Tuesday, July 11, 2017

Cerita Tentang Aba : Masa kecil

Seorang ayah terkadang tidak memperlihatkan kasih sayangnya secara nyata kepada kita. Tidak seperti ibu yang secara eksplisit menunjukkan kasih sayangnya. Walau demikian, kasih sayang seorang ayah tidak kalah besar ketimbang kasih sayang ibu. Seringkali ayah menunjukkan kasih sayangnya dalam bentuk lain. Mungkin, sewaktu kita kecil kita tak terlalu memahaminya. Namun, seiring waktu akan disadari betapa besar rasa sayang ayah kepada kita. Oh ya, saya biasa memanggilnya aba.

Mari kembali bernostalgia. 

Siapa yang dulu membopong kita dikala ketiduran ketika  menonton dimalam hari? Aba. Dulu, kerapkali saya ketiduran karena keasyikan nonton tivi. Pagi harinya, tiba-tiba saya sudah berada dikamar. Sewaktu ditanya sama emak, rupanya aba lah yang sudah membopong saya ke kamar. Oh ya, saya tidak sendiri. Saat itu yang harus dibopong saya dan adik saya. 

Jika bercerita mengenai kenangan bersama aba, sesungguhnya betapa banyak kisah kami bertiga. Saya dan adik saya dulunya memang agak manja pada aba. Buktinya, ingatan disuapi ketika makan serta didongengin dikala mau tidur oleh aba  tidak pernah terlupakan. Entahlah. tampaknya memang sedari dulu kami bergantung kepada aba. 

Ini cerita sewaktu saya masih sangat kecil, jadi hanya diperoleh ketika nenek dan emak bercerita. Dulu, sewaktu saya baru berhenti menyusui karena emak hamil lagi, tiba-tiba tengah malah keinginan untuk menyusui kambuh (hihi). Maka, saat itu yang berinisiatif untuk membuatkan susu adalah nenek. Namun, entah kenapa saya hanya ingin dibuatkan oleh ayah. Nenek sudah bilang, agar beliau saja yang buatkan. Tetapi, saya tetap bersikeras harus aba yang buatkan. Alhasil, bangunlah aba tengah malam untuk membuatkan susu walau pada akhirnya tidak dihabiskan karena aba sama sekali tidak ahli membuat susu. Masa aba buat susu digelas yang super gede namun hanya dituangi sedikit susu, otomatis tidak manis. Kata emak sih, agar saya tidak minta dibuatkan lagi. Hihi Oh ya, saat itu saya sudah mulai bisa berbicara walau masih belum terlalu jelas.

Kisah lainnya, kala itu di tengah malam, tiba-tiba saya ingin berbelanja. Kali ini malah harus menyusahkan kakek. Saya hanya ingin ditemani kakek walau aba sudah membujuk agar ditemani oleh beliau saja. Namun, usaha aba tampaknya tidak berhasil untuk membujuk saya. Maka, datuk pun menemani sembari menggendong saya dengan hanya menggunakan kain sarung tengah malam. Bagi warga yang melihat kejadian tersebut sudah memaklumi kemanjaan cucu kakek yang satu ini. Apalagi saya merupakan cucu pertama, tentunya akan dimanja oleh beliau. Hehe 
Waktu sudah menginjak remaja, kasih sayang aba masih tetap sama. Kasih sayangnya tak pernah berat sebelah, beliau tidak pernah sekalipun membedakan kasih sayang untuk semua anak-anaknya. Walau kami sudah menginjak usia 20 pun tetap sama hingga kami memiliki adik yang usianya terpaut jauh, 13 tahun. Beliau tetap melimpahkan kasih sayang yang begitu besar kepada kami semua. Bahkan, semasa SMA sepulang dari asrama, aba rela keliling pasar menemani saya demi menemukan kartu paket murah. Hal sepele memang. Tapi, saya benar-benar terharu dengan perhatian aba.

Dulu, semasa SMP sempat berpikir bahwa aba terlalu protektif terhadap anak-anaknya. Kemana-mana selalu tidak tidak diizinkan, kecuali alasan belajar dan kegiatan positif lainnya seperti pramuka, belajar silat dan lain-lain. Jadi, karena hal inilah kerapkali berbohong dengan alasan pergi belajar kelompok. Padahal sebenarnya hanya pergi main. 

Sifat egois dan keras kepala menjadi penyebab utama sehingga saya tidak mampu melihat maksud baik aba ketika melakukan hal tersebut. Seringkali dulunya saya merasa kesal ketika apa yang menjadi keinginan saya tidak dipenuhi atau malah bertentangan. Mungkin, saat itu saya belum sepenuhnya bisa menerima hal tersebut. Namun, seiringnya waktu baru disadari bahwa sesungguhnya alasan aba melakukan hal tersebut agar anak-anaknya tidak terpengaruh pergaulan-pergaulan negatif ataupun lingkungan yang tidak baik. Bagi saya, orang tua selalu memiliki pemikiran yang terbaik untuk anak-anaknya walau terkadang belum tersampaikan dengan baik.

“Seorang ayah mungkin tidak akan menunjukkan kasih sayangnya secara eksplisit. Seorang ayah mungkin terkesan agak keras kepada kita. Seorang ayah mungkin terkesan kurang peka akan perasaan kita. Seorang ayah mungkin terkesan overprotektif kepada kita. Seorang ayah mungkin hanya akan diam ketika dia marah atau kecewa kepada kita. Namun, percayalah bahwa terkadang perasaan ayah lebih rapuh ketika dia bersedih karena kita. Beliau lah satu-satunya laki-laki yang takkan pernah menyakiti kita. Bahkan ada yang berkata bahwa ayah satu-satunya cinta pertama mereka. Jadi, jangan pernah menghapuskan senyum diwajahnya.”

Kisah tentang aba akan dilanjutkan dilain waktu.^_^

Bersambung…

#30DaysWritingChallenge
#30DWC
#Day6

No comments:

Post a Comment