Sunday, July 23, 2017

Sepenggal Kisah di Asrama





Mereka bilang itulah sangkar emas. Bangunan yang penuh kemegahan namun dibatasi dengan berbagai peraturan. Iya, kehidupan asrama nan penuh kenangan kembali terkenang. Sebuah buku yang tak sengaja saya temukan dibalik tumpukan buku lain, membuat saya kembali mengingat kisah-kisah yang dilalui ketika mengenyam pendidikan di sekolah tersebut. Kisah yang tiada duanya walau hidup dalam keterbatasan. Kenapa keterbatasan padahal bangunannya sangat megah? Itu sekarang. Kisah yang saya ceritakan bermula dari bangunan lama yang sangat sederhana namun penuh kehangatan.
...
Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan menengah atas disalah satu sekolah favorit di kabupaten, yakni SMAN Pintar Kabupaten Kuantan Singingi. Untuk bisa bersekolah disini, harus mengikuti beberapa tahapan tes. Tiap kecamatan hanya akan terpilih lima orang dengan nilai tertinggi. Maka, akan ada 60 siswa tiap angkatan karena terdapat 12 kecamatan pada masa saya bersekolah. 

Kebetulan, saat itu kami masih belum pindah ke bangunan baru. Maka, sistem pembagian asrama, terdiri dari tiga hingga empat orang tiap kamar yang nantinya diisi oleh siswa kelas X, XI, dan XII sehingga adanya pengawasan secara tidak langsung dari senior. Ukuran kamarnya dapat dikatakan sangat sederhana walau terkadang sempat berpikir terlalu sempit. Tapi, semua hal tersebut harus tetap disyukuri karena Allah masih memberikan kami tempat bernaung. Asrama cowok dan cewek terpisah lumayan jauh dan kurang beraturan karena masih keterbatasan ruangan. Kamar mandi pun sangat terbatas. Namun, itu semua tidak menghalangi semangat kami untuk menuntut ilmu dan menjalani kehidupan asrama.

Banyak kisah yang diukir ketika masih berada di sekolah lama. Salah satunya adanya antrian mandi. Nah, kebetulan semua kamar mandi tidak bisa digunakan sehingga kami semua mandi di belakang asrama dengan sistem antri plus antri basahan juga. Bagi yang malas antri, biasanya bangun sebelum subuh agar bisa mandi sepuas-puasnya karena belum ada umat yang mandi. Bagi yang mandi belakangan, tunggu aja salah satu kendala yang akan dihadapi yakni air yang mengalirnya mulai tidak lancar karena kehabisan stok. Hihi Saya sering kejadian hal ini karena paling malas mandi  saat subuh.

Oh ya, dulu kami juga pernah mengangkut air dari bak besar yang berisi air PAM. Pengambilan sore hari untuk mandi pada sorenya dan pengambilan malam hari untuk mandi dipagi hari. Nah, pernah kemalangan karena air yang diambil pada malam hari lenyap beserta embernya diambil seseorang. Sedihnya. Padahal sudah capek-capek mengakut air jam 10 malam untuk stok air keesokan harinya.

Kisah lainnya. Biasanya kami makan dengan sistem prasmanan. Sebelum ada jadwal piket yang mengurusi makanan, maka siap-siap tidak mendapat jatah dikala datang paling akhir. Pernah? Pernah dan ini terjadi pada bulan puasa. Tapi, semenjak disusun jadwal peserta piket yang mengurusi makanan, alhamdulillah semua sudah teratasi dengan baik.

Apakah hal ini membuat saya menyerah untuk sekolah disana?

Tidak. Saya tetap bahagia karena hidup di asrama merupakan perjuangan. Pengalaman sekolah di asrama mengajarkan saya betapa pentingnya kemandirian, kesabaran dan kedewasaan. Walau mungkin terkesan begitu banyak kejadian yang kurang mengenakkan, akan tetapi semua tertutupi karena kisah bahagia lainnya, termasuk kisah perjumpaan dan kebersamaan saya dengannya. Hihihi 

Kenangan-kenangan ketika di asrama benar-benar membuat saya merindukan kembali masa-masa itu. Ada satu waktu yang membuat saya begitu ingin kembali dan memperbaikinya. Akan tetapi, semua hal itu takkan bisa terjadi. Iya. Sesuatu yang telah putus takkan pernah bisa disambung kembali. Walau menggunakan lem  atau diikat kembali sekali pun, hal itu takkan sesempurna kisah sebelumnya. 

Sebetulnya, banyak kisah lain yang ingin saya ceritakan. Namun, bukan sekarang waktu yang tepat Jadi, tunggu dikisah lainnya. 

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day18



No comments:

Post a Comment