Mereka bilang itulah sangkar
emas. Bangunan yang penuh kemegahan namun dibatasi dengan berbagai peraturan.
Iya, kehidupan asrama nan penuh kenangan kembali terkenang. Sebuah buku yang
tak sengaja saya temukan dibalik tumpukan buku lain, membuat saya kembali
mengingat kisah-kisah yang dilalui ketika mengenyam pendidikan di sekolah
tersebut. Kisah yang tiada duanya walau hidup dalam keterbatasan. Kenapa
keterbatasan padahal bangunannya sangat megah? Itu sekarang. Kisah yang saya
ceritakan bermula dari bangunan lama yang sangat sederhana namun penuh
kehangatan.
...
Allah memberikan kesempatan
kepada saya untuk menempuh pendidikan menengah atas disalah satu sekolah
favorit di kabupaten, yakni SMAN Pintar Kabupaten Kuantan Singingi. Untuk bisa
bersekolah disini, harus mengikuti beberapa tahapan tes. Tiap kecamatan hanya
akan terpilih lima orang dengan nilai tertinggi. Maka, akan ada 60 siswa tiap
angkatan karena terdapat 12 kecamatan pada masa saya bersekolah.
Kebetulan, saat itu kami masih
belum pindah ke bangunan baru. Maka, sistem pembagian asrama, terdiri dari tiga
hingga empat orang tiap kamar yang nantinya diisi oleh siswa kelas X, XI, dan
XII sehingga adanya pengawasan secara tidak langsung dari senior. Ukuran
kamarnya dapat dikatakan sangat sederhana walau terkadang sempat berpikir
terlalu sempit. Tapi, semua hal tersebut harus tetap disyukuri karena Allah
masih memberikan kami tempat bernaung. Asrama cowok dan cewek terpisah lumayan
jauh dan kurang beraturan karena masih keterbatasan ruangan. Kamar mandi pun
sangat terbatas. Namun, itu semua tidak menghalangi semangat kami untuk
menuntut ilmu dan menjalani kehidupan asrama.
Banyak kisah yang diukir ketika
masih berada di sekolah lama. Salah satunya adanya antrian mandi. Nah,
kebetulan semua kamar mandi tidak bisa digunakan sehingga kami semua mandi di
belakang asrama dengan sistem antri plus antri basahan juga. Bagi yang malas
antri, biasanya bangun sebelum subuh agar bisa mandi sepuas-puasnya karena
belum ada umat yang mandi. Bagi yang mandi belakangan, tunggu aja salah satu
kendala yang akan dihadapi yakni air yang mengalirnya mulai tidak lancar karena
kehabisan stok. Hihi Saya sering kejadian hal ini karena paling malas mandi saat subuh.
Oh ya, dulu kami juga pernah
mengangkut air dari bak besar yang berisi air PAM. Pengambilan sore hari untuk
mandi pada sorenya dan pengambilan malam hari untuk mandi dipagi hari. Nah,
pernah kemalangan karena air yang diambil pada malam hari lenyap beserta
embernya diambil seseorang. Sedihnya. Padahal sudah capek-capek mengakut air
jam 10 malam untuk stok air keesokan harinya.
Kisah lainnya. Biasanya kami
makan dengan sistem prasmanan. Sebelum ada jadwal piket yang mengurusi makanan,
maka siap-siap tidak mendapat jatah dikala datang paling akhir. Pernah? Pernah
dan ini terjadi pada bulan puasa. Tapi, semenjak disusun jadwal peserta piket
yang mengurusi makanan, alhamdulillah semua sudah teratasi dengan baik.
Apakah hal ini membuat saya
menyerah untuk sekolah disana?
Tidak. Saya tetap bahagia karena
hidup di asrama merupakan perjuangan. Pengalaman sekolah di asrama mengajarkan
saya betapa pentingnya kemandirian, kesabaran dan kedewasaan. Walau mungkin
terkesan begitu banyak kejadian yang kurang mengenakkan, akan tetapi semua
tertutupi karena kisah bahagia lainnya, termasuk kisah perjumpaan dan
kebersamaan saya dengannya. Hihihi
Kenangan-kenangan ketika di
asrama benar-benar membuat saya merindukan kembali masa-masa itu. Ada satu
waktu yang membuat saya begitu ingin kembali dan memperbaikinya. Akan tetapi,
semua hal itu takkan bisa terjadi. Iya. Sesuatu yang telah putus takkan pernah
bisa disambung kembali. Walau menggunakan lem atau diikat kembali sekali pun, hal itu takkan
sesempurna kisah sebelumnya.
Sebetulnya, banyak kisah lain
yang ingin saya ceritakan. Namun, bukan sekarang waktu yang tepat Jadi, tunggu
dikisah lainnya.
#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day18
No comments:
Post a Comment