulan 7 tahun 2017. Salah seorang laki-laki idola para akhwat telah menambatkan hatinya kepada seorang wanita melalui ikatan suci. Dia adalah ustadz Muzammil Hasballah yang memilih kak Sonia sebagai pendamping hidupnya dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Beliau merupakan seorang hafiz, imam masjid, alumni ITB, serta sudah bekerja di salah satu perusahaan. Lengkap sudah.
Namun, apakah hanya itu yang menjadi alasan para akhwat untuk menjadikan beliau sebagai idola yang cocok menjadi calon imam di masa mendatang? Saya rasa tidak demikian. Saya yakin bahwa mereka mempunyai pandangan yang berbeda ketika melihat beliau. Ah, bukan ini yang mau saya ceritakan. Kembali ke topik sebenarnya yakni pernikahan ustadz Muzammil dan kak Sonia.
Pernikahan mereka diadakan di Aceh yang diawali dengan shalat subuh berjamaah. Pada saat itu, sang mempelai pria yang menjadi imam shalat subuh tersebut. Selepas melaksanakan shalat subuh, proses akad nikah pun segera dilangsungkan dan disiarkan secara live melalui instagram. Hal yang paling membuat saya tertawa adalah ketika membaca komen para viewer. Ada yang mengucapkan selamat serta doa, tetapi ada juga yang merasa sedih karena patah hati sang ustadz sudah menemukan belahan jiwanya. Hihi
Menurut saya, hal ini wajar-wajar saja selagi dalam batas normal. Hihi Apalagi perasaan mereka “mungkin” hanya sebatas kagum semata. No More. Maybe. Ya, semoga aja. Hhihi. Kenapa? Takutnya ketika kelak Allah memberi kesempatan yang sama, kita malah menetapkan standar yang sama dengan sang ustadz. Apakah hal ini salah? Sama sekali tidak kok. Tapi, harus sesuai dengan usaha kita untuk mendekati standar tersebut. Bukankah, jodoh kita merupakan cerminan diri kita? Maka, disaat menginginkan seseorang yang seperti sang ustadz, kita harus berusaha untuk belajar, memperbaiki serta memantaskan diri agar Allah izinkan kita bersamanya. Jadi, tidak sekedar mimpi atau menghayal semata.
Berhubungan dengan hal ini, tadi pagi tiba-tiba jumpa kalimat yang agak nyesek dari seseorang di instagram. Kira-kira inilah kalimatnya.
Patah hatinya akhwat karena idola sholihnya nikah
menandakan bahwa kebanyakan dari kita sibuk menghayal daripada memantaskan diri
-Rosi Rosdiana Dewi_
Ig : @muslimah_talk
Bagaimana? Nyesek kan? Kalau kita memaknai secara negatif, kemungkinan besar iya. Tapi, coba kita berpikir secara positif. Pernyataan di atas mengajarkan kepada kita semua untuk menyibukkan diri dengan kegiatan positif, belajar ilmu agama, menebar kebaikan dan memantaskan diri serta menyiapkan bekal akhirat agar Allah izikan kita untuk mencapai semua mimpi dan harapan kita. Saudariku, hal yang perlu kita siapkan tidak melulu soal jodoh, sebab kematian adalah teman yang paling dekat. Hanya Allah yang tahu apakah diri kita akan dijemput dia atau malah DIA terlebih. Oleh karena itu, mari sama-sama siapkan bekal yang banyak untuk menjemput berkahNya.
#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day2
No comments:
Post a Comment